Tan Ek Tjoan….

Tan Ek Tjoan

S. Dian Andriyanto, penulis buku Empati, Simpati, dan Harmoni.

MATRANEWS.id — Sarapan roti istimewa pagi ini. Mengunyahnya pelan-pelan, mengingat kisahnya.

Tan Ek Tjoan bukan sekadar merek. Bukan pula sekadar nama pemuda yang merintis usaha toko rotinya sejak 1921 di Bogor. Tapi, Punya cerita panjang.

Bersama istrinya, Phoa Lin Nio, Tan Ek Tjoan merintis membuat roti di rumahnya. Ide bisnisnya, karena tetangganya banyak orang Belanda yang membutuhkan roti sebagai makanan wajibnya. Tjoan memikirkan bisnisnya, Nio yang mengulen roti hingga jadi. Pasangan yang saling melengkapi.

Nama toko roti Tan Ek Tjoan makin dikenal.

Horst Henry Geerken, seorang Jerman yang tinggal 18 tahun di Indonesia menyebutkan dalam bukunya “a magic gecko”. Saat itu, tahun 1950-an ia harus menempuh 40 kilometer dari Jakarta ke Bogor untuk membeli roti di Tan Ek Tjoan. Roti dengan tepung impor sehingga citarasa sama dengan di kampung halamannya.

Bung Hatta, suatu hari pernah dalam perjalanan dari Jakarta ke Megamendung (Puncak), ia meminta Sardi, sopir mobil Bung Karno untuk berhenti di toko roti itu. Diberikannya uang Rp 5, dan Sardi membelikan roti seharga Rp 3,75.

Kemudian, Bung Hatta melahap roti buatan Tan Ek Tjoan itu. Kejadian itu dituliskan Mangil Martowidjojo dalan bukunya Kesaksian Tentang Bung Karno.

Panjang kisah kemudian, Tan Ek Tjoan berhasil bertahan sampai hari ini. Punya beberapa cabang, sudah. Berhadapan dengan segala produk roti baru, menghadapi gempuran brand ternama dari mancanegara, tapi toko roti Tan Ek Tjoan ini masih eksis.

Sudah sampai generasi ketiga Tan Ek Tjoan. Betapa telah melewati onak dan duri hingga mampu melewati masa-masa sulitnya.

Sarapan roti istimewa pagi ini. Oleh-oleh istri dari kisaran Cikini, kemarin. Tan Ek Tjoan bukan saja membuat roti, tapi mengajarkan kemampuan bertahan yang luar biasa, hampir 100 tahun lamanya, sampai tahun ini.

 

 

Tinggalkan Balasan