Kisah Abunawas dan Nasrudin

Lagi asyik-asyiknya Nasrudin nongkrong di pinggir jalan, tiba-tiba sebuah mobil menghampiri dan berhenti di dekatnya. Pengemudinya membuka jendela dan bertanya, “Tuan, bisakah Anda tunjukkan arah jalan ke Delhi?”

Nasrudin memandangani pria itu sejenak dan menjawab, ”Belok kanan, lantas ke kiri. Setelah 9 kilometer, belok kanan. Lalu, ambil lagi kanan. Sekarang, belok lagi ke kanan. Terus saja 9 kilometer dan Anda akan tiba di sebuah persimpangan. Sekarang, ambil jalan lurus dan sampailah Anda.”

“Terima kasih,” kata pria itu, dan mobil pun pergi. Setelah beberapa lama, pria tadi kembali lagi menghampiri Nasrudin. Dengan jengkel ia berujar, “Anda apa-apaan, sih? Saya ikuti petunjuk Anda, dan mengapa saya tiba di tempat semula?”

Nasrudin dengan kalem menjawab, “ Tidak apa-apa, saya hanya cuma memastikan apakah Anda mengikuti petunjuk saya atau tidak. Nah, sekarang saya akan berikan arah yang benar menuju Delhi.”

Katak Kesayangan

Pada suatu malam, Nasrudin pergi ke sebuah bar. Seperti biasa, setelah duduk dan minum, dia mengeluarkan katak piaraannya dari sakunya dan meletakkannya di atas meja. Dia mulai minum dan tak lama kemudian, ia berhenti. Lalu, dia memasukkan kembali katak itu dan pergi. Semua orang terheran-heran melihat tingkahnya itu.

Satu hari dia pergi ke bar lagi. Bartender mendekatinya dan berbisik, “Ini minuman spesial untuk Anda, Tuan.”

“Terima kasih,” kata Nasrudin, “tapi dalam rangka apa, nih?”

“Tidak apa-apa, tapi tolong katakan, mengapa Anda selalu membawa katak saban kali kemari? Saya sangat penasaran, lho.”

Nasrudin berhenti sejenak. Lalu, menjawab, “Begini, itu sederhana saja. Saat aku mulai melihat dua katak di atas meja, itu artinya saya harus pulang. Kalau tidak, saya bisa tersesat dan tidur dalam got. Jadi, setelah meneguk beberapa gelas, saya masukkan katak itu kembali ke dalam saku dan pergi dari bar ini.”

Abunawas Pengawal Raja

Suatu ketika, Abunawas didapuk menjadi pengawal raja. Ke mana pun sang raja pergi, Abunawas harus selalu di dekatnya.

Raja membuat undang-undang kebersihan lingkungan, salah satu pasalnya berbunyi, “dilarang buang air besar di sungai, kecuali raja atau seizin raja. Pelanggaran atas pasal ini adalah hukuman mati.”

Suatu hari raja mengajak Abunawas berburu ke hutan. Tak disangka, raja ingin sekali buang air besar. Lantaran, tak ada tempat yang nyaman, raja terpaksa buang air besar di sungai yang airnya mengalir ke arah utara.

Di tempat lain, Abunawas ikut buang air besar juga di sebelah selatan dari raja. Begitu raja melihat ada kotoran lain selain kotorannya, dia pun murka. Apalagi, belakangan diketahui kotoran itu milik Abunawas .

Abunawas digelandang ke pengadilan. Dia divonis hukuman gantung sampai mati. Sebelum hukuman lehernya dijerat di tiang gantungan, Abunawas diberi kesempatan membela diri.

Katanya, ”Raja yang mulia. Aku rela dihukum mati, tapi aku akan sampaikan alasanku kenapa aku ikut berak bersama raja saat itu. Asal tahu saja, itu adalah bukti kesetiaanku pada Paduka Raja, karena sampai kotoran Raja pun harus aku kawal dengan kotoranku. Itulah pembelaan dan alasanku. Gantunglah aku!”

Akhirnya, Abunawas yang divonis mati itu malah diampuni. Bahkan, ia dihadiahi rumah dan perahu kecil untuk tempat kotorannya mengawal kotoran raja.

Tinggalkan Balasan