viral  

Dilema Profesi Yang Sangat Berat, Hadapi Penyebaran Virus Covid-19

MATRANEWS.id — Laporan stringer majalah MATRA menjadi viral: “Lesson From Wuhan.”

Ada seorang dokter yang memberi kesaksian, mereka yang disebut tenaga medis, maju ke depan melawan wabah di Wuhan.  Tanpa ragu semua tenaga medis bergabung ke dalam medan perang, tanpa asap senapan.

Tanpa ragu, masih dalam kesaksian para dokter itu, mereka melakukan langkah rasional ke daerah isolasi penyakit yang paling berbahaya. “Walau kami hanyalah manusia dan bukan malaikat,” paparnya.

Menghadapi covid-19 yang merupakan wabah (tha’un). “Kami adalah prajurit, yang berkewajiban maju ke depan, dengan darah dan daging,”  dokter itu bercerita.

Bagaimana di TKP (tempat kejadian perkara), melawan wabah penyakit yang ingin merebut nyawa seseorang dari cengkraman malaikat maut. Situasinya betul-betul tak terduga, merasakan keterbatasan fisik.

Dokter dan perawat harus puasa, tidak makan dan minum selama delapan, jam agar tidak buang air besar dan kecil.

“Karena begitu baju pelindung dibuka, harus dibuang, sedangkan persediaan baju pelindung sangat minim,” jelas sang dokter yang mengaku rata-rata “pendekar kesehatan” pada bagian wajahnya, timbul guratan bekas kacamata pelindung.

Pada era isolasi, pakaian betul-betul sangat tebal dan ketat. Masker harus pakai dua lapis, demikian juga pembungkus sepatu. Sarung tangan pakai lima lapis.

Di bagian luar kaca mata pelindung, masih harus pasang masker pelindung. Setiap lima jam sebagai satu shift. Setelah memakai pakaian pelindung, “Kami tidak bisa makan, minum atau ke toilet.”

Ada juga dokter yang jari tangannya terluka, setelah dibungkus rapat dengan kantong plastik kembali ke tempat berjuang ke garda depan. Sudah teramat capek, badan sudah hampir ambruk.  Setelah masuk daerah penyangga dan minum seteguk air, kembali masuk ke daerah isolasi kembali bekerja.

Masih banyak cerita human interest lain, seperti misalnya, ketika mereka melepaskan pakaian pelindung. “Pakaian di dalam kami, basah kuyub seluruhnya,” ujar sang dokter berkisah.

Rumah yang menurut banyak orang diisolasi membosankan, bagi tenaga medis dan petugas kesehatan yang berjuang melawan wabah adalah sesuatu yang dirindukan. “Kami ingin pulang, tapi tak bisa pulang,” ujarnya membuat banyak orang merenung.

Situasi mirip, dialami pengorbanan para tenaga medis di Indonesia. “Jangan sia-siakan air mata kami,” pesannya mengingatkan. Kalau di Wuhan bisa memakai baju berlapis-lapis, untuk di negara kita persediaan baju pelindung sangat minim. Satu lapis, itupun sangat terbatas.

Jadwal tenaga kesehatan juga harus difasilitasi guna memastikan ketersediaan waktu istirahat dan pemulihan tenaga. Penerapan protokol harus lebih ketat dengan tujuan melindungi tenaga kesehatan dari penularan.

Para tenaga kesehatan perlu mendapatkan insentif dan apresiasi sebagai pasukan yang bekerja di garda depan melawan Covid-19. Namun, selain karena faktor kelelahan, mereka harus menghadapi realitas keterbatasan fasilitas RS dan alat pelindung diri (APD).

Mereka seperti Rambo — jagoan dalam film Holywood — yang harus bertempur tanpa senjata dan alat pendukung yang memadai. Sungguh sebuah dilema profesi yang sangat berat. Bukan hanya tragedi atas profesi kedokteran, tapi menjadi tragedi bangsa.

Penyebaran virus corona (Covid-19) semakin meluas. Tidak hanya menyerang masyarakat umum, namun juga tenaga medis terpapar.  Kabar terakhir, ada 25 tenaga medis di Jakarta yang terkonfirmasi positif Covid.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengakui tiga orang anggotanya meninggal dunia karena terpapar virus corona. Dua lainnya dokter senior ahli bedah dr Djoko Judodjoko asal Bogor, dan dr Adi Mirsa Putra juga dinyatakan meninggal dunia.

Selain ketiga dokter itu seorang perawat di RSCM, Jakarta juga dilaporkan meninggal dunia.

Karena itu mereka sangat mendukung dan menyerukan adanya gerakan social distancing (menjaga jarak), menghindari kerumunan, dan mengurangi aktivitas di luar rumah.

Masyarakat harus membantu dengan tidak menyebarkan Covid-19 ini semakin luas. Dengan demikian beban tenaga medis bisa berkurang, bukan bertambah.

Beredar foto-foto tim dokter tenaga medis bertuliskan: “Izinkan kami berjuang di rumah sakit, fasilitas kesehatan, bagian Anda adalah tinggal di rumah.”

baca juga: majalah MATRA edisi cetak — klik ini

 

Tinggalkan Balasan