Kesaksian Cinta Kasih SBY Meneduhkan Riak Politik

MATRANEWS.id — Jika Arswendo Atmowiloto bisa melahirkan konsep “jurnalisme kasih-sayang”, mantan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan contoh nyata. Bersikap arif dan ikhlas memandang kenyataan kehidupan itu.

Bahwa kasih sayangnya kepada sang istri demikian tulus. Sikap SBY lebih kongkrit, menjadi saksi yang meneduhkan. Memberi semangat kepada sang istri, terus berada di sampingnya. Mengaktualisasikan kasih itu lemah lembut. Kasih itu sabar. Tidak berkesudahan.

Kiranya rakyat Indonesia mempunyai sifat demikian, kepada sesama.

Masyarakat Indonesia pun selalu berdoa untuk kesembuhan ibu Ani. Seperti halnya juga, para pemuka agama berdoa untuk situasi politik yang “memanas”, agar semua menahan diri dan menjauhkan dari hoax dan fitnah.

Sebuah nilai-nilai yang dahsyat, jauh dari pencitraan. Luar biasa. Jauh dari sikap politikus yang sedang bertarung untuk menang, yang merusak cita rasa estetika.

Ah, seandainya semua tokoh politik bisa seperti SBY, memancarkan sikap-sikap masyarakat tak anti politik.

Betapa hebatnya peranan kasih dalam kehidupan manusia. Semua orang membutuhkan kasih, baik orang yang lanjut usia, orang tua, dewasa, anak-anak, dan bayi. Sentuhan akan kasih memberikan perubahan yang dratis terhadap suatu keadaan yang mustahil untuk diubah.

Kasih juga memberikan semangat dan kekuatan bagi mereka yang lemah dan terhina. Menjalankan dan mengerti tentang arti keindahan sebuah hidup bersama.

Bukan seperti saat ini, dimana para politikus menyewa tim buzzer di media sosial, untuk menggeser lawan politik dan memenangkan kepentingannya. Menjadikan politik, tak lagi seksi dan menawan.

Politik dirasa saat ini sekadar kegiatan pencarian keuntungan sosial dan finansial yang sarat dengan oportunisme.

Yang enggak punya kerjaan, beruntung ada profesi baru. Yakni mendapat kerjaan menjadi tim buzzer, menayangkan berita-berita yang di-seting untuk mencerca lawan, akan tetapi sebaliknya membentuk persepsi positif kepada junjungan-nya.

Akal-akalan di era digital terus terjadi. Hasilnya pun seperti yang kita lihat. Inilah yang membuat banyak orang muak dengan politik. Hak politik pun dipandang sebelah mata. Golput menjadi alternatif berapa pihak, atau menjadi kaum massa mengambang saat ini.

Alasan mereka, khususnya orang-orang lurus dan “bening” tak ingin berkubang dalam keruhnya perpolitikan.

Persoalannya, lalu siapa yang akan membuat politik kembali seksi? Agaknya, kita perlu menyeleksi orang-orang yang memahami politik lebih sebagai seni hidup bersama dan bukan tempat cari makan dan pamor.

Semoga politik bukan lagi, laiknya praktik jual beli di pasar. Politik dagang sapi, begitu istilahnya. Uang memang penting. Namun, ada nilai-nilai yang tak bisa dibeli olehnya dan harus dicapai lewat seni dan bukan kerja politik.

Sebuah politik yang seksi dalam arti sebenar-benarnya. Banyak orang seperti saya, hingga saat ini, masih dalam posisi belum menentukan pilihan.

Kalau Anda, bagaimana?

“Yang enggak punya kerjaan, beruntung ada profesi baru. Yakni mendapat kerjaan menjadi tim buzzer, menayangkan berita-berita yang di-seting untuk mencerca lawan, akan tetapi sebaliknya membentuk persepsi positif kepada junjungan-nya.”

baca juga: majalah MATRA cetak (print) — klik ini —

Tinggalkan Balasan