Kisah 30 Hari Mencari Beasiswa Doktor

MATRANEWS.id — Dublin, 29 Maret 2019 — Karena banyak sekali request tentang beasiswa luar negeri S1, S2 dan S3. Hari ini saya share pengalaman tersebut. Semoga bermanfaat bagi anak-anak muda di Indonesia.

Tepatnya pada bulan Maret tahun 2018, saya mulai melamar beasiswa Doktor dari kampus-kampus dunia. Kurang lebih saya melamar 30 aplikasi beasiswa di Amerika, Eropa dan Australia.

Biasanya, persyaratan untuk beasiswa dan aplikasi Doktor itu 1-2 tahun, atau paling cepat 6 bulan. Tapi, Alhamdulilah, ini sudah takdir dan jalan hidup saya dalam 1 bulan mendapat beasiswa dari Eropa dan Amerika.

Langkah pertama, saya niatkan S3 ini bukan untuk mencari gelar, tapi saya niatkan untuk mencari ilmu dan ridho-Nya. Sebab, yang paling utama itu adalah niat yang lurus serta istiqomah.

Kedua, saya berfikir, keilmuan S2 ini belum cukup dari Amerika untuk membangun masyarakat ke depan. Pengalaman dua tahun di Amerika hanya modal dasar keilmuan, basis leadership dan building a network.

Saya berfikir, Indonesia butuh anak-anak muda 50-100 tahun ke depan untuk membangun peradaban, keilmuan dan kejayaan masyarakat Indonesia di kancah global. Zaman now ini Ijazah S1 seperti SMA dan S2 seperti S1.

Kalau kita tidak punya pribadi intelektual, leadership, network, bahasa, inovasi dan karya kita akan tertinggal jauh ke depan.

Saya yakinm persaingan di era 4.0, kita bersaing bukan hanya orang Garut dengan orang Madura, orang Papua dengan orang Padang, tapi kita bersaing dengan orang-orang hebat dari California, New York, London, Dublin, Berlin, Paris dan lain-lain.

Semangat ini saya tanamkan, kokohkan dalam diri agar kita mampu bersaing dengan dunia Barat, supaya kita menjadi bangsa “Pemenang” bukan “Pecundang” untuk 100 tahun kedepan.

Ayo kita fikirkan bersama-sama, not only me, but YOU.

Jika anda merasa minder, itu lagu lama. Saya juga orang kampung dan orang tua tidak sekolah. Namun, itu bukan alasan. Zaman canggih saat ini. Muda berkarya dan open your mind !

Meanwhile, aplikasi saya siapkan sama seperti halnya kuliah S2. Dokumen yang disiapkan adalah ijasah S1 dan S2 beserta transkrip nilai. Tiga surat rekomendasi, proposal riset, CV, TOEFL/IELTS dan surat motivasi diri.

Setelah itu, saya kirim ke 30 kampus dunia. Dari dulu, kalau melamar beasiswa sejak S2 memang begitu, bukan hanya 1 atau 2 kampus tapi saya kirim puluhan aplikasi ke seluruh penjuru dunia.

Saya selalu yakin, ini Insya Allah menang dan saya siap tarung dengan para pelamar lain di dunia.

Memang, tanggung waktunya saat melamar, yaitu bulan Maret. Sebaiknya, jika anda ingin melamar beasiswa yaitu dari bulan Oktober – Februari. Itu waktu yang tepat untuk melamar beasiwa sekolah. Tapi saya optimis insya Allah, Tuhan kasih jalan.

Salah satu tips beasiswa adalah kita mampu meyakinkan pihak institusi dan pemberi beasiswa adalah kita (pelamar) adalah orang yang layak mendapatkan beasiswa. Jangan stress, biasakan kita berdoa dan terus berlatih membuat riset proposal.

Pengalaman saya saat interviews via skype dengan Professor di Amerika dan Eropa, saya di sidang mengenai keilmuan dan leadership.

Jangan ragu, percaya diri dan optimis itu kunci sekolah di luar negeri. Di samping itu, kita harus punya test kemampuan akademik bahasa TOEFL/IELTS.

Nah, ini latihan terus! Biasanya saya latihan di Youtube dan baca-baca buku. Tips yang kedua, selain kemampuan intelektual akademik S1 dan S2, kita harus punya non-akademik skills.

Keilmuan di kelas dengan dosen hanya 10-20 %. Sisanya adalah di luar jam kelas dan luar kampus. Professor saya bilang, “Gugun CV kamu banyak kegiatan-kegiatan nasional dan internasional dalam bidang kepemudaan dan kegiatan sosial/pengabdian masyarakat”.

Nah, jadi Kampus dan pemberi beasiswa itu bukan hanya menilai kemampuan akademikm tapi melihat juga kepribadian kita misalkan (leadership, social activities, dan integritas) akan diuji oleh Professor di Barat.

Siapkah kamu? Jawabanya harus siap.

Jadi, saat kuliah anda jangan hanya “Duduk, Diam dan Datang” ke kampus dan agar lulus cepat.

Itu salah! Kampus itu dunia akademik, leadership dan inovasi. Ijasah hanya akan mengatarkan kita ke meja interview. Tapi, kalau kita punya akademik yang baik, leadership yang bagus, inovasi yang kreatif, dan network yang unggul, Insha Allah kita akan lulus menerima beasiswa S2 dan S3.

Alhamdulilah, semangat ini saya selalu gunakan dan kita bersaing dengan dunia global.

Walhasil, dalam 1 bulan saya mendapat 2 beasiswa yaitu Amerika dan Eropa. Namun, saya pilih Eropa. Catatan: Kampus itu bukan mencari yang bergengsi, tapi kita sendiri yang membuat gengsi untuk kampus, bangsa dan negara.

In line with this, saya punya kabar gembira dari Dublin. Kemenristekdikti berkunjung ke Dublin City University dalam rangka peningkatan kualitas mutu SDM masyarakat Indonesia.

Kemenristekdikti akan mengirimkan putra putri terbaik bangsa untuk sekolah di berbagai kampus di Dublin salah satunya adalah kampus saya di DCU.

Tahun ini, Kemenristekdikti akan mengirimkan 300 orang Mahasiswa/Mahasiswi Indonesia ke luar negeri. Bagi yang berminat silahkan ikuti prosedur di website: https://ristekdikti.go.id dan Beasiswa di kampus saya di website: https://www.dcu.ie

Finally, pesan saya bagi yang mau lanjut sekolah S1, S2 dan S3 di luar negeri: Scholarship is no accident. It is hard work, perseverance, learning, studying, reading, sacrifice and most of all. Three choices in your life: Give up, give in, or give it all you’ve got.

Selamat berbahagia dan mencoba beasiswa. Jika ada yang ditanyakan silahkan atau hubungi dosen-dosen anda di kampus. Hatur nuhun…

baca juga: majalah MATRA terbaru — klik ini — edisi cetak

Tinggalkan Balasan