Kolom  

Penyalahguna seperti Jennifer Jiil dengan BB Sabu 0,3 gram Wajib Dihukum Rehabilitasi

Oleh: Dr Anang Iskandar SH, MH (Aktivis anti narkoba/kolomnis)

Kepemilikan sabu untuk dikonsumsi seberat 0,3 gram tidak layak didakwa sebagai pengedar dan dihukum penjara.

Proses pengadilan perkara kepemilikan narkotika jenis sabu dengan barang bukti seberat 0,3 gram, untuk dikonsumsi atau digunakan sendiri secara tidak sah dan melanggar hukum yang dilakukan oleh Jennifer Jill, sedang digelar di pengadilan,

Jennifer didakwa pasal 112 dan pasal 127, bila Jennifer terbukti sebagai sebagai penyalah guna (pasal 127/1), dan tidak terbukti sebagai pengedar (pasal 112), hakim wajib (pasal 127/2) memperhatikan penggunaan kewenangannya berdasarkan pasal 103/1.

Kewenangan tersebut menyatakan hakim yang memeriksa perkara pecandu dapat memutuskan terdakwa menjalani rehabilitasi jika terbukti bersalah atau menetapkan terdakwa menjalani rehabilitasi jika tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika.

Saya pernah mendapatkan pertanyaan dari kolega penegak hukum, kewenangan hakim tersebut kan berkaitan dengan perkara pecandu bukan perkara penyalah guna narkotika ?

Iya, benar tapi tahukah Anda bahwa perkara pecandu itu adalah perkara penyalah guna dan dalam keadaan ketergantungan (pasal 1/15).

Jadi, perkara pecandu adalah perkara penyalah guna dengan keterangan ahli bahwa penyalah guna dalam keadaan ketergantungan narkotika.

Kenapa Hakim Wajib Menjatuhkan Hukuman Rehabilitasi ?

Karena tujuan dibuatnya UU narkotika dinyatakan secara ekplisit menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial bagi penyalah guna dan pecandu (pasal 4d), bila memeriksa perkara menggunakan atau mengkonsumsi narkotika, hakim diberi kewajiban untuk memperhatikan kondisi terdakwa, unsur pemaaf dari UU narkotika terhadap penyalah guna dan menggunakan kewenangan menghukum rehabilitasi (pasal 127/2).

Artinya UU narkotika memberi kewenangan kepada hakim pada semua tingkatan untuk merestorative proses pengadilan bagi terdakwa perkara penyalahgunaan narkotika dengan hukuman berupa rehabilitasi

Itu sebabnya bentuk hukuman bagi pelaku penyalah guna seperti Jennifer dan penyalah guna lainnya meskipun diancam secara pidana, namun berdasarkan UU narkotika bentuk hukumannya adalah menjalani rehabilitasi (pasal 103/2).

Kalau di pengadilan Jennifer Jiil terbukti mendapatkan keuntungan atas kepemilikan narkotika, baik keuntungan dari menjual narkotika atau Jiil menjadi anggota sindikat narkotika internasional atau anggota jaringan peredaran gelap narkotika di indonesia, saya setuju Jiil dihukum dengan pidana berat.

Tetapi kepemilikan sabu sejumlah 0,3 gram mengindikasikan bahwa Jill adalah penyalah guna, dia melanggar kepemilikan narkotika untuk digunakan sendiri, dia patut dihukum tetapi bukan dihukum penjara melainkan dihukum menjalani rehabilitasi.

Penerapan Pasal Bagi Penyalahguna

Proses penyidikan dan penuntutan terhadap perkara kepemilikan narkotika secara tidak sah dan melanggar hukum, dengan jumlah terbatas (di bawah 1 gram sabu) tujuannya untuk dikonsumsi atau digunakan sendiri seperti perkara Jennifer merupakan perkara penyalahgunaan narkotika.

Pelakunya disebut penyalah guna narkotika, dalam UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika, penyalah guna diancam hanya dalam satu pasal yaitu pasal 127/1.

Terhadap perkara narkotika untuk dikonsumsi dan jumlah barang buktinya terbatas maka pertanyaan baku yang harus ditanyakan kepada penyalah guna adalah :

Apakah penyalah guna untuk pertama kali menggunakan narkotika karena dibujuk, dirayu, ditipu atau diperdaya dan dipaksa menggunakan narkotika.

Apakah Penyalahguna Sering atau Rutin Mengkonsumsi Narkotika ?

