Autoimun Berbagi Bahagia, Weekend Market di 10 Kota

Duta Edukasi Autoimun.
Pembicara dan pakar autoimun menyatakan dukungannya terhadap program Nasional Senyum Indonesiaku.

 

“Program kami untuk membantu kaum marjinal, tapi untuk sekarang bersinergi memberikan dukungan kepada orang dengan auto imun,” ujar sang Direktur lembaga masyarakat ini, saat jumpa pers mengenai Sinergi untuk ODAI (Orang Dengan Auto Imun) di 10 kota.

Firda Athira Aziz pendiri Firda Athira Foundation (FAF) mengatakan, yayasan yang dibentuknya berfokus pada pendidikan anak marjinal dan kesadaran masyarakat terhadap kondisi autoimun.

AUTOIMMUNE atau Autoimun, adalah sebuah kondisi kesehatan, dimana system kekebalan tubuh tidak bisa membedakan kawan dan lawan.

Sehingga, menyebabkan keluhan kesehatan kronis, bahkan kematian jika menyerang organ yang memiliki peran vital.

Hal ini dibahas dalam talkshow dan media gathering bertema: Autoimun Berbagi Bahagia (A Day Full of Happiness With Autoimmune Survivor)”.

Acara ‘Weekend Market’ diselenggarakan di Gandaria City, Sabtu (27/7/2019).

Selain materi tentang pola hidup dan makanan sehat, disebutkan kegiatan semacam ini akan digelar di 10 kota besar di Indonesia.

Jika di Juni lalu, kegiatan serupa digelar di Bali, pertengahan Juli di Bandung.  Rangkaian berikutnya di Ternate dan Surabaya.

Tiga lembaga masyarakat peduli kesehatan perempuan, yakni Clerry Cleffy Institute (CCI), bersinergi dengan Firda Athira Foundation (FAF) dan Marizsa Cardoba Foundation (MCF) terpanggil untuk melakukan pemberdayaan ekonomi kepada penyintas Autoimun.

“Sebagai generasi milenial, ingin juga turut andil untuk mengatasi persoalan-persoalan remaja di Indonesia,” tutur Firda, panjang lebar ke majalah Matra.

 

Menurut Firda Athira, generasi milenial punya peran penting untuk memberi dukungan kepada teman-temanya yang menderita autoimun.

“Memberikan dukungan kepada komunitas autoimun, agar tetap aktif dan berdaya hidup bersampingan di masyarakat,” ujar Firda memberi kesaksian.

Yayasan Firda  Athira Foundation untuk tahap awal,  memberi latihan dan modal wira usaha ke 150 orang seperti membuat makanan, di mana makanan ini adalah makanan sehat.  Sehingga aman dikonsumsi oleh siapa saja.

Intinya, dengan dukungan teman dan sahabat, penderita autoimun, khususnya sesama anak muda.

“Akan punya daya juang lebih dan menganggap apa yang dideritanya bukan suatu halangan, untuk menggapai masa depan dan meraih cita-citanya,” ujar Firda Athira.

Senada dengan Firda, psikolog yang juga inisiator kegiatan, Dwi Prihandini S, Psi, Msi juga menyoroti pentingnya edukasi tentang autoimun.

“Kami melakukan inisiasi agar komunitas autoimun mendapat dukungan dan hak yang sama untuk lebih berdaya dalam kehidupan di masyarakat,” jelas Dwi.

Menurut Prof.Dr.dr Aru W Sudoyo, Sp.PD, KHOM, selalu Ketua Dewan Pengawas MCF dan Presiden of ISIM (Internasional Society of Internal Medicine), autoimun memang penyakit mematikan.

Namun, sesungguhnya, bisa dikendalikan. Penyebabnya, akibat terpapar bahan-bahan kimia.

“Sumber bahan-bahan kimia itu, antara lain, makanan-makanan yang ada di sekitar kita, yang sangat logis menjadi perangsang rusaknya antibodi dalam tubuh,” ujar Prof Aru.

Masih menurut Prof Aru,  bahwa dua generasi lalu, penyakit ini sangat langka. Kebanyakan, generasi muda yang menderitanya.

Delapan puluh persen penyintas autoimun adalah perempuan usia produktif, dengan gejala yang mirip penyakit lainnya seperti nyeri sendi, mudah lelah, dan rambut rontok serta sariawan.

Gejala lain, demam yang tidak beraturan. Disebut, genetik dan tidak menular.

“Penyakit ini dapat dicegah atau dikontrol dengan penerapan pola hidup sehat menyeluruh,” ujar pakar autoimun DR.dr Iris Rengganis Sp.PD, KAI (Ketua Dewan Pembina Marisza Cordoba Foundation).

Jika penderita autoimun di Amerika Serikat berjumlah 50 juta orang atau sekitar 15,5% dari total penduduknya. Diduga kuat, penderita di Indonesia bisa mencapai jutaan juga.

LSM Marisza Cordoba Foundation coba mendata untuk masyarakat Indonesia, sekitar 5.000 orang  kena autoimun. Dan,  pemerintah belum punya data yang pasti.

“Hal ini bisa jadi, disebabkan karena gejala autoimun mirip dengan penyakit lainnya,” ujar Marisza Cordoba, pendiri Marisza Cordoba Foundation.

Masyarakat juga enggan memeriksakan penyakitnya secara menyeluruh,  “Karena kuatir masalah pembiayaan yang tidak ditanggung oleh BPJS.”

Setelah Akademisi dilibatkan, kemudian pe-Bisnis dan Comunitas serta Goverment, kali ini Media diajak untuk mengedukasi tentang autoimun.

Lilik Sudarwati dulunya adalah atlet bulu tangkis juara dunia sangat senang jika media dilibatkan.

Sosok yang  bermetamorfosis menjadi seorang akademisi sekaligus caregiver, sangat senang media semacam gaya hidup dan trend pria bisa hadir.

“Jurnalis juga perlu hidup sehat dong,” ajak Lilik dengan bersahabat saat mensosialisasikan gaya hidup sehat.

Produk dari komunitas orang dengan autoimun, dibantu marketing, website dan pelatihan wirausaha di era digital.

 

baca lanjut di majalah MATRA cetak: klik ini

 

Tinggalkan Balasan