Social Distancing Atau Physical Distancing, Bukan Berarti Isolasi Sosial 

MATRANEWS.id — Badan kesehatan dunia WHO, ubah social distancing menjadi physical distancing. Awalnya, digemborkan  ajakan untuk melakukan social distancing selama pandemi virus corona.

Sosial distancing atau menjaga jarak adalah istilah yang digunakan untuk melakukan pembatasan kegiatan penduduk dalam suatu wilayah.

Hal ini bertujuan agar mencegah penyebaran virus corona yang mudah menular melalui tetesan kecil (droplet), yang dikeluarkan saat seseorang batuk atau bersin.

WHO menganjurkan untuk menjaga jarak fisik yakni minimal 1 meter dengan orang lain. Aturan jarak ini diberlakukan untuk menghindari tubuh terkena percikan droplet dari batuk atau bersin yang mungkin terkontaminasi.

Alasan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengganti social distancing menjadi physical distancing karena untuk mengklarifikasi bahwa perintah tetap di rumah bukan berarti seseorang memutuskan kontak dengan orang lain secara sosial.

Melainkan, dapat memperjelas himbauan WHO dalam menjaga jarak fisik agar penyakit covid-19 tidak semakin menyebar. Bahwa menjaga kesehatan fisik dan mental bisa membantu melawan Covid-19, bahkan setelah tubuh terinfeksi virus corona.

Dengan mengubah frasa social distancing menjadi physical distancing, diharap masyarakat global tidak lagi memutus kontak sosial dengan keluarga atau orang lain, melainkan hanya menjaga jaraknya secara fisik, karena kesehatan mental juga tak kalah penting dengan kesehatan fisik, terutama di masa pandemi Covid-19.

“Jaga jarak fisik, bukan berarti memutus hubungan sosial dengan orang yang dicintai dari keluarga kita,” ujar Dr. Yaniar Mulyantini, SP. Kj .  Menjaga jarak fisik bukan berarti memutus tali silaturahmi antar-sesama.

Social distancing atau physical distancing bukan berarti isolasi sosial.  Setiap individu tetap harus berfungsi dan terhubung dalam ruang interaksi sosial, walaupun dalam bentuk yang berbeda dari biasanya.

“Kami ingin orang tetap terhubung secara sosial,” demikian Yaniar menegaskan.

Memang, ada baiknya kita tetap terhubung dan bersosialisasi dengan sesama walaupun dalam keadaan saling berjauhan melalui penerapan physical distancing.

Untuk menjaga kesehatan mental seseorang di tengah wabah Covid-19, ada banyak cara yang bisa dilakukan. Mulai dari membaca buku, mendengarkan musik, olahraga, dan lainnya.

Dr. Yaniar Mulyantini, SP. Kj memberi “catatan pinggir” bahwa tentu saja awalnya tidak mudah serta memerlukan adaptasi.

Yaniar menjelaskan, bisa dibilang kondisi seperti sekarang ini dapat memicu stres bagi siapapun karena perubahan kehidupan sehari- hari yang berubah secara cepat dan mendadak.

“Perasaan cemas, sedih adalah hal yang bisa terjadi pada siapapun, termasuk orang dengan gangguan jiwa (odgj),” ujar dokter spesialis kejiwaan ini.

Yaniar memaparkan, perlu diperhatikan dari sisi kesehatan mental adalah bagaimana kemudian seseorang beradaptasi dengan menggunakan mekanisme koping yang sehat dalam menghadapi perubahan yang dialami di keseharian.

“Bersikap tenang, relaksasi, melakukan aktifitas rutin, dan menyaring informasi yang dibutuhkan sangat dianjurkan,” ujarnya.

Masih dalam penjelasan Yaniar, mereka yang pernah terpapar stressor di masa lalu, dapat menggunakan strategi yang sudah pernah digunakan untuk mengelola stres tersebut untuk kemudian diterapkan di kondisi saat ini.

“Pemerintah perlu memfasilitasi dan memberikan akses bagi masyarakat yang memerlukan layanan dukungan kesehatan mental dan psikososial,” tuturnya dalam sikap edukasi.

Saat ini telah banyak akses yang dapat digunakan oleh mereka yang membutuhkan konseling atau pendampingan psikososial secara online, seperti layanan dari PDSKJI ataupun HIMPSI. Dr. Yaniar Mulyantini, SP. Kj menegaskan.

Tinggalkan Balasan