Penyalah guna narkotika yang menggunakan narkotika karena dibujuk ditipu, dirayu, diperdaya atau dipaksa menggunakan narkotika untuk pertama kali disebut korban penyalahgunaan narkotika (penjelasan pasal 54). Penyalah guna yang masuk katagori ini wajib menjalani rehabilitasi.

Penyalahguna yang sering atau rutin menggunakan narkotika sehingga kondisinya dalam keadaan ketergantungan narkotika disebut pecandu. Penyalah guna yang masuk katagori ini juga wajib menjalani rehabilitasi (pasal 54).

Penyalah guna seperti Jennifer dalam pemeriksaannya positif menggunakan narkotika sebutannya menjadi pecandu atau korban penyalahgunaan narkotika tergantung riwayat pemakaiannya.

Penerapan pasal dalam perkara penyalah guna seperti Jenniver tersebut, dalam proses penyidikan atau dakwaan hanya dengan pasal tunggal yaitu 127/1 , tidak boleh di-juntokan dengan pasal yang diperuntukan bagi pengedarnya (pasal 112) karena tidak ada hubungan antara pengedar sebagai pelaku kejahatan narkotika dengan penyalah guna sebagai korban kejahatan narkotikanya.

Upaya Paksa Bagi Penyalahguna

Kalau penerapan pasal bagi perkara penyalahgunaan narkotika benar, maka penyalah guna seperti Jennifer upaya paksa nya tidak memenuhi sarat dilakukan penahanan (pasal 21 KUHAP).

Karena tujuan UU adalah menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial bagi penyalah guna dan pecandu maka selama proses penyidikan, penuntutan dan pengadilan upaya paksanya berupa penempatan kedalam lembaga rehabilitasi (pasal 13 PP 25/2011). Masa menjalani upaya paksa berupa rehabilitasi diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.

Tempat menjalani upaya paksanya tersebut di rumah sakit atau lembaga rehabilitasi yang ditujuk pemerintah yaitu rumah sakit atau Lembaga rehabilitasi medis yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan sedangkan lembaga rehabilitasi sosial ditunjuk oleh Menteri sosial.

Kewenangan menempatkan penyalah guna kedalam lembaga rehabilitasi merupakan upaya paksa yang relatif baru yang diberikan kepada penyidik, penuntut umum dan hakim berdasarkan pasal 13 PP 25 tahun 2011 tentang wajib lapor pecandu.

Nah, upaya paksa model ini yang tidak dikenal atau tidak dikenalkan dilingkungan penyidik dan penuntut umum dan hakim sehingga membuat bingung masarakat dan pencari keadilan.

Oleh karena perlu dibuatkan Peraturan Pemerintah tentang penyidikan dan penuntutan perkara penyalahgunaan narkotika agar sinkron penerapan pasalnya, upaya paksa dan bentuk penjatuhan hukuman, tidak seperti yang dialami oleh Jennifer ditingkat penyidikan ditempatkan dilembaga rehabilitasi tetapi dituntut dan didakwa sebagai pengedar (pasal 112), ditingkat penuntutan dilakukan penahanan.

Nah ini Menjadi Teka-Teki Bagi Masyarakat

Apa bentuk hukumannya bagi perkara seperti Jennifer Jill. Di penjara atau di rehabilitasi?

Saya menyarankan kepada Kapolri dan KA BNN sebagai atasan penyidik, Jaksa agung sebagai atasan penuntut umum dan Ketua MA sebagai atasan hakim dan Menteri Kesehatan sebagai menteri yang bertanggung jawab masalah narkotika, dan pelaksana hukuman rehabilitasi, ngopi bareng sambil membahas penyalah guna dalam proses penegakan hukum, penerapan pasal dan upaya paksanya.

Dan pada gilirannya, hakim berkewajiban untuk menjatukan hukuman rehabilitasi, dimana tempat pelaksanaan rehabilitasinya nya ditentukan UU di rumah sakit atau lembaga rehabilitasi yang ditujuk.

Kalau ini terjadi dan dilaksanakan saya yakin masalah penyalahgunaan narkotika akan menurun darurat narkotika secara bertahap dapat diatasi.

Salam anti penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, rehabilitasi penyalah gunanya dan penjarakan pengedarnya.

 

Penulis adalah Purnawirawan perwira tinggi Polri, mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri dan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN).  Aktivis anti narkoba yang  berpengalaman dalam bidang reserse.  Penulis buku kelahiran Mojokerto, 18 Mei 1958. 

Tinggalkan Balasan