Budaya  

Sebulan Setelah Hari Buku

MATRANEWS.id — Seorang pakar pernah menulis, bagi siapapun yang memimpin, bisnis maupun pemerintahan, organisasi diibaratkan sebagai sebuah mesin.

Seperti layaknya sebuah mesin, ia tentu saja membutuhkan perawatan rutin, dan bahkan ada masanya untuk diganti dengan mesin yang lebih baru.

Hari Buku yang jatuh pada 23 April 2019, tak terdengar gaung-nya. Orang hanya bertukar info soal covid-19, tapi jarang baca buku lagi.

Minat baca minim. Jangankan anak milenial, generasi “kolonial” saja, rada enggan membaca buku.

Padahal, buku yang berisi tulisan atau gambar (buku teks) menjadi dokumentasi penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan budaya manusia baik itu sebagai catatan sejarah maupun sumber ilmu pengetahuan.

Buku adalah jendela dunia dimana kita bisa melihat isi dunia tanpa melakukan perjalanan, hanya cukup membaca sebuah halaman.

Dengan buku sebagai jendela ilmu, akan membuka cakrawala kehidupan manusia. Jembatan ilmu untuk menghubungkan pengetahuan dengan kehidupan nyata. Liburan termurah serta sumber ilmu terbaik bagi siapa pun yang membacanya.

Sebaik-baik teman sepanjang zaman adalah buku. Buku adalah sihir portabel yang unik dan mungkin satu-satunya sihir sejati yang tidak langsung melepaskan semua rahasianya

Pertemuan dua kekuatan yang berhasil memengaruhi pendidikan manusia yaitu seni dan sains. Keduanya bertemu dalam buku.

UNESCO menetapkan tanggal 23 April sebagai Hari Buku Sedunia atau juga dikenal dengan nama Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia untuk mempromosikan literasi, penerbitan, dan hak cipta.

Sebab tanggal tersebut juga merupakan hari kematian William Shakespeare dan penulis terkenal lainnya.

Penulis lainnya yang juga lahir maupun meninggal pada tanggal 23 April yaitu Maurixe Druon, seorang novelis Prancis, lahir 23 April 1918, Manuel Mejia Vallejo, ia seorang penulis Kolombia yang lahir 23 April 1923 dan Halldor Laxness, seorang penulis Islandia yang lahir 23 April 1902.

Melalui Hari Buku Sedunia 2019 ini, UNESCO bertujuan untuk memperjuangkan buku-buku dan merayakan kreativitas, keragaman dan akses yang sama terhadap pengetahuan. Di Indonesia, peringatan baru Hari Buku dimulai tahun 2006 yang diprakarsai oleh Forum Indonesia Membaca.

Sekedar catatan, dari 1.000 penduduk Indonesia yang minat membaca hanya satu orang atau perbandingannya 1000:1. Kemudian dari sisi jumlah buku, 1 buku dibaca 15 ribu orang padahal yang seharusnya menurut Unesco, 1 buku hanya dibaca untuk 2 orang.

Tingkat akses masyarakat Indonesia terhadap buku juga masih sangat kecil, yakni berkisar 41 persen. Rata-rata hanya 2 persen dari masyarakat Indonesia yang datang ke perpustakaan.

Sekarang, orang lebih senang meng-klik “mbah” Google untuk mencari ilmu atau informasi. Setiap orang yang akan menelusuri di internet kebanyakan memakai Google sebagai search engine untuk mencari apa yang mereka inginkan.

Dengan memiliki banyak keunggulan dan mendapatkan kepercayaan dari para pengguna dalam melakukan penelusuran yang mereka inginkan, Google menjadi search engine yang terbaik saat ini.

Itulah ulasan, sesungguhnya karena saya banyak baca buku. Saya jadi tahu, bahwa orang yang suka membaca buku, khususnya cetak orangnya lebih humanis.

Terdapat sebuah penelitian di Amerika Serikat tentang kegemaran orang yang membaca buku. Penelitian tersebut membuktikan bahwa, orang yang banyak membaca buku akan memiliki kepedulian sosial atau rasa empati yang lebih tinggi.

Orang yang baca buku, akan terefleksikan peduli terhadap orang lain. Ia akan selalu disenangi teman-temannya. Gimana? Asyik kan….

 

Penelitian tersebut membuktikan bahwa, orang yang banyak membaca buku akan memiliki kepedulian sosial atau rasa empati yang lebih tinggi.