Rilis  

Benarkah Ada Efek Samping Vaksinasi Covid-19?

Kembali Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19, dr. Reisa Broto Asmoro menyebut vaksin telah menjadi penyelamat manusia dari berbagai macam jenis penyakit.

Beberapa contoh yang dapat dilihat seperti Campak, Polio, Difteri, Rubella, varicella, dan masih banyak lagi yang di masa lalu menyebabkan penyakit berat bahkan kematian pada umat manusia.

“Vaksin sudah terbukti efektif untuk mencegah banyak penyakit,” kata dokter Reisa menegaskan kalaupun ada beberapa efek samping vaksin Covid-19 yang bisa Anda alami. Namun, Anda tak perlu khawatir karena efek samping vaksin adalah hal yang wajar terjadi ketika tubuh membangun sistem imun.

Mengutip dari Best Life, beberapa efek samping yang bisa Anda rasakan setelah mendapat vaksin Covid-19 adalah demam, kelelahan, dan nyeri otot. Efek samping ini umum terjadi, apalagi setelah mendapat vaksin dosis kedua.

Setelah mendapat vaksin kedua, kondisi tubuh bisa terbilang prima dan akan memberikan reaksi. Hal itulah yang menyebabkan terjadi efek samping. Efek samping juga bisa jadi tanda bahwa vaksin benar-benar bekerja.

Meski vaksin virus corona mengalami perkembangan, Anda tidak boleh melupakan protokol kesehatan.

Hindari kegiatan di luar rumah yang melibatkan banyak orang. Jika Anda terpaksa melakukannya, selalu jaga jarak dengan orang lain, pakai masker dengan cara yang benar, dan rajin cuci tangan memakai sabun dan air mengalir.

Anda juga bisa memakai hand sanitizer dalam keadaan darurat agar kebersihan tangan tetap terjaga. Selain itu, usahakan untuk membersihkan permukaan benda menggunakan disinfektan secara rutin.

 

Diungkapkannya, banyak yang masih menganggap bahwa vaksin sama saja dengan memasukkan penyakit ke dalam tubuh.

Padahal sebenarnya vaksin hanya menggunakan satu bagian dari kuman yang direkayasa secara bioteknologi, partikel protein kuman atau kuman yang sangat dilemahkan, sehingga tubuh dapat meresponsnya dengan membentuk antibodi yang kuat.

Vaksin hanya menggunakan satu bagian dari kuman yang direkayasa secara bioteknologi, partikel protein kuman atau kuman yang sangat dilemahkan, sehingga tubuh dapat meresponsnya dengan membentuk antibodi yang kuat.

Ini agar ketika seorang terjangkit bibit penyakit yang sebenarnya, tubuh sudah siap menangkalnya, sehingga tidak berkembang menjadi penyakit yang berbahaya dan mengakibatkan kematian.

Terlebih lagi proses pembuatan vaksin pasti akan melalui tahap uji klinis yang ketat dan juga uji keamanan sebelum pada akhirnya didistribusikan kepada masyarakat.

“Yang pasti jika masih ada masyarakat yang khawatir bahwa vaksin ini seolah memasukkan penyakit ke dalam tubuh, itu artinya kurang informasi ya,” ujar dr Reisa.

Ia juga membantah, mengenai rumors yang mengatakan bahwa vaksin itu berbahaya karena dapat menyebabkan autisme pada seseorang. “Hal tersebut tidak benar,” ujarnya.

Faktanya adalah penelitian yang menyatakan hal tersebut merupakan penelitian yang tidak valid yang dilakukan oleh Andrew Wakefield pada tahun 1998.

Lebih lanjut dr Reisa mengungkapkan anggapan vaksin yang dianggap mengandung merkuri yang berbahaya bagi tubuh. Namun, faktanya jumlah penggunaan Thimerosal, suatu jenis ethylmercury yang berguna sebagai pengawet vaksin, sangat sedikit dan tidak beresiko buruk bagi kesehatan.

“Jadi masyarakat tidak perlu khawatir. Sebelum diproduksi massal dan diedarkan vaksin sudah melalui evaluasi dan pengawasan yang ketat dari pemerintah,” ujar dr Reisa.

Mitos lainnya perihal vaksin adalah apabila menyuntikkan vaksin secara simultan akan melemahkan daya tahan.

Sementara itu, manusia terpapar banyak sekali bakteri, kuman, dan penyakit lainnya setiap hari. Faktanya, sejak bayi baru dilahirkan, ia sudah bisa menerima vaksinasi atau imunisasi sebagai langkah untuk mencegah penularan penyakit.

“Dengan vaksinasi, hal-hal buruk seperti komplikasi penyakit kecacatan, bahkan kematian dapat dihindari. Vaksin juga terbukti dapat menghemat waktu dan biaya dibandingkan kalau terkena penyakit tersebut,” ujarnya.

Lalu ada anggapan peningkatan kasus kanker yang disebut sebagai salah satu dampak dari vaksinasi.

Faktanya, kata dr Reisa, vaksin tidak menyebabkan kanker dan justru dapat membantu mencegah kanker. Salah satunya adalah kanker mulut rahim yang disebabkan oleh virus HPV yang kini telah tersedia vaksinnya.

dr Raisa juga menyebut salah satu mitos yang juga ramai dibicarakan yaitu terdapatnya microchip di dalam vaksin untuk melacak seseorang. Hal ini sudah pasti mitos belaka.

 

 

Tinggalkan Balasan