Berbisnis, Ingat Kewajiban PPN Menanti Anda

MATRANEWS.id — Di dalam dunia usaha seringkali kita mengenal istilah PPN (Pajak Pertambahan Nilai).

Bagi UKM, PPN kerap tak dihiraukan. Padahal, PPN ini dilakukan setiap melakukan transaksi, dikenakan pajak 10 persen. Tagihan, plus PPN 10 % demikian.

Dalam perhitungan mudah. Tetapi, penerapannya harus mendapat perhatian khusus.

PPN merupakan pajak obyektif yang lebih menekankan pada kondisi obyeknya dan tidak melihat siapa subyek yang dikenai PPN.

Selain itu, PPN merupakan pajak tidak langsung yang mana pemungut PPN harus PKP (Pengusaha Kena Pajak) yang sudah dikukuhkan.

Seseorang yang telah memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), tidak serta merta akan menjadi PKP (Pengusaha Kena Pajak). Tetapi, seseorang yang telah dikukuhkan menjadi PKP otomatis memiliki NPWP.

Itu, dalam Undang Undang no 42 tahun 2009 tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah seperti yang termaktub dalam pasal 3 A dan dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 4 ayat 1 huruf a, huruf c, huruf f, huruf g dan huruf h.

Ditegaskan bahwa pengusaha yang melakukan penyerahan seperti dalam pasal 4 ayat 1, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak) serta wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN dan PPN BM yang terhutang.

Apabila memperhatikan aturan di atas, seharusnya seluruh pengusaha wajib PKP.

Akan tetapi, untuk menolong usaha kecil pemerintah memberikan pengecualian yang aturannya tertera dalam Peraturan Menteri Keuangan no 68/PMK.03/2010 tanggal 23 Maret 2010.

Yang mana batasan tersebut adalah, bagi pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP (Barang Kena Pajak) dan atau JKP (Jasa Kena Pajak) dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari RP 600.000.000,- (Enam Ratus Juta Rupiah) itulah pengecualian yang diberikan oleh pemerintah.

Meskipun dikecualikan dari kewajiban pemungutan PPN, namun UU PPN tidak melarang pengusaha kecil tersebut untuk dikukuhkan sebagai PKP sehingga pengusaha kecil ini dapat memilih menjadi PKP atau tidak.

Sehubungan dengan aturan tersebut, maka ketika berbisnis harus memperhatikan batasannya bahkan kewajiban untuk menjadi PKP harus dilakukan pada saat omzet dalam suatu bulan dalam suatu tahun buku melebihi Rp 600.000.000,-.

Dan, kewajiban pelaporan menjadi PKP dilakukan paling lambat akhir bulan berikutnya.

Apabila tidak dilakukan, maka Dirjen Pajak dapat memberikan PKP secara jabatan dan dapat menerbitkan pula Surat Ketetapan Pajak dan atau Surat Tagihan Pajak (STP) untuk masa pajak sebelum pengusaha dikukuhkan secara jabatan sebagai PKP selain itu masih ditambah sanksi bunga 2 % per bulan yang dihitung sejak saat terutangnya sampai dengan diterbitkannya.

Atas dasar itulah ketika anda berbisnis perhatikan juga kewajibannya karena apabila tidak bisnis anda sendiri yang akan merugi karena orang bijak selalu taat pajak.

MARDANUS, SE, BKP, MM

Tinggalkan Balasan