IT  

Mencegah Anda Sendiri Menjadi Penyebar Hoax

“Hilangkanlah Membagikan Medsos Berita Tanpa Membaca Isinya Secara Menyeluruh”

MATRANEWS.id — Kalau mau jujur dan rendah hati, krisis kepercayaan di negeri ini beragam.  Sejuta jenis ketidakpercayaan bertebaran di seputar kehidupan kita.

Fenomena krisis kepercayaan atau hilangnya rasa percaya ini, bahkan telah menukik ke hampir setiap dimensi kehidupan. Gara-garanya, berita di media sosial yang demikian menyeruak.

Selain jadi saluran kebebasan berekspresi, media sosial juga jadi saluran kebebasan untuk membenci.

Dimana berita demikian gampang merebak, hingga sampai di genggaman tangan kita.  Lewat hape (handphone).

Data, fakta, informasi – lebih sering ditelikung, dimanipulasi, sehingga menjadi subjektif sifatnya.

Pesan berantai di Whatsapp, Telegram, dan Facebook, banyak orang dengan santai di pagi hari dengan duduk-duduk di beranda ditemani secangkir kopi.

Orang-bangun pagi membuka smartphone mereka, membuka pesan dan berita. Bukan di situs-situs berita, melainkan pada ragam aplikasi media sosial, lewat timeline Twitter, Facebook, Instagram, bahkan Youtube.

Objektivitas data, fakta dan informasi sering bias di media sosial.

Nah, jelang Pilkada Desember 2020, kita perlu menyadari ini dan mengingatkan kembali. Jangan kejadian semacam Pilpres yang lalu.

 

Hati-hati Dengan Judul Provokatif

  • Berita hoax seringkali menggunakan judul sensasional yang provokatif.

Banyak berita medsos, mengambil berita media resmi, hanya saja diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki sang pembuat berita palsu itu.

Cermati alamat situs.

Untuk informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan link, cermatilah alamat URL situs dimaksud. Berita yang berasal dari situs media yang sudah terverifikasi Dewan Pers akan lebih mudah diminta pertanggungjawabannya.

Menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs di Indonesia yang mengklaim sebagai portal berita. Dari jumlah tersebut, yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi tak sampai 300. Artinya terdapat setidaknya puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan berita palsu di internet yang mesti diwaspadai.

Periksa Fakta

  • Perhatikan dari mana berita berasal dan siapa sumbernya?
  •  Apakah dari institusi resmi seperti KPK atau Polri? Perhatikan keberimbangan sumber berita.

Fakta adalah peristiwa yang terjadi dengan kesaksian dan bukti, sementara opini adalah pendapat dan kesan dari penulis berita, sehingga memiliki kecenderungan untuk bersifat subyektif.

Cek  keaslian foto di era teknologi digital saat ini,  bukan hanya konten berupa teks yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video.

Ada kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca.

Cara untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google, yakni dengan melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images.

Fitur bernama Google Image Search ini mampu mengidentifikasi gambar yang diunggah atau melalui tautan Uniform Resource Locator (URL) dari gambar yang terdapat di internet. Hasilnya, Google Image Search  akan menampilkan hasil pencarian berupa gambar yang mirip dengan gambar

Fitur tersebut dapat diakses melalui images.google.com.  Hasil pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa dibandingkan.

Ikut Dalam Grup Diskusi Anti-Hoax

Di Facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti-hoax, misalnya Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group Indonesian Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci serta Pimpinan Media Digital Indonesia.

Di grup-grup diskusi itu, warganet bisa ikut bertanya, apakah suatu informasi merupakan hoax atau bukan, sekaligus melihat klarifikasi yang sudah diberikan oleh orang lain.

Semua anggota bisa ikut berkontribusi sehingga grup berfungsi layaknya crowdsourcing yang memanfaatkan tenaga banyak orang. Waspada meningkatnya radikalisme digital, jejaring teroris online, berita palsu, ujaran kebencian dan cyberbullying.

 Mencegah Anda Sendiri Menjadi Penyebar Hoax

  • Hilangkanlah Membagikan Medsos Berita Tanpa Membaca Isinya Secara Menyeluruh.

Menyebarkan atau memberikan informasi buruk di internet bisa terancaman pidana pasal 310 dan 311 KUHP dan Undang-Undang ITE.

Banyak orang sebenarnya tidak membaca konten yang mereka bagikan. Mereka hanya membaca judulnya.

Untuk mencegah Anda sendiri menjadi penyebar hoax, hilangkanlah kebiasaan membagikan konten tanpa membaca isinya secara menyeluruh. Saring sebelum sharing. 

Lebih baik terlambat menyebarkan kebenaran daripada berada di garis depan menyuarakan kesalahan.

Orang punya kecenderungan untuk menyukai konten yang memperkuat kepercayaan atau ideologi diri atau kelompoknya. Hal ini membuat kita rentan membagikan konten yang sesuai dengan pandangan kita, sekalipun konten tersebut hoax.

Jika Anda membaca berita yang betul-betul secara sempurna mengukuhkan keyakinan Anda, Anda harus lebih berhati-hati dan tidak buru-buru memencet tombol share.

Ada begitu banyak informasi atau berita palsu bertebaran atau hoax.

Hal itu terjadi karena informasi sangat mudah untuk disebarkan di internet. Kata hoax adalah berasal dari Bahasa Inggris dan kini kerap muncul di berbagai media.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hoaks atau hoax adalah berita bohong atau berita tidak bersumber.

Hoax adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya.

Sikap hati-hati ini juga berlaku bagi narasumber. Minimal dengan mencari referensi lanjutan di Google atau situs lain yang sudah terpercaya.

Dalam kapitalisme digital, secara perlahan dan tanpa disadari, pilihan dan kemerdekaan kita diambil alih oleh mesin.

Kita sering takjub dengan Google yang seakan mampu membaca pikiran kita. Secara ajaib, ketika kita baru mengetik tiga huruf, Google sudah menampilkan hasil apa yang kita cari. Mesin ini benar-benar seperti mesin ajaib, yang  menjadi keprihatinan kita, yang kita sukai, dan yang umumnya kita cari.

Big data 

Merupakan kumpulan dari metadata yang dikumpulkan oleh mesin. Tanpa kira sadari, setiap kali kita mencari sesuatu di internet, ada mesin yang mencatat jejaknya dan dari jejak-jejak itu mesin tersebut akan menemukan polanya.

Tidak heran, mesin itu mengetahui apa yang kita sukai, mampu menerka apa yang kita maksud, atau apa yang kita butuhkan (atau setidaknya tidak kita butuhkan namun menarik perhatian).

Dengan demikian, tanpa kita sadari sesungguhnya kita tidak lagi punya pilihan. Kita tidak lagi memiliki kemerdekaan untuk memilih informasi, meskipun seolah-olah dibantu oleh efisiensi dalam mencari sesuatu di internet.

Sebuah data dan mengumpulkannya dalam big data,  kita berhasil “dipetakan”. Setiap tombol like yang kita klik di Facebook, atau follow di Twitter adalah jejak digital kita. Mesin akan memasukkan data ini dan menciptakan pola interaksi kita.

Media sosial maupun media arus utama, mencatat “jejak digital kita”. Kredibilitas profesionalisme, dia seorang pengamat atau jurnalis, tercatat  akurasi data yang disajikan.  Semua bisa dicek, bisa dipercaya atau tidak.

Jangan buru-buru menyimpulkan lalu ikut membagikannya.

 

Tinggalkan Balasan