Tiga Pilar Solusi, Atasi Kejahatan Meresahkan Masyarakat

MATRANEWS.id — Saat ini, kejahatan “Narkoter” meningkat dan memasuki tahap meresahkan masyarakat. Apa itu narkoter? Ini singkatan dari Narkotika, Korupsi dan Terorisme.

Kejahatan “Narkoter” cenderung meningkat karena salah terapi, alias njomplang dalam penanganannya.

Loh, kok bisa? Ya, karena faktualnya semacam itu.  Adanya lubang yang cukup lebar, bagi merasuknya ambiguitas. Mana yang perlu dipenjara, mana yang perlu disembuhkan.

Dengan kata lain, penegak hukum lebih mengutamakan pemenjaraan.

Lakon untuk menjaga kesembangan daripada merehabilitasi penyalahguna, tidak dilakukan. Semacam himbauan mengobati birokrasi “sakit” dan deradikalisasi faham radikal.

Lazimnya, rehabilitasi penyalahguna, penyembuhan birokrasi sakit dan deradikalisasi faham radikal adalah tiga pilar. Ini merupakan, solusi kejahatan yang meresahkan masyarakat yang disebabkan “narkoter” itu.

Pada tingkat pemahaman ideal, hakekatnya pendekatan “penyembuhan” harus seimbang dengan “pemenjaraan”.

Maksudnya agar, kejahatan narkoter dapat diberantas sampai ke akar-akarnya.

Dalam perilaku sosial, spiritnya menjadi sungsang. Dramatisasinya, ketiga kejahatan tersebut cenderung meningkat perkembangannya, terapinya salah obat.

Nah, DPR dan Pemerintah yang baru dibentuk diharapkan mengontrol dengan sungguh-sungguh pelaksanaan penegakan hukum tiga kejahatan meresahkan ini.

Maka, bila suatu hal akhirnya “dilupakan” dari pemahaman yaitu Narkotika, Korupsi, Teroris (narkoter), tentu menjadi ironis.

Sejatinya, kita berharap di-gotak-gatik-gatuk-kan agar sesuai konsep dan tujuan dibuatnya UU tersebut.

Hal ini menjadi penting karena DPR dan Pemerintah sebelumnya tidak “menggigit” dalam mengontrol penegakan hukum.

Realitas sosial-politik-budaya-ekonomi (sospolbudek) terjadi perbedaan arah penegakan hukum dan tujuan UU-nya.

Pelaksanaan penegakan hukum menggeneralisir berdasarkan UU yang bersifat umum. Sehingga, tidak searah dengan filosofi dan tujuan khusus UU “narkoter”.

Ketidaksesuaian arah penegakan hukum dan tujuan UU-nya, menyebabkan maladministrasi dan malspirit dalam mencapai tujuan UU yang ingin dicapai.

Dampaknya, jagat kejahatan “narkoter” bertumbuh subur dan menguras sumber daya pemerintah maupun penegakan hukum.

Muncul dalam adegan goro-goro ikut membicarakan pelbagai gejolak sosial dan menjadi komoditas politik paling seksi di negeri ini.

Kita semestinya menyadari, bahwa kejahatan “Narkoter” adalah kejahatan yang punya tujuan khusus. Manipulasi diantipasi dengan pencegahan dan penegakan hukumnya, diatur secara khusus oleh masing UU dijelaskan sebagai berikut:

1. Kejahatan Narkotika

Secara konsep, kejahatan narkotika menyatakan bahwa, korban kejahatan narkotika (penyalahguna) dan pelaku kejahatan narkotika (pengedar) dinyatakan sebagai penjahat.

Tetapi, dalam tujuan dibuatnya UU narkotika lebih detail dijelaskan bahwa terhadap pengedar narkotika diberantas dan terhadap penyalah guna narkotika dijamin mendapatkan rehabilitasi.

Kewenangan untuk menjamin penyalah guna direhabilitasi sesuai tujuan UU narkotika diberikan kepada hakim untuk menjatuhan sanksi pidana rehabilitasi bersifat wajib bila terbukti bersalah. Des rehabilitasi di sini, bentuk hukuman.

Kecuali, penyalah guna yang terbukti merangkap sebagai pengedar dapat diberikan hukuman penjara dan hukuman rehabilitasi sampai sembuh.

Sedangkan sanksi terhadap pengedar adalah sanksi pidana berat dan ditambah sanksi sebagai pelaku tindak pidana pencucian uang

Pencegahan khusus terhadap para penyalah guna agar tidak mengulangi lagi perbuatanya dilakukan dengan cara direhabilitasi dengan pilihan secara mandiri sukarela, wajib lapor atau ditangkap dan dijatuhi sanksi rehabilitasi agar tidak menjadi residivis.

Pencegahan agar tidak menjadi penyalah guna, dilakukan dengan cara melakukan desiminasi informasi, advokasi agar tidak dibujuk, ditipu, dirayu, diperdaya bahkan dipaksa menggunakan narkotika.

