viral  

Banyak Yang Kita Tak Tahu Soal Virus Corona, Apakah Anda Tahu?

MATRANEWS.id — Tulisan sebuah online menyebut, bahwa angka korban virus Corona melonjak. Tapi,  di situ dipaparkan juga, bagaimana sejatinya kita banyak tak mengetahui fakta yang terjadi.

Info mengenai hal ini,  hanya diketahui dari saling sharing di antara kelompok orang di media sosial. Ada diantara mereka, yang peduli akan hal ini,  meminta berita internasional layak di rewrite, sebagai info terkini dan refleksi kita.

Sementara virus Corona terus menyebar hingga seantero negara di dunia.  Bagaimana virus Corona di Indonesia?

Pertanyaan demi pertanyaan, termasuk banyak datang juga ke jurnalis Majalah Matra, saat bertemu nara sumber, jelang wawancara ke mereka. Pasalnya, info resmi untuk hal ini, masih minim, atau malah tak ada.

Kebingungan akan hal ini, terjadi di masyarakat. Maka, tulisan Giulia Marchi/The New York Times, bisa menjadi referensi. Dimana angka korban melonjak, terjadi di belahan dunia lain.

Saat jumlah kematian mencapai 1.100 korban jiwa, masih ada lebih banyak pertanyaan daripada jawaban yang diketahui tentang wabah  Virus Corona atau COVID-19.

Riwayat pemerintah China dalam bersikap tidak transparan dan serba menutupi, agak mirip dengan pemerintah Indonesia saat ini. Di sisi lain, wabah virus Corona semakin cepat mengalir, tetapi tidak ada jawaban yang tersedia.

Pemerintah China melaporkan lompatan mengejutkan dalam jumlah kasus, menambahkan lebih dari total 14.000 kasus di Provinsi Hubei di China tengah di mana virus mulai merebak, sepertiga dari jumlah yang ada.

Tampaknya ,sebagian merupakan hasil dari metodologi lebih luas yang telah memindahkan banyak kasus dari kecurigaan. Bahkan, menjadi yang dikonfirmasi dengan jelas, meski banyak yang masih belum pasti.

Ketika jumlah kematian mencapai lebih dari 1.300, virus corona tetap diselubungi oleh keraguan. Beberapa masalah ini pada akhirnya akan menjadi jelas, meski banyak yang tidak.

Terdapat beberapa alasan untuk ketidaktahuan ini, menurut analisis James Palmer dari Foreign Policy, salah satunya karena virus corona masih bersifat baru.

Seperti halnya penyakit baru apa pun, diperlukan waktu berbulan-bulan untuk mendapatkan rincian sepenuhnya melalui kerja ilmiah yang sulit dan tidak tentu. Alasan lainnya adalah skala bencana.

Terdapat sekitar 1,4 miliar orang di China, yang seluruh hidupnya telah tersentuh oleh penyakit akibat virus corona atau tindakan penanganan terkait.

Seperti yang akan terjadi di mana saja, situasi di lapangan sangat kacau dan banyak hal yang tidak dilaporkan atau justru dibesar-besarkan.  Namun, ada juga masalah khusus di sini.

Partai Komunis China memiliki riwayat menutupi atau tidak melaporkan jumlah korban bencana alam mulai dari banjir hingga gempa bumi.

Berbagai informasi secara rutin disembunyikan oleh para pejabat dari masyarakat dan atasan mereka karena alasan pribadi.

Elit politik tingkat atas hampir sepenuhnya tidak transparan kepada orang luar, bahkan pada saat paling bermasalah.

Tidak ada pengawas independen dan semakin sedikit jurnalis yang dapat melaporkan bahkan dengan sedikit kebebasan.

Banyak Yang Tak Diketahui 

Pihak berwenang China merilis data harian dari angka yang dikonfirmasi dan dugaan kasus, tetapi jelas ada banyak lagi di luar sana. Berapa banyak kasus sebenarnya, masih merupakan pertanyaan besar.

Ahli epidemiologi terkemuka Neil Ferguson memperkirakan pekan lalu, sedikitnya 10 persen dari kasus dapat dideteksi.

Pemodelan awal lainnya juga menunjukkan kemungkinan mengejutkan yang terlalu rendah. Salah satu penelitian menunjukkan jumlah kasus di Kota Wuhan saja telah mencapai 75.000 pada 25 Januari 2020.

Sementara Wuhan sendiri tampaknya mengejar jumlah itu, para dokter di tempat lain melaporkan telah melakukan karantina terhadap pasien, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk melakukan tes deteksi penyakit.

