Sam Ratulangi, Opaku, Pahlawan Nasionalku, dan Interpretasiku atas Pemikirannya

MATRANEWS.id — Peringatan 70 tahun wafatnya Sam Ratulangi dilaksanakan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, pada hari Minggu, 30 Juni 2019, diselenggarakan oleh dan untuk ikatan keluarga besar Dotu Ratulangi, diketuai oleh Ir. Yultido Ichwan.

Acara ini bertujuan untuk membangkitkan semangat nilai-nilai yang diangkat oleh Sam Ratulangi; Sitou Timou Tumou Tou, Sumekolah, dan Mapalus yang tidak lekang oleh waktu, dan menghormati jasa pahlawan yang telah mendahului kita.

Momen bersejarah itu, diawali dengan penghargaan terhadap arwah pahlawan yang dibawakan oleh penari “Kabasaran” berkostum merah dengan mahkota kepala burung Rangkong, asli Minahasa.

Dilanjutkan dengan upacara militer, dengan Ir. Adwin Ichwan sebagai pimpinan rombongan didampingi oleh Ir. Gian Ratulangi Bhumindra.

Acara dilanjutkan dengan penghormatan kepada pahlawan yang telah mendahului kita dan lantunan “Gugur bunga” oleh genderang sangkakala, komando Garnisun. Selanjutnya tabur bunga pada makam keluarga yang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, dan diakhiri dengan ramah tamah keluarga.

****

70 tahun sudah wafatnya Opa Sam Ratulangi, Opa yang tidak pernah kutemui sepanjang hidupku, karena beliau wafat saat Ibuku berusia 11 tahun.

Walau tidak pernah digendong seorang Opa semasa kecilku, namun kehadirannya terus terasa sampai saat ini.

Membaca pemikiran Opa Sam dari tulisan-tulisannya sendiri, membaca komentar para ahli terhadap pemikiran Opa Sam, membaca keputusan-keputusan dan pilihan hidup Opa Sam, seperti tenggelam di lautan tanpa batas.

Kata-kata “Sitou Timou Tumou Tou” sudah akrab sedari kecilku, walau baru belakangan ini, sedikit memahami makna dibaliknya.

Dengan arti “manusia hidup untuk memanusiakan manusia lainnya”, menurutku, *Sitou Timou Tumou Tou* mengandung banyak lapisan makna.

Dari pentingnya memahami hakikat hidup, dimulai dengan kenali potensi diri dan keterbatasan diri. Keberhasilan dan kegagalan sama pentingnya dalam perjalanan memahami hakikat hidup.

Kenali diri sedalam-dalamnya, karena pada saat manusia mengenali dirinya, dia akan paham bahwa hidup itu untuk menolong manusia lain memahami hakikat hidupnya.

Dalam kehidupannya, Opa Sam menunjukkan pentingnya hidup dalam konteks sosial, berinteraksi sosial dan menolong orang lain yang membutuhkan.

Opa Sam juga mengangkat konsep *Mapalus* yang merupakan implementasi dari filosofi Sitou Timou Tumou Tou dan memiliki pengertian “bekerjasama secara bergotong-royong untuk mencapai tujuan baik bersama”.

Dalam lingkungan keluarga, Opa Sam dan beberapa pendiri ikatan keluarga Dotu Ratulangi, menunjukkan bahwa untuk mencapai tujuan bersama diperlukan kerjasama yang baik.

“Belajar seumur hidup”, merupakan pemahamanku atas konsep *Sumekolah* yang juga diangkat oleh Sam Ratulangi.

Perjuangan Opa Sam untuk menyelesaikan sekolah tertingginya hingga ke seberang laut dan samudra, menggambarkan bahwa nilai-nilai yang diangkat Opa Sam juga dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.

Kalimatnya yang bernuansa Minahasa selalu terngiang sejak kecilku, “Gantungkan cita-citamu setinggi puncak gunung Klabat, walau kaki hanya sanggup melangkah hingga ke Air Madidi”.

Ketiga kebijakan lokal asli Minahasa yang dirumuskan dan dipopulerkan kembali oleh Opa Sam pada masanya, menurutku secara pribadi, tidak lekang oleh waktu.

Pemikiran Opa Sam menggapai hakikat hidup manusia, dapat membentuk karakter manusia unggulan, membentuk kekuatan untuk mampu menghadapi tantangan jaman yang penuh perubahan.

Semoga semakin banyak teman-teman dan saudara-saudaraku yang dapat memahami pemikiran Opa Sam, memetik intisari dari nilai-nilai yang diangkatnya dan dapat berbagi serta menerapkan pemikiran tersebut dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga dalam pekerjaan dan dalam hidup berbangsa dan bernegara di Indonesia tercinta ini.

baca juga: Majalah MATRA edisi cetak — klik ini

Tinggalkan Balasan