Menlu RI Bicara Kejahatan Lintas Batas Selama Pandemi COVID-19

MATRANEWS.id —  “Di tengah pandemi, kejahatan terorganisasi terus terjadi,” kata Retno Marsudi (Menlu RI) di acara Peringatan 20 tahun Konvensi PBB Melawan Kejahatan Lintas Negara Terorganisir (UNTOC).

Retno Marsudi menyoroti maraknya kejahatan lintas batas selama pandemi COVID-19, bahkan dari aspek kesehatan, seperti pemalsuan narkoba dan serangan siber pada infrastruktur kesehatan vital.

Menlu RI menegaskan hal itu secara virtual dari Markas Besar PBB di New York, Jumat (13/11).

Dalam pertemuan tersebut, Menlu  mewakili Presiden RI. Kegiatan yang diselenggarakan secara virtual tersebut dihadiri oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Presiden Majelis Umum PBB Volkan Bozkir, dan Direktur Eksekutif UNODC Ghada Waly.

Untuk menjawab tantangan kejahatan transnasional terorganisir, Marsudi menekankan pentingnya membangun dan memelihara kerjasama antar negara di seluruh dunia.

“Tidak ada satu negara pun yang bisa menyelesaikan masalah ini sendirian, tidak sebelum dan tidak pada saat pandemi COVID-19,” kata Menlu sebagaimana disampaikan Kementerian Luar Negeri RI, Sabtu.

Retno Marsudi juga menyatakan keyakinannya bahwa pendekatan satu ukuran untuk semua tidak dapat diterapkan untuk memerangi semua jenis kejahatan terorganisir.

Karakteristik kejahatan transnasional terorganisir cenderung berbeda antar negara sehingga mengharuskan pendekatan yang diadopsi bersifat situasional.

Marsudi menjelaskan, pendekatan dan solusi yang diambil harus senantiasa menyesuaikan dengan karakteristik kejahatan.

Retno juga memaparkan pandangannya bahwa tidak ada solusi one-size fits all yang dapat mengatasi seluruh tipe kejahatan terorganisir.

Menurut dia, karakteristik kejahatan lintas negara terorganisir cenderung berbeda dari satu negara dan negara lainnya, sehingga pendekatan yang diambil pun harus bersifat situasional.

Retno menjelaskan, pendekatan dan solusi yang diambil harus terus mengalami penyesuaian sesuai dengan karakteristik kejahatan.

Dalam hal ini, Retno menekankan kembali pentingnya adaptasi terus menerus agar UNTOC tetap selalu relevan dalam mengatasi kejahatan lintas negara teroganisir, baik pada masa sekarang dan di masa yang akan datang.

Perdagangan Manusia

Secara khusus, dirinya juga menyinggung masalah pengungsi etnis Rohingya sebagai bentuk kejahatan penyelundupan dan perdagangan manusia terorganisir di kawasan.

Indonesia saat ini menampung lebih dari 900 orang yang telah menjadi korban perdagangan manusia, dan terlantar di laut lepas.
Karena itu, Indonesia kembali menekankan pentingnya penyelesaian masalah Rohingya dari akar masalahnya melalui repatriasi secara sukarela, aman, dan bermartabat.

“Bagi Indonesia, Myanmar adalah rumah bagi pengungsi Rohingya,” tutur Retno.

Konvensi PBB Melawan Kejahatan Lintas Negara Terorganisir (UNTOC) diadopsi di Palermo, Italia, pada 2000. Konvensi tersebut menjadi instrumen hukum internasional utama yang mengatur masalah penanggulangan perdagangan orang, penyelundupan manusia, dan perdagangan gelap senjata api.

Indonesia telah menjadi negara pihak pada Konvensi tersebut sejak tahun 2009. Indonesia terpilih menjadi salah satu negara sponsor bersama Italia dan Maroko pada acara peringatan 20 tahun adopsi UNTOC yang diinisiasi oleh Kantor PBB urusan Obat-obatan dan Kejahatan (United Nations Office on Drugs and Crime/UNODC).

Tawaran sebagai sponsor satu-satunya dari Asia menunjukkan pengakuan dunia internasional atas peran dan kepemimpinan Indonesia dalam upaya penanggulangan kejahatan lintas negara terorganisir.

Indonesia telah menjadi pihak dalam Konvensi tersebut sejak 2009.

Indonesia terpilih menjadi salah satu sponsor bersama dengan Italia dan Maroko pada acara peringatan 20 tahun adopsi UNTOC yang diprakarsai oleh United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC).

Tawaran tersebut, sebagai satu-satunya sponsor dari Asia, mencerminkan pengakuan internasional atas peran dan kepemimpinan Indonesia dalam upaya memerangi kejahatan transnasional terorganisir.

Tawaran sebagai sponsor satu-satunya dari Asia menunjukkan pengakuan dunia internasional atas peran dan kepemimpinan Indonesia dalam upaya penanggulangan kejahatan terorganisasi lintas negara.

UNTOC disahkan pada tahun 2000 dan mulai diberlakukan sejak 29 September 2003. Hingga saat ini, tercatat 190 negara telah menjadi Negara Pihak Konvensi ini, termasuk Indonesia yang telah meratifikasi UNTOC pada tahun 2009. ​

 

Tinggalkan Balasan