Totalitas Sultan Kepada Sang Bunda

12 tahun,  Pemimpin Perusahaan Media Kesehatan ini mengurus bunda , yang dirawat menggunakan tabung oksigen

 Sultan Bachtiar Najamuddin, yang tak lain adalah cucu  pendiri Bengkulu ini, disebut-sebut masih bujangan.

Dalam waktu dekat, kabarnya akan menikah, setelah ibunya  meninggal.

Loh mengapa menikah, setelah ibunya meninggal?

Ternyata, pria yang terpilih menjadi anggota DPD-RI periode  2019-2024 ini, sosok yang sangat sayang dengan sang bunda.

Tingkat sayang yang demikian kuat pada ibunya itulah,  membuat Sultan “meminggirkan” pujaan hatinya, kala itu.

Perhatian dan konsentrasinya dalam merawat sang bunda,  yang mengalami sakit cukup serius, menyita banyak enerji  dan pikiran Sultan.

Perawatan yang intens, menjadikan Sultan harus rela bolak-balik dari Jakarta menuju RS Raffles,  Singapura.

12 tahun lebih pemimpin perusahaan media kesehatan ini  mengurus bunda, yang dirawat menggunakan tabung oksigen.

Dan suratan takdir, menorehkan tinta kehidupan.  Pada dua bulan lalu, ajal menjemput sang bunda.

“Sekarang, beliau sudah di surga bersama bapak. Mudah-mudahan, almarhumah setuju dengan gadis pilihan saya,” ujar Sultan berkisah, dengan mata menerawang.

Terbersit kuat,  keinginan membangun mahligai rumah tangga, memiliki istri

yang bisa melahirkan, memberi cucu untuk sang ibu tercinta.

Di antara kesedihan yang mendalam, Sultan merasa lega. Sebab, sebagai anak ia telah berbuat yang terbaik. Allah memberikan kesempatan mengabdi, merawat bunda yang telah membesarkan dirinya. Walau harus diakui, berbuntut sebuah konsekuensi.

Kala itu, sang pacar sering protes, marah, kesal, ngambek, dan  akhirnya tidak bisa menerima keadaan. Pasalnya, perhatian  Sultan justru dihabiskan untuk merawat sang ibu.
“Ibu saya sakit dan sudah tua. Saya tidak mau menyesal  dikemudian hari, karena tidak bisa mengabdi kepada ibu,”  Sultan bersaksi.
“Apapun yang saya berikan pada beliau, tidak sebanding dengan pengorbanan beliau kepada kami,” ujarnya.
“Saya dekat dengan ibu, sejak kecil, muda, hingga dewasa.  Ibu merawat kami, dengan keterbatasan ekonomi. Tapi, beliau berhasil mendidik dan membesarkan hingga kami seperti ini,”
tutur Sultan mengenang ibu sebagai sosok tangguh.
“Ibu teramat keramat bagi saya. Beliau tidak pernah marah sama sekali,’’ Sultan bercerita dengan mata berkaca-kaca. Ia  menghela nafas sejenak, kemudian melanjutkan ceritanya.
“Walau beliau tidak pernah marah. Tapi, dari anggukan  kepalanya, tatapan matanya saja, sudah lebih dari cukup bagi  kami untuk menterjemahkan bahwa beliau marah atau beliau  setuju, hingga tahu apa yang diinginkan,” tutur Sultan sedikit  melankolis.
“Teman wanita kan, bisa dicari. Tapi, ibu kita hanya satu-satunya,” papar Sultan. Ia merasa, mengurus secara total  adalah balas jasa dari sang anak yang tidak akan pernah  sebanding dengan kasih ibu, yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata.
Tak ada kata kebetulan. Sejatinya, semua semata-mata  hanyalah rencana Tuhan saja yang terjadi. Tak lama setelah  sang bunda wafat, Sultan menemukan sosok pendamping  yang bisa mengerti dirinya.
Kini, ramai di Bengkulu dan beredar di media sosial, sesama  rekan-rekan aktivis anti narkoba, soal Sultan Najamudin yang  siap naik ke pelaminan di akhir tahun ini.
Pelbagai persiapan sedang dilakukan, dan cucu kandung  dari(tokoh sentral pendiri Provinsi Bengkulu ini ) segera  mengakhiri masa lajangnya.
“Kalau ditanya siapa dan yang mana, untuk calon  pendamping, off the record dulu ya,” pria yang sempat
menjadi Wakil Gubernur Bengkulu ini, ketika dikonfirmasi.
Sultan Najamudin, rupanya masih merahasiakan persiapan  menuju pelaminan dan siapa calon pendampingnya.
Walaupun, sudah menjadi rahasia umum, ia kerap hadir bersama pujaan hati di pelbagai kesempatan, antara lain,  dihajat pernikahan dan beberapa kegiatan sosial.
Pria kelahiran 11 Mei 1979 di Anggut, Bengkulu Selatan ini  kemudian menuturkan situasi dan jati dirinya terbentuk,  karena peran bunda. Orang tuanya di tengah keterbatasan  ekonomi, mengajarkan nilai-nilai kebijaksanaan, kejujuran  hingga pentingnya integritas.
Sultan memang murid yang kerap berprestasi, menjadi juara  kelas. Selama SMA sudah menunjukkan kepiawaiannya  berorganisasi dengan menjadi empat kali Ketua OSIS.
Merantau ke Jakarta, dia berjuang, bertahan hidup sekaligus  mengejar takdir.
Berbagai jenis usaha dia jalani. Tidur di masjid bukan hal baru  lagi selama dia berjuang di Jakarta. Sultan memulai usaha dari  nol, hingga berkembang besar.
“Saya merasa, semua terjadi  karena doa seorang ibu,” Sultan lagi-lagi menyebut peran
sang bunda yang demikian besar dalam hidupnya.
Selain mengurus ragam bisnis, Sultan juga masih sempat  memimpin Majalah HealthNews, yang merupakan bagian dari  United Nations On Drug and Crime (UNODC-Badan Dunia  PBB).
Ada periode, kerja sembari kuliah menjadi bagian kehidupan  Sultan. Menyelesaikan pendidikan S1 di Universitas  Indonesia (UI) dan melanjutkan program master di bidang
sosial dan politik.
Belum genap 30 tahun, Sultan sudah menjadi anggota DPD- RI.
Sejarah mencatat, ia sempat bertarung memperebutkan  Ketua DPD RI (2009–2014). Kali itu, Sultan kalah oleh
Irman Gusman yang menjadi Ketua DPD-RI.
Sultan pun dipercaya sebagai Ketua Panitia Hubungan Antar  Lembaga DPD-RI. Posisi ini, terbilang cukup prestisius  karena mewakili Indonesia di dunia internasional.
Di era digital, pengusaha multitalenta ini juga berusaha  mengisi celah usaha. