Hukum  

Asosiasi Doktor Hukum Indonesia (ADHI) Di Era Evolusi Digitalisasi

“Kami mengamati sekaligus meneliti, proses evolusi digitalisasi hukum yang mencakup tentang artificial intelegence (kecerdasan buatan),” ujar Yetti Soehardjo, President Asosiasi Doktor Hukum Indonesia.

MATRANEWS.id — Indonesia dengan 139 juta pengguna internet adalah tempat bisnis menggiurkan bagi mesin pencari seperti Google, Yahoo, serta media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, YouTube, dan lain-lain.

Perubahan dunia saat ini begitu cepat. Apalagi sekarang sudah masuk era Revolusi Industri 4.0, yang diperkirakan 3.000 lebih cepat daripada revolusi industri sebelumnya.

“Yang menarik, era digital yang terjadi saat ini mempengaruhi kehidupan di berbagai bidang, termasuk di bidang hukum,” ujar Dr Yetti Suciaty Soehardjo, President Asosiasi Doktor Hukum Indonesia saat hendak kerjasama kontrak dengan Eksekutif Institut Digital.

Eksekutif Institut Digital meneliti, paradigma hukum modern dimaknai sesuai dengan konteksnya dan dipandang sebagai bingkai dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi dalam masyarakat. Sementara itu, perkembangan perdagangan internasional mulai bergeser dari kiblat perdagangan barang ke perdagangan jasa.

Bermunculannya start up di banyak negara, semisal di Cina dan Amerika Serikat. Juga terbukanya pasar perdagangan jasa baik regional maupun multilateral, menjadikan tantangan hukum di depan mata kita.

Dalam hal ini, Asosiasi Doktor hukum Indonesia melakukan program berkesinambungan, bukan saja mengedukasi kepada anggotanya. Akan tetapi juga berupaya membuka akses peraturan hukum, agar masyarakat bisa membuat kontrak dan menyelesaikan perkara hukum.

Intinya, ADHI berupaya jangan sampai terjadi gap diantara hukum dan masyarakat. Para praktisi pengacara, jaksa, hakim, dan konsultan disingkronkan, dalam membuat opini hukum (legal opinion) atau juga putusan.

ADHI sebagai organisasi mengamati “plus-minus” situasi sekarang ini. Di beberapa negara seperti India dan Singapura, sudah mulai klien pun dapat secara transparan mengetahui biaya jasa para lawyer.

Di satu sisi, era keterbukaan dan transparansi ini tentu saja menjadi kemudahan bagi klien dalam menentukan jasa hukum yang mereka butuhkan. Disi lain, ada yang menyebut situasi ini tak menguntungkan bagi orang atau pihak-pihak di bidang hukum.

“Kami mengamati sekaligus meneliti, proses evolusi digitalisasi hukum yang mencakup tentang artificial intelegence (kecerdasan buatan),” ujar Yetti Soehardjo. Karena, “Robot hukum ini mau tak mau, akan memberikan dampak signifikan dalam menciptakan ekosistem hukum.”

Sebagai contoh, kita sedang memasuki era, akan bertemu dengan robot hukum yang dapat membantu kita dalam merancang kontrak dan juga menyusun putusan di pengadilan.
Di era digital, pelaku usaha dimudahkan dengan adanya internet untuk mengakses segala hal yang dapat mengembangkan bisnis mereka.

“Jangan lupa, Indonesia itu kaya raya tentang orang-orang cerdas,” ujar Yetti menegaskan, kita tak akan kalah dengan tenaga ahli manapun. “Teknologi seharusnya tidak untuk disalahgunakan atau disalahkan, tapi kita perlu menjadi bagian dari kita melakukan berbagai aktivitas untuk meningkatkan kemampuan,” jelasnya.

Yetti memaparkan, semakin mudahnya akses terhadap informasi justru membuat banyak orang berpikiran secara instan. Terutama di dunia bisnis, masih banyak oknum-oknum yang memanfaatkannya untuk membuat perjanjian-perjanjian palsu dan tidak sesuai dengan prosedur yang ada.

baca juga: majalah MATRA cetak (print) edisi ter baru — klik ini

Tinggalkan Balasan