Penegakan hukumnya terhadap penyalah guna tidak memenuhi sarat ditahan oleh karena itu, penyalah guna baik pada proses penyidikan, penuntutan, dan pengadilan ditempatkan dilembaga rehabilitasi, serta penjatuhan sanksinya berupa sanksi rehabilitasi.

Berbeda dengan penegakan hukum terhadap pengedar, diberikan upaya paksa berupa penahanan dan di jatuhi saksi berat.

2. Kejahatan Korupsi.

Secara konsep, pelaku korupsi adalah birokrasi negara berhubungan karakter “sakit” ketika bertugas, menyebabkan kerugian keuangan negara dan hasil kejahatannya “ditempat” dimana mana.

Secara filosofis fokus pencegahan korupsinya adalah penyelenggara negara khususnya ketika melakukan perencanaan, pelaksanaan / pengadaan barang & jasa serta pengawasan anggaran dan belanja pemerintah pusat dan daerah.

Titik lemahnya adalah pembuatan program dan anggaran kementrian/ lembaga dan pemerintah di daerah.

Program dan anggaran ini dibuat mengikuti sistem managemen organisasi oleh eselon perencanaan terendah secara bottom up, dengan standar biaya umum tertinggi, dengan koreksi alakadarnya dalam proses musawarah perencanaan pembangunan bahkan tidak dibaca oleh eselon diatasnya.

Selanjutnya pertanggungan jawab program dan anggaran dibebankan secara berbeda yaitu melalui sistem keuangan mulai dari bendahara, pejabat pembuat komitmen, kuasa pengguna anggaran dan pengguna anggaran.

Ini dapat menyebabkan malspirit penyelenggara negara dalam pelaksanaan program dan anggaran.

Titik lemah ini ditambah dengan karakter sakit dari penyelenggara negara dalam pengadaan barang dan jasa dan pertangung jawaban keuangan negara menjadi penyebab korupsi tumbuh subur secara sustainable dilingkungan kementrian / lembaga dan pemerintah daerah.

Secara filosofis pemberantasan korupsinya menitik beratkan pada sanksi pengembalian keuangan negara yang ditempatkan dimana mana.

Sedangkan pencegahannya difokuskan pada penyembuhkan karakter penyelenggara negara, khususnya karakter pengguna anggaran, kuasa pengguna anggaran, pejabat pembuat komitmen dan bendahara. Des penegakan hukum korupsi bukan semata mata memenjarakan.

Pencegahan korupsi akan berefek jera kalau faktanya koruptor dihukum berat, entah dipidana seumur hidup atau pidana mati, dan lebih berefek jera kalau sebagian hukumannya dikonversikan dengan hukuman denda dan diterapkan tidak pidana pencucuan uang melalui pembuktian terbalik.

3. Kejahatan Teroris

Demikian pula kejahatan terorisme sebagai kejahatan serius yang membahayakan idiologi dan kedaulatan negara dengan tujuan tertentu dimana pemufakatan jahatnya dilakukan dengan cara kekerasan untuk menimbulkan rasa takut.

Secara filosofi kejahatan terorisme pelakunya adalah mereka yang turut serta melakukan kejahatan yang membahayakan idiologi pancasila dan kedaulatan negara kesatuan

Oleh karena itu menjadi penting bagi kita adalah menjaga idiologi pancasila dan kedaulatan negara kesatuan Republik Indonesia.

Usaha pencegahan lebih difokuskan pada pemahaman nilai pancasila dalam kehidupan bersama dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pencegahan ini dilakukan oleh seluruh komponen bangsa mulai aparatur negara, lembaga swadaya masarakat, dunia usaha dan lembaga politik untuk menjaga idiologi pancasila dan keutuhan NKRI dikomando oleh lembaga yang ditunjuk yaitu BNPT.

Pemberantasannya harus mengutamakan proses deradikalisasi pelaku, mereka yang turut serta, termasuk penyandang dana sejalan dengan proses pidana.

Deradikalisasi harus dilakukan secara persona sejak pelaku di tangkap, secara simultan dalam proses penyidikan, penuntutan, pengadilan dan pelaksanaan sanksi.

Deradikalisasi juga ditujukan kepada keluarga derajad tertentu agar penyakit penular ini dapat disembuhkan.

Dibutuhkan profesionalisme aparat sesuai keradikalannya untuk menyembuhkan penyakit radikal secara persona bukan secara umum seperti yang selama ini dilakukan.

Mengapa masalah “Narkoter” cenderung meningkat ?

Jawabannya karena, pencegahan “narkoter” arahnya tidak sesuai dengan kekhususan UU Narkoter. Sedangkan penegakan hukum dan penjatuhan sanksi terhadap penyalah guna narkotika, korupsi dan terorisme tidak sesuai dengan filosofi kejahatan “narkoter”.

Keberhasilan merehabilitasi penyalah guna, menyembuhkan penyakit birokrasi dan keberhasilan deradikalisasi penyakit radikal seimbang dengan penegakan hukum dengan memenjarakan dan perampasan aset pelaku menjadi kunci keberhasilan dalam memberantas masalah “narkoter”.

sumber: ANTARANEWS.ID

 

baca juga: majalah Matra edisi cetak — klik ini

Tinggalkan Balasan