Peningkatan mendadak dalam kasus virus corona belakangan ini tampaknya merupakan akibat dari pergeseran di Hubei .

Bagaimana di tempat lain? 

Jumlah pasien yang secara klinis didiagnosis oleh dokter,  belum dapat sepenuhnya diuji dan dimasukkan dalam kelompok yang “dikonfirmasi” terjangkit virus Corona.

 

Pemandangan jalanan setelah pemerintah Wuhan mengumumkan untuk melarang kendaraan yang tidak penting di daerah pusat kota untuk mengekang wabah virus corona, pada hari kedua Tahun Baru Imlek China, di Wuhan, provinsi Hubei, China, 26 Januari 2020. (Foto: cnsphoto via Reuters)

Karena takut diisolasi atau distigmatisasi, beberapa orang yang menunjukkan gejala mungkin menghindari sistem medis.

Itulah sebabnya pihak berwenang kini membatasi penjualan obat-obatan. Di negara di mana pembayaran pribadi adalah norma yang dianggap wajar, orang-orang mungkin menghindari rumah sakit karena kekurangan uang.

Meskipun ada janji pemerintah untuk menutup biaya, tidak ada mekanisme yang jelas untuk memberi mereka kompensasi.

Beberapa pasien terpaksa membayar berkali-kali lipat jumlah penghasilan bulanan mereka.

Seberapa mematikan virus corona?

Persentase kematian di antara semua kasus yang diketahui tetap stabil, dalam jumlah resmi sekitar 2,1 hingga 2,2 persen.

Menurut analisis James Palmer dari Foreign Policy, terdapat beberapa masalah dengan hal itu. Sebagian besar dari mereka yang didiagnosis mulai mengalami gejala hanya dalam minggu terakhir dan penyakitnya belum mulai menggerogoti tubuh penderita.

Jumlah kematian, tampaknya sangat diremehkan.

Banyak laporan korban meninggal di rumah dan dikremasi sebelum dihitung dalam total kasus resmi. Kremasi adalah masalah yang diperdebatkan di China dan tidak hanya selama epidemi virus corona.

Angka kematian sejauh ini juga sangat terpusat di Wuhan sendiri. Angka kematian di sana mendekati 5 persen. Namun, sisi positifnya, kasus-kasus yang terlewatkan cenderung kurang serius.

Artinya, tingkat kematian sebenarnya bisa saja sangat rendah.

Kita tidak tahu apakah virus corona mengonfirmasi kekebalan atau resistensi pada orang-orang yang sudah terjangkit dan pulih atau apakah mereka menjadi sasaran infeksi ulang.

Hal itu menjadi kekhawatiran tertentu ketika China mengumpulkan pasien ke rumah sakit yang terkonsentrasi.

Kondisi warga Uighur, Kena Virus Juga?

Kita tidak tahu, apakah virus corona telah mencapai kamp penahanan di Xinjiang tempat pemerintah China menahan lebih dari satu juta warga Uighur dan etnis minoritas lainnya.

Banyak dari mereka ditahan dalam kondisi kesehatan yang buruk.  Kita tidak tahu berapa banyak petugas kesehatan yang terinfeksi.

Kasus Li Wenliang, pelapor yang meninggal minggu lalu, telah dibahas secara luas, demikian juga satu contoh ketika 14 petugas kesehatan terinfeksi.

Para pekerja medis di Wuhan telah mengatakan kepada pers, setidaknya 500 dari mereka telah tertular virus corona.

Kita tidak tahu kapan tepatnya orang-orang di dalam pemerintah China mengetahui virus corona dapat ditularkan antara manusia dan berapa lama mereka menunda sebelum merilis informasi itu kepada publik.

Beberapa orang, seperti delapan orang yang mengancam akan “menyebarkan desas-desus”, membicarakannya pada awal Januari 2020.

Kita tidak tahu, apakah Li dan dokter lain termasuk di antara delapan kasus yang dihitung di sana.

Kita tidak tahu, mengapa pemerintah Wuhan mengakui hanya gelombang awal dari 41 kasus hingga 18 Januari 2020, ketika jumlahnya tiba-tiba melonjak drastis.

Kita tidak tahu ,apakah upaya penundaan rilis infomasi itu adalah hasil pertimbangan politik lokal atau perintah dari puncak kepemimpinan China, seperti yang diutarakan oleh wali kota Wuhan.

