3 Rahasia Cina Keturunan

Cina keturunan

Cina Keturunan bisa lebih maju dari bangsa lain

Ini adalah fakta dan karakter yang terjadi hingga kini.

Cina Keturunan

Cina keturunan bisa lebih maju dari bangsa lain, semisal dari asal India, orang Arab, orang Jerman, orang Amerika, atau orang Indonesia. Mereka sudah terbiasa menderita dan tahan banting.

Di Jakarta, misalnya, ada keturunan Cina dan pribumi sama-sama membuka toko kain di Senen. Dua tahun berjalan, bisnis si Cina makin maju, sementara toko si Pak Haji yang merupakan pribumi yang berada sebelahnya bangkrut.

Kenapa bisa begitu?

Ternyata, bukan karena si Cina main curang atau guna-guna Pak Haji. Ternyata itu karena si Cina, walaupun sudah untung, uangnya disimpan dan ditabung saja, untuk mengembangkan bisnisnya lagi.

Dia dan istrinya makan telor ceplok saja. Sedangkan Pak Haji, baru untung sedikit sudah makan besar di restoran, karena gengsi sama keluarga nya.

Fenomena di negara Paman Sam saat ini bisa menjadi introspeksi untuk meniru kebaikan dari masyarakat kita yang sangat majemuk dengan beraneka budaya-suku-ras-agama.

1. Untuk urusan uang misalnya, profesional bule, bila gajian langsung ke bar, minum-minum sampai mabuk, beli baju baru, beli hadiah macam-macam untuk istrinya. Dan, sisanya 10% disimpan di bank.

Untuk kaum Cina (keturunan), kalau gajian langsung disimpan di bank, kadang-kadang di investasikan lagi di bank, misalnya dengan membeli saham, atau dibungakan dan mencicil properti. Kadang, baju dipakai itu-itu saja sampai butut. Uang yang disimpan ke bank bisa sampai 75%-80% dari gaji.

Orang-orang Melayu, bila gajian biasanya menikmati kerja kerasnya dengan makan-makan agak mewah sedikit. Membeli baju, paling senang bila on-sale (lagi diskon). Demikian juga, beli barang-barang kebutuhan istri, sisanya kira-kira tinggal 15-20% terus disimpan di bank.

Ini yang membuat kebanyakan di Amerika, orang Cina yang kerja kantoran (sebenarnya Korea dan Jepang juga) muda-muda sudah bisa naik mobil bagus dan bisa mulai beli rumah mewah. Walaupun orang tuanya bukan konglomerat dan bukan mafia di Chinatown.

Baca juga : Rahasia Sukses Ala Socrates

2. Dalam hal pengaturan kerjaan. Profesional bule, punya waktu kerja dari jam kerja jam 8 pagi – 6 sore. Pada hari Senin sampai hari Jumat. Untuk hari Sabtu dan Minggu libur, tidak kerja. Di hari Sabtu, mereka ke bar atau makan-makan menghabiskan gaji.

Kalau disuruh lembur tiba-tiba, biasanya kesel-kesel sendiri di kantor. Biasanya kalau hari Senin, si bule tampangnya kusut. Bukan apa-apa, dalam pikirannya dia, menunggu kapan liburan hari Sabtu. Pikirannya weekend melulu. Paling kelihatan malas kerja, di hari Kamis. Pikiran si bule, ingin buru-buru hari Jumat. Untuk kemudian, ingin jalan-jalan.

Sementara profesional Cina, jika pulang kerja langsung pulang ke rumah, masak sendiri, enggak pernah makan di luar. Akan makan di luar, jika ada hari-hari khusus. Jika disuruh lembur tidak pernah menolak, malah sering menawarkan diri untuk kerja lembur.

Kalau disuruh kerja hari Sabtu atau hari Minggu juga pasti mau. Kadang-kadang dia malah kerja part-time (bukan sebagai pegawai penuh) di perusahaan lain untuk menambah uangnya.

Untuk kaum Melayu, bila disuruh lembur, agak malas. Pasalnya, sudah punya rencana keluar pergi makan bersama teman-teman kantor. Weekend paling malas kalau musti kerja.

Para bos, suka sama orang Cina kalau soal kerjaan. Mereka soalnya pekerja yang giat dan tidak pernah bilang “NO” sama bos. Dapat kerja juga gampang. Imejnya, tampang Cina, dipandang sebagai ”Good Worker “ atau pekerja giat.

3. Rumah. Umumnya si bule memilih apartemen. Disain interiornya menarik dan bagus. Gayanya kontemporer. Penuh dengan barang-barang perabotan dan furniture mahal.

Pokoknya, gajinya ludes untuk mengurus apartemen dia. Sementara untuk apartemen si Cina, wah demikian kacau. Cuma ranjang satu, di lantai saja. Meja butut, dan dua kursi butut. TV nya kecil sekali, TV kabel saja tidak punya. Pokoknya sederhana sekali. Waktu ditanya, dia hanya berkata, ”Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.”

Daerah apartemen yang dipilih pun bukan di daerah mahal, tempatnya di daerah kumuh dan kurang ada yang mau tinggal. Untuk kaum pribumi, memilih rumah yang lumayan layak dan menarik.

Setelah 10 tahun, biasanya si bule, masih tinggal di apartemen atau baru hendak mengutang beli rumah, sementara “si Cina” sudah bisa beli rumah sendiri. Itu karena menabung dengan giatnya, dan cuma beli yang penting-penting saja. Jadi, uangnya ditabungkan sendiri. (*)

Tinggalkan Balasan