Mereka Rela Sumbangkan Gajinya Untuk Beli APD

Ada juga para dokter dan tenaga medis yang terpaksa gunakan plastik kantong sampah untuk dijadikan alat pelindung diri (APD)

Kisah perjuangan para dokter dan tenaga medis dalam menghadapi wabah Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) terus menguras air mata publik dunia.

Banyak kisah haru dan membuat merinding, saat kita mendengar kisah-kisah mereka sedang bertaruh nyawa, merawat pasien yang positif terkena Covid 19.

Tak sedikit para dokter yang harus rela menyumbangkan gaji dan tunjangannya demi membeli alat pelindung diri (APD) untuk teman-teman sejawatnya membuat merinding.

Bahkan, sudah cukup banyak para dokter dan tenaga medis lainnya yang terpaksa menggunakan plastik kantong sampah sebagai pengganti APD, karena memang sudah tak lagi tersedia.

Kepanikan masyarakat Indonesia terhadap penyebaran Covid 19 membuat masyarakat melakukan berbagai tindakan pencegahan, diantaranya membeli sebanyak mungkin masker, hand sanitizer, bahkan alat pelindung diri (APD) yang harus digunakan oleh para dokter dan tenaga kesehatan (nakes). Akibatnya, harga APD yang melonjak dan menyebabkan kelangkaan di pasaran.

Kondisi ini menyentuh hati dr. Christian Widodo. Ia tergerak hati untuk menyumbangkan gaji dan tunjangannya selama satu bulan untuk membeli berbagai APD. Bukan hanya untuk diri sendiri, namun juga untuk diberikan kepada tenaga medis dan nakes di wilayah Kota Kupang.

“Saya juga seorang dokter, jadi saya tahu rasanya harus bekerja tanpa APD yang memadai. Saya tergerak untuk memberi, semoga ini bisa membantu tenaga medis dan nakes merawat dan menjaga masyarakat yang sakit,” cerita Christian, seperti yang ditulis Pos-Kupang.Com.

Christian Widodo hanyalah satu dari sekian banyak dokter yang rela menyumbangkan gajinya untuk membelikan APD. Di beberapa rumah sakit lainnya cukup banyak yang melakukan hal serupa. Hanya saja, banyak diantara mereka yang enggan untuk diekspos.

“Mereka nggak mau dieksps, takut dianggap riya (pamer-red). Padahal, cukup banyak perawat dan tenaga cleaning servive yang tumbang,” ujar seorang dokter yang tak mau disebut identitasnya kepada MATRANEWS.id.

Bikin APD di Luar Jam Dinas

Kepedulian para para dokter tenaga medis tak hanya menyumbangkan gajinya. Sebagian lain membuat APD di luar jam dinas. Cerita ini datang dari Bali. Tim dokter di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Wangaya Denpasar punya cara mengakali alat pelindung diri yang mulai langkah karena pandemi virus corona.

 

beberapa dokter di Bali membuat APD sendiri di luar jam dinas.

Dokter IGD RSUD Wangaya membuat alat pelindung diri seperti pelindung wajah yang mulai sulit ditemukan di pasaran. Jika ditemukan, pelindung wajah itu tak dijual penjual resmi, harganya pun tak masuk akal.

Menurut Kepala IGD RSUD Wangaya Anak Agung Bagus Dharmayuda, pembuatan pelindung wajah itu dimulai sejak dua minggu lalu. Setidaknya, ada 10 dokter tetap dan 14 dokter magang di IGD yang bahu-membahu membuat pelindung wajah itu.

“Kita memilah mana yang bisa dibeli dan mana yang bisa kita akali,” kata Dharmayuda, seperti yang ditulis kompas.com.

Para dokter itu membeli bahan baku seperti spons dan mika keras. Bahan itu dipotong dan dirangkai menggunakan lem. Dalam dua minggu, puluhan dokter itu bisa membuat 200 pelindung wajah.

Ratusan pelindung wajah itu tak cuma dipakai oleh dokter di IGD RSUD Wangaya. Mereka juga memberikan pelindung wajah itu kepada dokter di bagian lain. Bahkan, aksi ini ditiru oleh rumah sakit lain yang berada di Denpasar.