 

Foto yang diunggah di media sosial Weibo pada 25 Januari 2020 menunjukkan para petugas medis di Central Hospital of Wuhan membawa tanda khusus Tahun Baru Imlek di Wuhan, China. (Foto: Reuters/Weibo/The Central Hospital of Wuhan)

Baca Juga:  Kaleidoskop Awal Tahun 2020: Dari Krisis Suriah hingga Akhir Virus Corona

Kita tidak tahu, mengapa respons krisis berubah dari nol menjadi 60 dalam beberapa hari. Pada 20 Januari 2020, jumlahnya menunjukkan wabah yang signifikan.

Pada 23 Januari, Kota Wuhan ditutup. Pada 25 Januari, karantina itu telah diperpanjang di sebagian besar Hubei.

Kita tidak tahu ,apakah itu tindakan yang diinformasikan oleh pemerintah China berdasarkan perkiraan penyebaran virus corona.

Bagaimana jika, itu merupakan yang disebut oleh pengamat China sejak lama Ian Johnson sebagai kebutuhan politik untuk terlihat melakukan suatu tindakan.

Kita tidak tahu, ke mana perginya sekitar 5 juta orang yang meninggalkan Wuhan sebelum karantina diberlakukan.

Untuk warga negara China kelas menengah, melacak mereka relatif mudah berkat jaringan pengawasan luas China dan berbagai layanan seperti WeChat, aplikasi seluler berbayar yang digunakan oleh banyak orang di China.

Namun, melacak orang miskin jauh lebih sulit, terutama sekitar 450 juta orang tanpa akses internet.

Kita pun tidak tahu,  seperti apa populasi Wuhan sebelum virus dan karantina. Kota-kota di China secara rutin menghitung lebih rendah populasi mereka dengan tidak memasukkan pekerja migran.

Para pejabat di kota megalopolis, apakah membatasi populasi di sana dan dengan demikian diberi insentif untuk mengeluarkan orang dari jumlah total mereka.

Kita tak tahu, apakah daerah pedesaan lokasi asal pendatang menerima dana tambahan untuk lebih banyak penduduk, sehingga mereka seringkali menghitung orang yang hanya berada di sana selama seminggu atau kurang dari setahun.

Kita tidak tahu , seberapa besar populasi China sebenarnya, mungkin dihitung secara berlebihan oleh 115 juta orang atau mungkin kurang dihitung karena kelahiran yang tidak terdaftar.

Semua ketidaktahuan ini, berarti kita tidak tahu apakah upaya penahanan penyebaran virus corona akan berhasil.

Karantina massal sebelumnya telah membuahkan hasil yang sangat beragam. Namun, tingkat penguncian wilayah China seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya, seperti tingkat kontrol yang dapat dilakukan pemerintah.

Saat ini, infeksi baru tampaknya berkurang jumlahnya setiap hari, tetapi hanya terjadi selama dua hari dan mungkin hanya sekadar ilusi.

Kita tidak tahu, mengapa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang membanggakan kerja samanya dengan China, awalnya memilih untuk tidak menyatakan darurat kesehatan global dalam pertemuan-pertemuan awalnya.

Kita tidak tahu ,apakah terdapat tekanan dari China yang telah mengandalkan negara-negara seperti Pakistan dan Kamboja untuk mempertahankan jaringan transportasi dan tidak mengevakuasi warganya selama wabah.

 

Pesawat Batik Air yang digunakan untuk mengevakuasi WNI di Wuhan. (Foto: Solopos/ Antara)

Kita juga tidak tahu ,apakah tidak adanya kasus di beberapa negara merupakan tanda bahwa virus corona dengan beruntung tidak menyebar di sana atau bahwa kasus-kasus tersebut tidak terdiagnosis.

Kondisi semacam itu terutama mengkhawatirkan di negara-negara seperti Indonesia, di mana sistem kesehatan masyarakat tidak siap untuk menghadapi epidemi.

Contoh lainnya ialah di negara-negara Afrika yang lebih miskin, di mana perdagangan dengan China telah tumbuh secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

Kita tidak tahu, apakah epidemi virus corona akan tetap dibatasi sebagian besar di Kota Wuhan. Dan, apakah kelompok beberapa ratus kasus di kota-kota China lainnya akan berubah menjadi wabah di sana, atau apakah wabah itu akan menyerang negara lain.

Kita tidak tahu ,apakah situasi saat ini akan menjadi pandemi global.

Kita tidak tahu, pasti kapan akan ada vaksin untuk virus corona. Menurut James Palmer dari Foreign Policy, mungkin vaksinnya akan tersedia dalam enam bulan, setahun, atau bahkan 18 bulan berikutnya.

Jadi apa yang kita tahu?

Majalah Cetak edisi Februari 2020

 

Tinggalkan Balasan