Apa Benar di Masa Covid 19 Prevalensi Penyalahgunaan Narkotika Naik?

Catatan Tengah: Dr Anang Iskandar SH, MH

Penulis adalah adalah  Komisaris Jenderal purnawirawan Polisi. Merupakan Doktor, yang dikenal sebagai bapaknya rehabilitasi narkoba di Indonesia.

Mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Bareskrim Polri, yang kini menjadi dosen, aktivis anti narkoba dan penulis buku.

Lulusan Akademi Kepolisian yang berpengalaman dalam bidang reserse. Pria kelahiran 18 Mei 1958 yang terus mengamati detil hukum kasus narkotika di Indonesia. Baru saja meluncurkan buku politik hukum narkotika.

Anang Iskandar: Apa benar di masa Covid 19 prevalensi penyalahgunaan narkotika naik 1,95%?

Kejahatan narkotika terdiri dari kejahatan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, termasuk kejahatan tanpa korban.

Artinya?

Hanya karena keaktifan, semangat dan motivasi penyidik, kejahatan tersebut dapat diungkap dan dibawa ke pengadilan.

Tidak ada hubungan, antara kenaikan kasus penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika di masa pandemi Covid 19, dengan prevalensi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.

Prevalensi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika adalah hasil penelitian dari instansi yang melakukan penelitian.

Sementara jumlah kasus penyalahgunaan dan peredaran gelap yang terjadi di musim pandemi itu adalah jumlah hasil tangkapan penyidik narkotika.

BACA JUGA:   Rilis Potensi Kerugian Negara Hanya Pencitraan?

Tidak bisa, data kenaikan jumlah penangkapan penyidik terhadap perkara narkotika dimasa pandemi Covid 19 digunakan untuk menjustifikasi kenaikan prevalensi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.

Jadi di era pandemi Covid-19, penyalahgunaan dan peredaran narkotika tidak turun dan tidak naik karena tidak diteliti secara khusus dimasa pandemi.

Yang jelas naik adalah data penangkapan penyidik terhadap perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika karena keaktifan dan semangat penyidik, untuk menangkap penyalah guna dan pengedar narkotika.

Jadi naiknya data perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, karena motivasi, semangat dan keaktifan penyidik narkotika.

“Bukan” mengindikasikan kenaikan prevalensi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, dimasa pandemi covid 19.

BACA JUGA: Orang Dekat Maruf Amin Ribut Bisnis, TSK Polda?

Kalau penyidik narkotika tidak aktif dan tidak bersemangat menangkapi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika di musim pademi covid 19 maka tidak ada kenaikan kasus narkotika dimusim pandemi Covid 19.

Ini kekhususan masalah narkotika, perkara narkotika hanya bisa diungkap bila penyidik punya motivasi, aktif dan bersemangat.

Kalau dimusim pandemi penyidik narkotika aktif dan bersemangat menangkapi pengedar narkotika tentu harus diberikan apresiasi.

Karena, motivasi dalam menghadapi tingkat kesulitan dan kemanfaatan dalam penanggulangan masalah narkotika nilainya tinggi.

Tetapi kalau yang ditangkapi adalah para penyalah guna maka perlu dipertanyakan motivasinya.

Kenapa aktif dan bersemangat menangkapi penyalah guna bukan menangkapi pengedar ?

BACA JUGA: Atasi Turbulansi Bisnis, Klik ini

Perlu difahami bahwa UU narkotika memberikan misi kepada penegak hukum untuk melakukan penegakan hukum secara represif.

Ya, hanya terhadap pengedar dan misi khusus kepada penegak hukum untuk melakukan penegakan hukum secara rehabilitatif terhadap penyalah guna sebagai langkah terakhir.

Kenapa penegakan hukum rehabilitatif sebagai langkah terakhir ?

Karena langkah penegakan hukum rehabilitatif merugikan negara khususnya berhubungan dengan penggunakan sumberdaya penegakan hukum.

Sehingga pelaksanaan penegakan hukum terhadap penyalah guna harus selektif terbatas.

Itu sebabnya solusi terhadap masalah kejahatan penyalahgunaan narkotika berdasarkan UU narkotika ditentukan.

BACA JUGA: Prestasi Penyidik Singkap Rekening Jumbo Rp 120 Triliun  Temuan PPATK, Klik ini

Bahwa penyalah guna narkotikaa diwajibkan melakukan wajib lapor pecandu ke IPWL.

Agar mendapatkan perawatan supaya sembuh/pulih dan tidak mengulangi perbuatannya, tanpa sanksi pidana.

Sedangkan solusi terhadap masalah peredaran gelap narkotika dilakukan secara represif keras.

Artinya, tidak saja dijatuhi sanksi pidana minimum 4 tahun penjara, juga dijatuhi sanksi perampasan aset melalui keputusan hakim dengan pembuktian terbalik di pengadilan.

Pertanyaann mendasarnya!

Sudahkah penyidik mendata tangkapannya, berapa jumlah pengedar, berapa jumlah penyalah guna yang merangkap sebagai pengedar dan berapa jumlah penyalah guna yang berhasil ditangkap?

BACA JUGA: Kolektor uang kuno, Jakarta

Kalau data yang berhasil ditangkap penyidik adalah para pengedar narkotika maka keaktifan dan semangat untuk menangkap pengedar.

Perlu diapresiasi dan diberikan penghargaan oleh pimpinan karena faktor kesulitan, faktor keaktifan dan semangat serta motivasinya untuk menangkap pengedar narkotika

Tetapi kalau yang ditangkap hanya penyalah guna maka perlu dipertanyakan motivasi dari keaktifan dan semangat penyidiknya

Kenapa penyalah guna mesti dilakukan penangkapan kalau ada cara yang premium?

Yang jelas penangkapan terhadap penyalah guna sah secara hukum tapi memboroskan dan merugikan sumber daya penegakan hukum.

BACA JUGA: 5 Tips ala Mona Ratuliu Dampingi Anak saat Berselancar di Internet

Kenapa tidak dilakukan pencegahan secara khusus sebagai langkah premium.

Agar penyalah guna melakukan wajib lapor pecandu ke IPWL guna mendapatkan perawatan supaya sembuh/pulih sehingga tidak mengulangi perbuatannya dengan tidak memberikan sanksi.

Bukankah solusi bagi kejahatan penyalahgunaan narkotika, ditentukan UU untuk disembuhkan atau dipulihkan penyakitnya.

Tentunya, melalui wajib lapor pecandu ke IPWL. Agar tidak membeli narkotika dipasar gelap untuk dikonsumsi ?

Salam anti penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Rehabilitasi penyalah gunanya dan penjarakan pengedarnya.

Tinggalkan Balasan