Dissenting Opinion Menegaskan Telah Terjadi Penyalahgunaan Pelaksanaan Program Bansos serta Ketidaknetralan Aparat Pemerintahan

MATRANEWS.id — HAKIKAT PUTUSAN MK ADA DI DISSENTING OPINION (MENJAGA NYALA OBOR DEMOKRATIS)

Pada Sengketa Pilpres tahun 2024, Mahkamah Konstitusi Indonesia mencatat peristiwa bersejarah dengan adanya pendapat berbeda dari 3 (tiga) orang hakim sekaligus dalam apa yang disebut Dissenting Opinion.

Langkah yang diambil oleh para pemberi pendapat ini tidak hanya menyelamatkan marwah Mahkamah Konstitusi, tetapi juga meninggalkan jejak berharga dalam perjalanan demokratisasi Indonesia.

Dalam suasana yang menuntut keberanian, para pemberi pendapat tersebut patut diapresiasi dengan penuh rasa hormat.

Mereka telah mengajukan pandangan yang berbeda untuk mencegah terjadinya defisit demokrasi, menandai momen penting dalam perkembangan proses demokratisasi kita.

Mahkamah Konstitusi memiliki tanggung jawab besar dalam menegakkan demokrasi konstitusional. Tindakan tersebut bukan hanya untuk kepentingan Mahkamah itu sendiri, tetapi juga untuk menyelamatkan fondasi kehidupan nasional dan mewujudkan reformasi yang sesungguhnya.

Prinsip-prinsip demokrasi harus dijaga teguh sesuai dengan nilai-nilai konstitusi, dan penegakan hukum harus didasarkan pada etika yang tinggi.

Mahkamah memiliki peran krusial dalam memastikan penyelenggaraan pemilu berlangsung sesuai dengan asas dan prinsip yang telah ditetapkan, guna mencegah pelanggaran dan menciptakan efek jera yang diperlukan, terutama mengingat Pilpres 2024 dan Pilkada mendatang.

Ada dua isu utama yang menjadi fokus dalam Dissenting Opinion yang diajukan oleh Hakim Saldi Isra, Hakim Enni, dan Hakim Arif Hidayat.

Mereka mempertanyakan keberlangsungan program Bansos serta keterlibatan aparat dalam penyelenggaraan Pemilu tahun 2024.

Temuan ini terkonfirmasi di beberapa wilayah di Indonesia, seperti Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sumatera Utara.

Isu lain yang diangkat adalah keterkaitan insentif electoral dengan Presiden Jokowi, yang melibatkan menteri-menteri yang merupakan pembantunya.

Ketidakseimbangan ini menimbulkan ketidaksetaraan dalam proses pemilu, yang merupakan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilu.

Penjabat Kepala Daerah seharusnya netral dalam menjalankan kewenangannya, terutama dalam penyelenggaraan pemilu. Pelanggaran terhadap netralitas ini harus dianggap sebagai pelanggaran terhadap pemilu dan konstitusi.

Demikian pula dengan keterlibatan kepala desa dalam pemilu, ditemukan berbagai pelanggaran netralitas seperti penggerakan aparatur sipil negara, ajakan terbuka untuk mendukung salah satu calon, pemberian bantuan sosial, dan pemasangan alat peraga kampanye di kantor pemerintahan daerah.

Keterlibatan ini telah terbukti di beberapa wilayah, seperti Jakarta dan Jawa Tengah, dan merupakan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip netralitas.

Para pemberi pendapat dalam Dissenting Opinion menegaskan bahwa telah terjadi penyalahgunaan pelaksanaan program Bansos serta ketidaknetralan aparat pemerintahan, yang melanggar asas dan prinsip penyelenggaraan pemilu.

Oleh karena itu, mereka menyarankan agar dilakukan Pemilihan Suara Ulang di berbagai daerah, termasuk DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan.

Demikian penjelasan dan rilis yang diterima Majalah MATRA.

Dr. Bambang Widjojanto, Dosen Paska Sarjana Universitas Djuanda; dan Dr. Ahmad Yan, Dosen Paska Sarjana Univ. Muhammadyah Jakarta, Dr. Refly Harun, Anggota THN AMIN Senin, 22 April 2024, Jam 15.00

BACA JUGA: majalah EKSEKUTIF edisi April 2024, Klik ini