Hukum  

Tatib Pimpinan Daerah (DPD), Memicu Perpecahan di Dewan Pimpinan Daerah RI

Dalam Tatib yang baru disebutkan:  mereka yang boleh menjadi pimpinan DPD dinyatakan yang tidak pernah melakukan pelanggaran Tatib dan kode etik yang ditetapkan dengan keputusan Badan Kehormatan (BK).

MATRANEWS.id —  Tata Tertib (Tatib) pemilihan pimpinan yang disahkan dalam sidang paripurna 18 September2019  lalu, terus jadi kontroversi.

Sejumlah anggota DPD, mempersoalkan Tata Tertib (Tatib) untuk menjadi pimpinan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) periode 2019-2024.  Para senator menyebut,  Tatib cacat formil, tidak sesuai dengan prosedur.

Tak hanya Pasal 334 dan 335, misalnya, menjadi bagian yang diprotes. Tatib itu disebut, tidak pernah diputuskan dalam Panitia Musyawarah (Panmus) dan rapat paripurna.

Majalah MATRA mendapat sejumlah informasi dari anggota DPD RI, bahwa tatib ini untuk memuluskan calon Ketua Pimpinan DPD tertentu. Jelang putusan,  tak hanya “hujan interupsi”.

Pembahasan tatib seperti ditutup-tutupi. Sebab, banyak anggota DPD yang tak dilibatkan dalam pembahasan revisi tatib.  Perubahan tatib ini disebut-sebut, merupakan “agenda gelap”.

Hingga hari ini, polemik Tatib DPD berpotensi mewarisi konflik ke anggota yang baru. Pertemuan di Hotel Shangrilla, tadi malam (28-08/2019) membahas eksesnya, soal perebutan ketua DPD RI.

 

Di DPD terdapat dua kubu yang berseteru. Alinea.id/Dwi Setiawan.

Di DPD terdapat dua kubu yang berseteru.
Menurut sumber yang dapat dipercaya, Osman Sapta Odang alias OSO mendukung Nono Sampono atau Jimly Asidiqie, sebisa mungkin “mengganjal” Gusti Kanjeng Ratu Hemas.

Agenda pengesahan tatib, telah membuat senator dari kubu Hemas geram. Alasannya, pengesahan tatib tak tercantum di dalam surat undangan.  Kini, mereka resah dan disharmoni.

Senator baru terpilih untuk periode 2019-2024 seakan digiring untuk memilih Ketua DPD RI berdasarkan tim sukses tertentu. Sebaliknya, membuat kandas Gusti Kanjeng Ratu Hemas.  Itu, karena nama Hemas pernah terkena sanksi BK karena pelanggaran etik.

Hemas diberhentikan sementara karena sudah dua belas kali tidak menghadiri sidang paripurna DPD RI serta sudah melewati tahapan sanksi lainnya.

BK DPD menjatuhkan saksi pemberhentian sementara kepada kedua senator karena terbukti telah melanggar Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3), Tata Tertib DPD RI dan kode etik DPD RI.

Untuk diketahui,  Lembaga Riset Investigasi dan Multimedia menyebut nama-nama yang berpeluang besar menjadi Ketua DPD RI, periode 2019-2024.

“Ada tiga nama yang berpeluang kuat,” demikian rilis yang disebar, 27 September 2019.

Survei dilakukan secara random lewat  telepon genggam,  wawancara kepada  136 calon anggota DPD RI, hari ini pukul 19.30 WIB.

Untuk nama yang menonjol dan tetap kuat adalah mantan wakil ketua DPD periode lalu dan sudah menjabat sebagai senator selama empat periode.  Ratu Hemas adalah istri dari Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Berikutnya, kandidat kuat saat ini adalah Nono Sampono. Ia merupakan mantan wakil ketua DPD RI pada periode sebelumnya.

Sebelum menjadi politisi dia pernah menduduki posisi Kepala Badan SAR Nasional (2011), Danjen Akademi TNI  (2007-2011), dan Komandan Korps Marinir TNI AL (2006-2007).

Nama Jimly Asshiddiqie dari DKI Jakarta saat ini juga menguat.  Ikonik dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), pernah menjadi ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) periode 2012-2017. Ia juga pernah menduduki kursi ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2003-2008.

Dukungan semakin menguat juga terhadap La Nyalla.  Pria yang pernah menjabat ketua umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) periode 2015-2016. Dia juga pernah menjadi kepala Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Jawa Timur dan ketua umum Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) Pemuda Pancasila Jatim.

Fadel Muhammad dari Gorontalo, yang merupakan mantan Gubernur Gorontalo juga disebut moncer. Ia pernah menduduki posisi Menteri Kelautan dan Perikanan di era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Belakangan  ini, nama orang kaya ini menjadi pembicaraan. Anggota DPD 2019-2024 asal Kalimantan Mahyudin juga disebut-sebut sebagai sosok yang pantas.

Dalam Tatib yang baru disebutkan:  mereka yang boleh menjadi pimpinan DPD dinyatakan yang tidak pernah melakukan pelanggaran Tatib dan kode etik yang ditetapkan dengan keputusan Badan Kehormatan (BK).

Apabila norma tersebut diterapkan maka hal itu bertetangan dengan UUD 1945 dan putusan Mahkamah Konstitusi. Tatib tersebut telah menyisakan persoalan yang akan memengaruhi perjalanan,  eksistensi, dan marwah kelembagaan serta keanggotaan DPD ke depan.

Tatib itu terus ditentang karena dinyatakan cacat formil dan cacat materil. Menanggapi hal tersebut, Ketua BK DPD‎ RI, Mervin Sadipun Komber‎ mengatakan bahwa perubahan mekanisme tata tertib ini sejalan dengan Pasal 334 ayat (1) huruf a Peraturan DPD RI Nomor 3/2018 tentang Tata Tertib.

Pemilihan pimpinan DPD RI periode 2019-2024 diperkirakan akan ramai dan panas.

baca juga: majalah Matra edisi cetak — klik ini

 

 

Tinggalkan Balasan