Refleksi Peter F Gontha Terhadap Tokoh Intelejen Indonesia, Benny Moerdani

*JANGAN PERNAH TINGGALKAN KAPALMU*

🍎Ketika memberi sambutan pada pernikahan putri satu-satunya, Benny Murdani berpesan : ” Apapun yang terjadi, jangan pernah tinggalkan kapalmu. ”

🍎Nasehat itu menjadi pedoman hidupnya sendiri, yang dijalaninya sampai ajal menjemputnya. Kalimat itu berarti kesetiaan tanpa akhir. Semua itu dibuktikannya secara tuntas sampai akhir hayat.

🍎Bahkan ketika pak Harto “mengkotakannya” dan menjadikannya jendral tanpa kekuasaan “militer” sekalipun – ia tetap tak meninggalkan kapalnya – ia tetap setia pada pak Harto.

🍎Menurut catatan penulis biografi – Julius Pour – dalam buku Benny Tragedi Seorang Loyalis – perpecahan Soeharto dan Benny berawal di suatu malam dari sebuah insiden di ruang bilyar di Jalan Cendana, kediaman Soeharto, saat kedua orang kuat di republik ini main bilyar bersama.

🍎Ketika itu Benny mengingatkan Soeharto bahwa untuk pengamanan politik presiden, seluruh keluarga dan presiden harus mendukung dan terlibat. “Begitu saya angkat masalah tentang anak-anaknya tersebut, Pak Harto langsung berhenti main. Segera masuk kamar tidur, meninggalkan saya di ruang bilyar… sendirian,” kata Benny seperti dituturkan oleh dr Ben Mboi, mantan gubernur NTT.

🍎Sejak itu, hubungan harmonis kedua orang kuat Indonesia waktu itu – mulai surut – seiring surutnya karir Benny.

🍎Benny tetap bertahan – dalam arti tetap setia pada pak Harto. Dan ketika Benny sakit parah di RS dan pak Harto yang juga sepuh, lemah setelah lengser mengunjunginya – Benny menangis.

🍎Khususnya ketika pak Harto berkata lirih dalam bahasa Jawa dengan penuh kesedihan : “Kowe pancen sing bener, Ben. Nek aku manut nasihatmu ora koyo ngene” (Memang kamu yang betul, Ben. Kalau saya menuruti nasehatmu mungkin keadaan tidak seperti sekarang). Benny yang sudah sulit bicara karena sakitnya, hanya menangis sesenggukan. Kedua jendral besar yang sudah sepuh dan lemah itu sama-sama mengeluarkan air mata.

🍎Benny, tak pernah dan tak akan pernah meninggalkan kapalnya. Kesetiaan sampai mati, seorang prajurit dan jendral tulen. Jendral Try Sutrisno, tahu pasti hal itu – dan sempat menyampaikannya pada anak-anak pak Harto ketika Benny sudah tiada.

🍎Saya jadi prihatin jika mengingat Benny, terlebih merefleksikannya dengan para pemimpin tanah air sekarang – yang sebagian besar tak kenal dengan kata dan makna kesetiaan. Bagi mereka, kesetiaan itu bisa diinjak di bawah tapak kaki – selama kepentingan, keselamatan dan kenyamanan diri tak terusik.

🍎Mereka demikian mudah meninggalkan kapal dan sumpahnya. Kesetiaan itu tak lebih bernilai dari kepentingan diri dan syahwat kekuasaan. Kesetiaan pada kapal bangsa, rakyat, dan sumpah bisa setiap saat digadaikan demi memuaskan syahwat kekuasaan sekaligus kekayaan duniawi.

🍎Terlepas dari segala kontroversi yang melekat pada dirinya – Benny Murdani – adalah sosok pemimpin sekaligus jendral dengan kelas negarawan. Sampai akhir hayatnya, dia tetap dikenang sebagai manusia yang mengisi hidupnya dengan penuh makna dan kejantanan seorang lelaki.

🍎”Sahabat, jangan pernah meninggalkan kapalmu. Baik kapalmu *pribadi*, kapal *keluargamu* kapal *komitmenmu* yang lain – dan juga kapal *bangsamu*. Kapal besar *NKRI*,

🍎 terlebih ketika *banyak orang jahat* ingin menenggelamkannya sendiri.

 

 

Tinggalkan Balasan