dr Yaniar Mulyantini, SpKJ: “Melukis atau Menulis Dapat Menyalurkan Emosi Negatif, Dengan Cara Positif.”

MATRANEWS.id —   Film Joker yang kemarin tayang di bioskop memang membuat banyak orang di kota besar seperti tersentak, bisa jadi tersadar bahwa banyak orang yang “sakit” di sekeliling kita.

Film yang dibintangi Joaquin Phoenix, trending di berbagai media sosial juga karena masalah kejiwaan dikuak, sehingga menggelitik kita.

Masalahnya, apakah orang-orang itu, yakni mereka yang sakit itu menyadarinya bahwa mereka “sakit”.

Penonton film Joker terpesona pada peran Joaqiun Phoenix. Berperan sebagai Arthur Fleck, sosok komedian yang gagal dan sering kali diolok-olok dan diabaikan oleh masyarakat. Berakhir berubah menjadi seorang penjahat yang sangat keji.

Tokoh ini, lekat dengan isu kesehatan mental. Setiap peristiwa yang berkaitan, digambarkan cukup detail dan menyiksa alam pikiran kita. Terlepas dari film Joker yang kemudian memberi refleksi, sejatinya kita perlu tahu tentang depresi, atau apalah namanya itu.

Ya, agar jiwa terhindar dari depresi, ada resep ampuh, yakni hati yang lapang adalah solusinya. Hal itu, menjadi penekanan dari ahli kejiwaan, dr Yaniar Mulyantini, SpKJ, di Poli Psikiatri Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pasar Minggu.

Menjadi sebuah catatan, tak hanya masalah keinginan saja, kejadian buruk yang datang secara tiba-tiba tanpa pernah diketahui sebelumnya dapat memicu munculnya perasaan stres dan depresi.

Kehilangan orang yang kita cintai, kehilangan harta benda yang disayangi, pertengkaran orang tua, pertengkaran dengan sahabat, dan masalah yang datang dari lingkungan kehidupan sehari-hari.

Untuk mengetahui, sampai pada batas mana seseorang mampu menahan perasaan stres dan depresi, memang paling gampang adalah seseorang, melibatkan Tuhan, untuk mempersiapkan hari esok. Karena, Dia-lah Sang Pemilik Hari Esok.

Sebagai dokter jiwa, sarannya adalah bila depresi datang menghantui, tentunya dengan menganalisa dulu.  Karena, depresi biasanya dicirikan dengan perubahan perasaan menjadi lebih sedih, murung, putus asa, tidak semangat, kesepian, tidak fokus, produktivitas menurun, dan mulai menarik diri dari lingkungan.

Perasaan ini bukan hanya sesaat, melainkan bisa berlangsung setiap hari dalam waktu setidaknya dua minggu atau satu bulan.

“Jadi, kalau murung atau sedih cuma satu atau dua hari, ini belum bisa dikategorikan depresi. Jadi kita harus bedakan,” jelas dokter Yaniar.

Lalu, apa yang bisa dilakukan jika seseorang mengalami depresi?

Dokter Yaniar menyarankan untuk segera melakukan pengobatan. Selain itu, mencari sistem dukungan juga penting selama masa pemulihan.

“Pengobatan ini bisa cegah depresi kambuh dan berulang. Cari sistem support juga penting untuk menemani selama masa pemulihan karena ini bagian dari pengobatan. Sistem support bisa dari keluarga, sahabat, atau siapapun yang bisa mengerti kondisi si yang bersangkutan,” kata Yaniar.

Jika ada seseorang yang depresi dan gangguan kecemasan, kita punya beragam pilihan pengobatan yang tersedia, untuk mengelola gejala masing-masing.

Dokter Yaniar menyarankan, seseorang dengan depresi untuk melakukan hal-hal yang konstruktif bagi diri sendiri. Seperti dengan melukis atau menulis untuk menyalurkan emosi negatif dengan cara yang positif.

baca juga: majalah Matra edisi cetak — klik ini

 

 

 

Tinggalkan Balasan