Moeldoko & Goenawan Mohamad Kolaborasi?

MATRANEWS.id -Sastrawan Goenawan Mohamad menggelar sebuah pameran lukisan, kemudian yang hadir malah tentara semacam Moeldoko. Maka, kolaborasi itu tak sekedar pencinta seni, tapi mengalir citarasa lain.

Pameran kolaborasi yang dibuka oleh Ir Ciputra yang dikenal sebagai kolektor seni bagi karya-karya Hendra Gunawan. Pameran kolaboratif itu menampilkan 200 karya di atas kertas dan kanvas yang terdiri dari lukisan dan karya instalasi.

Bukan sesuatu yang mudah seorang tentara untuk berbicara tentang sebuah karya seni. Namun, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko membuktikan ia larut dan menikmati karya kolaborasi bertajuk 57 x 76 Hanafi – Goenawan Mohamad di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta.

Dalam sambutannya di hadapan hadirin di halaman terbuka Moeldoko menyampaikan, kedua perupa telah mewujudkan kolaborasi dengan sangat baik. Kolaborasi batin 2 empu antara GM dan Hanafi. “Keduanya telah merendahkan hatinya, untuk membuat kesetaraan sehingga terjadi percakapan-percakapan yang indah yang lantas melahirkan simbol-simbol baru,” papar Moeldoko.

Ia lantas mengartikan angka 57 + 76, yang jika dijumlahkan menjadi 133. Dan jika angka 2018 dikurangi dengan 133 menjadi 1885. Seperti diketahui, pada tahun itu seorang perupa dari Prancis telah membawa patung liberty ke Amerika.

Secara faktual patung ini pada satu sisi membawa obor kebebasan, sementara di tangan yang lain, membawa konstitusi negara. Sebuah makna, di mana nilai-nilai konstitusi selalu melekat di dada setiap warga Amerika.

Kembali ke seni instalasi yang dipamerkan, Moeldoko tertarik pada seni instalasi payung yang juga bisa dipandang sebagai sebuah tongkat. Maknanya, payung bisa sebagai pegangan. Seperti bangsa Indonesia yang butuh pegangan yang kuat.

Pegangan menjadi penting, lantaran sebagai bangsa, sedikit limbung, salah satunya oleh maraknya hoaks yang membawa masyarakat Indonesia gamang terhadap pegangan yang ia miliki.

“Untuk itu, melalui seni seperti yang akan kita lihat, kita berharap ada sebuah nilai-nilai baru yang kita yakini, bahwa konsensus dasar yang dilahirkan oleh para pendiri bangsa adalah keyakinan yang harus kita perkuat dari waktu ke waktu,” terang Moeldoko.

Lebih lanjut Kastaf lantas menggambarkan bagaimana Presiden Jokowi telah melakukan apa yang menjadi bagian dari simbol-simbol tadi, di mana Presiden menjadi payung pelindung bagi bangsanya. Contohnya adalah pemberlakuan BBM satu harga untuk melindungi masyarakat yang ada di paling ujung.

“Agar mereka merasakan hadirnya sebuah negara di sana. Hadirnya sebuah keadilan yang sama. Sebuah pembangunan infrastruktur untuk mewujudkan konektivitas,” ungkapnya tentang pameran yang ditutup 2 Juli 2018 yang lalu.

baca juga: Wawancara Moeldoko di majalah MATRA cetak (print) – klik ini

Tinggalkan Balasan