Biasanya, harga pelindung wajah sekitar Rp 10.000. Karena pandemi virus corona, harga pelindung wajah mencapai Rp 150.000 di pasaran.

Pelindung wajah itu berfungsi melindungi wajah dari droplet ludah atau batuk pasien. Tapi, alat ini hanya digunakan saat tenaga medis merawat pasien biasa yang tidak dicurigai Covid-19. Sementara, untuk menangani pasien yang diduga terinfeksi Covid-19, tenaga medis menggunakan alat pelindung diri (APD) coverall.

APD dari Kantong Sampah

Kisah yang tak jauh meda mengharukan juga terjadi di rumah sakit-rumah sakit di luar negeri. Seiring dengan angka kematian yang terus melonjak, rumah sakit di Inggris sedang bekerja keras untuk membuat tempat perawatan yang lebih intensif bagi mereka yang sakit kritis.

Beberapa petugas medis di Inggris mengungkapkan kepada BBC terkait minimnya peralatan di rumah sakit mereka. Karena diwanti-wanti untuk tidak berbicara kepada media, mereka enggan untuk berbicara secara terbuka. Akan tetapi, salah satu dokter unit perawatan intensif di Midlands berkenan untuk diwawancara. BBC setuju untuk mengubah nama untuk melindungi identitasnya.

Dokter Roberts menggambarkan rumah sakitnya dalam kondisi kacau balau. Unit perawatan intensif sudah penuh dengan pasien virus corona (Covid-19). Semua operasi yang dianggap tidak mendesak, bahkan klinik kanker, telah dibatalkan. Terdapat kekurangan staf, kurangnya tempat tidur perawatan kritis, kekurangan antibiotik dan ventilator.

Semua ini, dikombinasikan dengan ketidakpastian yang membayangi tentang apa yang akan menjadi puncak kasus Covid-19 yang diperkirakan akan melanda Inggris sekitar 14-15 April, staf rumah sakit sudah merasakan tekanan.

Namun, tidak ada yang dijelaskan oleh dokter Roberts yang sama mengkhawatirkannya dengan kenyataan bahwa para profesional medis ini, yang terus merawat pasien yang kritis selama 13 jam setiap hari, harus menggunakan alat pelindung diri (PPE) dari kantong limbah klinis, celemek plastik dan kacamata ski yang dipinjam.

BBC Dokter Roberts membantu koleganya mengikat kantong sampah plastik di kepala mereka

 

Di saat masyarakat umum berupaya untuk menjaga jarak sosial sepanjang dua meter, banyak petugas medis diharuskan untuk memeriksa pasien yang diduga terjangkit virus corona dalam jarak 20 cm, tanpa perlindungan yang layak.

Dengan potensi implikasi yang fatal, dokter Roberts mengatakan beberapa departemen di rumah sakitnya kini khawatir atas apa yang akan datang berikutnya, mereka kini sudah mulai menimbun alat perlindungan diri (APD) untuk diri mereka sendiri.

“Itu untuk tujuan pragmatis. Para perawat di unit perawatan intensif membutuhkannya sekarang. Mereka melakukan prosedur yang berpotensi tertular virus. Namun mereka diberitahu untuk menggunakan pakaian perlindungan diri yang memiliki lubang, dan tidak disediakan perlindungan apa pun.

“Itu salah. Dan karena itulah kami mengenakan kantong sampah dan celemek di kepala kita”.

Pemerintah Inggris menyadari masalah distribusi peralatan medis ini, namun tim pasokan nasional yang didukung oleh militer kini tengah “bekerja sepanjang waktu” untuk mengirimkan peralatan.

Itulah sejumlah fakta di lapangan. Para dokter dan tenaga medis menjadi garda terdepan dalam menangani wabah Covid 19. Karena begitu dahsyatnya penyebaran virus ini, maka sangat penting untuk dipatuhi himbauan pemerintah kepada rakyatnya untuk tetap tinggal di rumah agar tak tertular. (Abdul Kholis)

Tinggalkan Balasan