Peter Gontha: Mana Dirut Angkasa Pura 2?

“Saat ijin penerbangan dibuka, semua membawa surat keterangan sehat, semua membeli tiket pulang pergi, semua pakai masker, tapi perusahaan penerbangan tidak mengikuti ketentuan.”

MATRANEWS.id — “Inilah bangsa kita! Inilah petugas bandara kita! Inilah pengatur negara kita, pimpinan maksud baik. Pelaksanaannya asal-asalan,” ujar Peter F. Gontha mengkritisi kebijakan larangan mudik Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriyah/2020 dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19.

Saat ijin penerbangan dibuka, semua membawa surat keterangan sehat, semua membeli tiket pulang pergi, semua pakai masker, tapi perusahaan penerbangan tidak mengikuti maksimum, ada lebih 50% pengisian pesawat. ”Semua tidak disiplin dalam antri dan menjaga jarak,” papar PFG, yang mantan Duta Besar Indonesia untuk Polandia itu.

“Sedih melihatnya, mana Dirut Angkasa Pura 2. Mana pimpinannya? Gaji besar, tapi rasa tanggung jawab zero. Sebentar lagi yang disalahkan Presiden, Menhub atau Menteri BUMN,” demikian Peter Gontha mewakili masyarakat netizen.

Jika merujuk ketentuan pemerintah, yang dilarang adalah pemudik. Sementara apabila bertujuan pulang kampung karena ada urusan kedaruratan, seperti tidak memiliki pekerjaan ataupun tempat tinggal, tetap bisa diizinkan. Hanya, warga bersangkutan wajib mengantongi beberapa syarat untuk berangkat.

Sejumlah perangkat kelurahan di DKI Jakarta kebingungan menghadapi pertanyaan warga yang hendak mengajukan surat keterangan untuk mudik ke kampung halaman. Meskipun praktiknya banyak yang mengaku belum mendapat arahan yang jelas soal larangan mudik itu.

Banyak warga yang datang ke kelurahan untuk bertanya tentang prosedur mudik, sebab, sebagian warga menyebut ada pengecualian bagi warga yang hendak mudik terutama dalam kondisi darurat.

Dalam rangka percepatan penanganan Covid-19, disebutkan ada pengecualian larangan mudik. Yakni, perjalanan orang yang bekerja pada lembaga pemerintah atau swasta yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan, percepatan penanganan Covid-19, kebutuhan pasar, pendukung layanan dasar, pertahanan keamanan, dan fungsi ekonomi penting.

Selain itu, pengecualian larangan mudik juga mencakup pasien yang membutuhkan layanan kesehatan darurat atau perjalanan orang yang anggota keluarga intinya sakit keras atau meninggal dunia.

Namun, warga yang mendapat pengecualian itu juga harus memenuhi persyaratan, salah satunya menunjukkan hasil negatif Covid-19 berdasarkan tes PCR atau Rapid Test. Surat keterangan sehat itu dari Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, Puskesmas atau Klinik Kesehatan.

Selain itu, dalam surat edaran disebutkan, bagi yang tidak mewakili lembaga pemerintah atau swasta harus membuat surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai dan diketahui oleh Lurah/Kepala Desa Setempat.

“Beberapa waktu terakhir, kami mendapatkan kesan seolah-olah masyarakat boleh mudik dengan syarat tertentu atau adanya kelonggaran. Saya Tegaskan. Tidak ada perubahan peraturan tentang mudik. Artinya Mudik Dilarang. Titik! Saya tegaskan sekali lagi. Mudik dilarang, Titik!,” tegas Doni.

Kata Doni, dasar penerbitan Surat Edaran tersebut juga mengingat beberapa persoalan yang tidak diinginkan meliputi terhambatnya pelayanan percepatan penanganan Covid-19 dan juga pelayanan kesehatan, seperti pengiriman alat kesehatan yang sulit menjangkau seluruh wilayah.

Pemerintah juga tidak ingin kemudian mobilitas pekerja harian lepas seperti petani dan peternak juga terhambat. Kebutuhan dasar masyarakat harus dapat terpenuhi dengan mudah sehingga masyarakat juga terjamin dalam pemenuhan gizi untuk menjaga imunitas tubuh.

Dalam hal ini, Gugus Tugas memberikan pengecualian untuk bisa melakukan kegiatan yang berhubungan dengan penanganan Covid-19 di antaranya; Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, Polri, Pegawai BUMN, Lembaga Usaha, NGO yang semuanya berhubungan dengan penanganan Covid-19. Termasuk bagi masyarakat yang mengalami musibah dan kemalangan serta repatriasi WNI yang kembali ke tanah air.

Tinggalkan Balasan