Momentum Membenahi Pasar

foto: istimewa

MATRANEWS.id — Ketika air kolam terkuras, semua menjadi kasat mata. Yang berpakaian dan yang telanjang, semuanya terlihat. Tak ada yang bisa ditutup-tutupi lagi.

Inilah perumpamaan yang dikemukakan Warren Buffett, super investor kelas dunia, yang kini memiliki kekayaan sekitar US$ 90 miliar dari pasar saham.

Virus korona yang mengguncang pasar saham dunia dan kasus JS Saving Plan yang ikut merontokkan harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) merupakan dua kekuatan yang menyebabkan air kolam di pasar modal menyusut.

Di saat pasang surut, semua “pelanggaran” bahkan “kejahatan” di pasar modal yang selama ini ditutup-tutupi menjadi terang-benderang tampak di permukaan.

Dampak isu virus korona tidak akan terlampau besar jika kondisi ekonomi domestik solid dan tidak didera masalah. Tapi, pada waktu bersamaan, pasar modal Indonesia dilanda masalah serius.

Pertama, terungkapnya kasus JS Saving Plan, produk investasi PT Jiwasraya, asuransi jiwa milik negara. Nasabah yang membeli produk ini tidak bisa mendapatkan dananya pada saat jatuh tempo.

Saving plan adalah produk legal di bisnis asuransi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan izin ke banyak perusahaan asuransi. Tapi, JS Saving Plan menggaransi return hingga 13% atau dua kali bunga deposito.

Penempatan dana nasabah di pasar modal tidak dilakukan dengan proper. Banyak hanky-panky yang dilakukan oknum pejabat bagian investasi Jiwasraya dengan emiten tertentu, manajer investasi, dan perusahaan sekuritas tertentu.

Kedua, pemblokiran sekitar 800 rekening perusahaan sekuritas dan manajer investasi yang terlibat kasus JS Saving Plan.

Akibat pemblokiran rekening oleh Kejaksaan, aliran dana terhambat. Banyak transaksi yang tak bisa diselesaikan. Para pelaku pasar yang dicap manipulator dan predator menekan pasar dengan aksi jual.

Tindakan Kejaksaan untuk memblokir rekening manajer investasi dan perusahaan sekuritas diperlukan untuk penelusuran transaksi yang menyimpang. Tapi, untuk kegiatan transaksi di pasar modal, langkah ini mengeringkan likuiditas di pasar saham. Nilai transaksi per hari terus menurun.

Ketiga, gagal bayar sejumlah perusahaan asuransi kepada nasabah ikut menekan pasar saham di BEI. Perusahaan asuransi bermasalah itu menempatkan dana investasi di instrumen saham dan reksadana.

Untuk membayar dana nasabah yang jatuh tempo terjadi tekanan jual. Saat ini, nasabah melakukan redemption dan asuransi tak mampu membayar.

Dalam sepekan terakhir, 10-14 Februari 2020, indeks harga saham gabungan (IHSG) di BEI tergerus 2,21%, jatuh ke level 5.866,945.

Nilai kapitalisasi pasar selama periode yang sama terpangkas 2,19% menjadi Rp 6.781,861 triliun. Sepanjang tahun 2020, IHSG tergerus 432,59 poin atau 6,87%.

Dampak virus korona cukup serius setelah pemerintah RRT mengumumkan sejumlah dokter dan paramedis meninggal karena merawat korban korona. Jumlah korban meninggal pun sudah menembus 1.700 orang.

Setidaknya, virus korona menurunkan pertumbuhan ekonomi Tiongkok hingga kuartal kedua dan paling berat adalah kuartal pertama yang berakhir, Maret 2020.

Penurunan ekonomi RRT memukul ekonomi dunia, termasuk AS dan Indonesia. Jika pada kasus virus SARS, yang juga bermuda di Tiongkok, 2002-2003, kontribusi ekonomi negeri Tirai Bambu terhadap perekonomian global baru sebesar 4%, kini kontribusi perekonomian RRT terhadap ekonomi dunia sudah mencapai 17%.

Tahun ini, laju pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang semula diperkirakan 6% direvisi turun ke level 5-5,5%. Laju pertumbuhan ekonomi AS sekitar 1,8%, turun dari perkiraan awal sebesar 2,3%. Sedang pertumbuhan ekonomi global diperkirakan sekitar 3,4%, turun dari prediksi awal 3,6%.

Bahaya virus korona telah merontokkan harga saham di bursa dunia. RRT pekan lalu menurunkan dana untuk membeli saham-saham yang turun terlalu terjal. Sedang AS mulai memompakan dana untuk menambah likuditas perekonomian, suatu kebijakan yang acap disebut quantitative easing.

Jatuhnya harga saham di BEI tidak akan terlalu dalam jika di dalam negeri tak ada masalah serius. Tapi, faktanya, di dalam negeri ada tiga masalah besar yang sedang mendera, yakni kasus gagal bayar program investasi JS Saving Plan PT Jiwasraya, pemblokiran 800 rekening manajer investasi dan sekuritas sebagai dampak dari hanky-panky di investasi JS Saving Plan, dan gagal bayar serta gelombang redemption yang dialami sejumlah perusahaan asuransi.

Kinerja fundamental emiten yang tercatat di BEI umumnya bagus. Setelah meraih laba tahun 2019, perusahaan publik ini diperkirakan tetap membukukan peningkatan laba tahun ini. Banyak emiten di BEI yang menjadi market leader di bidangnya.

Selain menempati peringkat pertama, setidaknya top ten di setiap sektor sudah menjadi emiten di BEI. Harga saham emiten berkinerja bagus dan berprospek cerah sudah cukup murah seperti terlihat pada price earning ratio (PER) di bawah 10 kali.

Pasang surut adalah saat yang tepat untuk membenahi kondisi pasar modal dan dunia finansial Indonesia yang agak karut-marut. Terlalu banyak celah bagi manipulator dan predator untuk meraup untung lewat cara melawan hukum dan tidak bermoral. Ulah mereka meruntuhkan kepercayaan masyarakat Indonesia dan investor asing terhadap pasar modal domestik.

Kita mengapresiasi rencana OJK untuk membentuk satuan tugas atau task force yang berisikan perwakilan sejumlah Self Regulatory Organization (SRO) dan pelaku pasar dalam menghadapi berbagai polemik tentang pasar modal. Opini masyarakat terhadap pasar modal dan asuransi, juga terhadap kinerja manajer BEI dan OJK, sedang buruk.

Tapi, yang dibutuhkan masyarakat, dalam dan luar negeri, bukan hanya kepiawaian menjawab pertanyaan publik tentang sejumlah kasus yang menerjang pasar modal dan dunia finansial.

Yang diharapkan publik, terutama para investor dan nasabah asuransi adalah, pertama, penyelesaian yang adil terhadap semua kasus yang sedang terjadi. Kedua, peningkatan pengawasan oleh BEI dan OJK agar berbagai kasus yang merugikan investor dan nasabah bisa dicegah.

Saat ini –ketika pasar melemah, investor dan nasabah panik dan gelisah– adalah waktu yang tepat untuk membenahi pasar modal dan dunia finansial.

#penulis adalah jurnalis senior dan pengamat pasar modal

Tinggalkan Balasan