Presiden Jokowi Tak Datang Ke Kediri Karena Mitos Wingit, Akan Dilengserkan Jika Ke Sana

MATRANEWS.id — Ramai dan menjadi pembicaraan, tatkala disebut seorang menteri melarang Presiden Jokowi untuk datang ke Kediri, Jawa Timur.

Pasalnya, menteri itu sangat ingat sekali, saat  Gus Dur usai berkunjung ke Lirboyo, tidak begitu lama, gonjang-ganjing di Jakarta.

Setelah bertandang ke Kediri, Gus Dur dilengserkan dari kursi presiden.

“Saya masih ingat, karena percaya atau tidak percaya, ” ujar politisi partai ini, memberikan alasan.  Jadi,  “Ngapunten (mohon maaf) Kiai. Saya termasuk orang yang melarang Pak Presiden berkunjung di Kediri.”

Uniknya, mitos yang dialami Gus Dur itu tidak berlaku bagi wakil presiden, karena mitos angker itu hanya untuk Presiden.

Menanggapi itu, Pengasuh Ponpes Lirboyo, KH. Abdullah Kafabihi Mahrus pun bersuara. Kiai Kafabihi Mahrus menjelaskan, Kediri memang daerah wingit (angker) untuk presiden.

Meskipun begitu, kata dia, ada trik supaya presiden yang berkunjung ke Kediri aman-aman saja, yaitu ziarah dan berdoa di Makam Syekh Al Wasil Syamsudin dan Mbah Wasil Setono Gedong.

“Jadi saat berkunjung ke Kediri, berziarah dan berdoa di Makam Syekh Al Wasil Syamsudin, Mbah Wasil Setono Gedong, Kota Kediri. Kenapa demikian, karena Mbah Wasil merupakan penyebar agama Islam jauh sebelum para wali,” ujar Kiai Kafabihi Mahrus.

Mitos angkernya Kediri ini memang dipercaya masyarakat Kediri dan Jawa pada umumnya.

Konon, mitos yang berkembang di tengah masyarakat setempat, bila presiden RI berkunjung ke daerah itu bakal lengser.

Entah karena kebetulan atau tidak, tapi beberapa presiden yang berkunjung ke Kediri–sebelum Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)–selalu lengser.

Presiden Soekarno, BJ Habibie dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur), lengser setelah tak lama berkunjung ke kota tahu itu. Bahkan sepanjang pemerintahannya selama 32 tahun, Soeharto tidak pernah menginjakkan kaki ke Kediri.

Dalam riwayat Babat Kadhiri, konon terdapat kutukan pada kerajaan Kediri tatkala terlibat dalam peperangan dengan musuh.

Bunyinya, “Jika pasukan Kediri menyerang musuh di daerah lawan lebih dulu akan selalu memenangkan pertempuran, akan tetapi sebaliknya jika musuh langsung menyerang ke pusat kerajaan Kediri lebih dulu maka musuh itu akan selalu berhasil memperoleh kemenangan yang gemilang.”

Barangkali karena kutukan itulah konon para presiden RI selalu menghindari untuk singgah ke kota Kediri dalam setiap perjalanan di wilayah Jawa Timur.

Ada yang menafsirkan, tatkala presiden berani singgah ke Kediri, maka posisi mereka bakal mudah diserang oleh musuh atau lawan politiknya.

Namun kisah tutur masyarakat setempat mengaitkan kutukan itu dengan tempat, misalnya Simpang Lima Gumul di Kediri, yang dipercaya sebagai pusat Kerajaan Kediri.

Sementara kisah lain mengaitkan mitos dengan kutukan Sungai Brantas yang menjadi tapal batas Kerajaan Kediri, yakni bila ada raja, kini disebut presiden, masuk ke Kediri melewati Sungai Berantas maka akan lengser.

Boleh percaya boleh tidak, tapi Presiden SBY pernah mendengar cerita itu, dan untuk menghormatinya memilih melewati jalan melingkat lewat Blitar sebelum ke Kediri menemui korban letusan Gunung Kelud.

“Kemarin saya mau ke Kediri, sms masuk luar biasa, Pak SBY jangan ke kediri nanti Anda jatuh,” kata Presiden SBY saat membuka Musyawarah Nasional FKPPI, di Caringin Bogor, 29 Oktober 2007.

Kabupaten yang memiliki mitos mirip adalah Bojonegoro. Konon, dari enam presiden di Indonesia, hanya Soekarno yang pernah menginjakkan kaki di daerah yang lekat dengan legenda Angling Dharma itu.

“Tidak ada satu presiden yang menginjakkan kakinya di sini. Tidak tahu kenapa,” kata Gus Mul, salah seorang tokoh masyarakat di Bojonegoro saat berbincang dengan merdeka.com Senin lalu.

Namun, dari cerita yang dia tahu, ada mitos yang beredar di kalangan masyarakat bahwa jika presiden mampir di Bojonegoro, dia akan turun dari tahta. Sebagai seorang tokoh pemuka agama, Gus Mul mengenyampingkan mitos tersebut. “Itu hanya mitos. Kalau mau datang ya datang saja,” ujar Gus Mul.

Memang belum banyak fakta mitos ini terjadi di Bojonegoro.

Namun agaknya kisah tutur masyarakat setempat memang ada, misalnya orang-orang tua dulu yang menyebut pantang dalam peperangan lebih dulu menyeberangi bengawan sore (sekarang bengawan Solo). Barang siapa yang menyeberang lebih dulu pasti bakal kalah.

Kisah ini terbukti dalam kisah peperangan hebat di bengawan Solo yang menewaskan Arya Penangsang alias Aryo Jipang, penguasa Kadipaten Jipang.

Arya Penangsang tewas bersama kudanya si Garak Rimang, setelah dikeroyok prajurit Sultan Pajang, Sultan Hadiwijaya alias Maskarebet atau Jaka Tingkir.

Dalam cerita buku Babad Tanah Jawi yang disusun oleh W.L. Olthof di Leiden, Belanda pada 1941, untuk membunuh Arya Penangsang yang pemberang itu memang sulit karena kesaktiannya tiada tanding. Namun akhirnya Arya Penangsang mati dicacah pedang dan tombak setelah dia melanggar kutu

Ada yang menyebut, ada kaitannya dengan keberadaan petilasan makam Prabu Jayabaya, yang terletak di Desa Pamenang, Kecamatan Pagu. Kompleks yang menjadi petilasan atau jejak Raja Kadiri ini dikeramatkan. Banyak pengunjung setiap harinya.

“Satu-satunya presiden yang berani ke sini untuk membuktikan hanyalah Gus Dur. Beliau akhirnya lengser juga sebelum masa jabatannya habis. Kalau sedang menjabat pasti runtuh. Karena Sri Aji Jayabaya tak mau disaingi,” kata Suratin, Juru Kunci Sendang Tirta Kamandanu yang terletak di Kompleks Makam Sri Aji Jayabaya.

Selain itu, mitos ini juga ada kaitannya dengan Kali Brantas, sungai yang membelah sejumlah wilayah Jawa Timur, termasuk Kediri. Barang siapa pemimpin yang berani nyeberang sungai ini, katanya tak lama kemudian, pemimpin itu lengser.

Ki Dalang Rohmad Hadiwijoyo menilai, cerita soal keangkeran Kediri bagi para presiden hanya mitos belaka. “Nggak, mitos saja itu. Kediri itu kan tempatnya Jayabaya. Jayabaya itu pujangga peramal masa depan saja. Tak benar ada keyakinan seperti itu,” ujar Ki Rohmad kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.

Di alam demokrasi modern seperti ini, kata Rohmad, mitos seperti ini sudah tidak jaman dan relevan. Jalan turunnya presiden atau pergantian tampuk kepemimpinan adalah pemilihan umum sesuai konstitusi. Kalaupun ada mekanisme impeachment, itupun syaratnya berat, prosesnya sulit dan panjang.

Di jagad Twitter, sejumlah netizen merespon larangan sang menteri yang bernama Pramono Anung kepada Jokowi datang ke Kediri.

Sekretaris Kabinet (Seskab) menyarankan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak berkunjung ke Kediri, Jawa Timur.

Netizen komen:  “Believe or not. Ada 2 kota Kediri & Bojonegoro tak akan berani injak para presiden RI. Mitos dari Sukarno tak akan ada yang berani karena menurut cerita, kota ini lebih tua dari Tiongkok bahkan Mesir SM 3100. Gus Dur pernah melawan mitos itu. We’ll see, beliau “dilengser’in”. Wallahualam bisawab.”

MATRA ADS

Tinggalkan Balasan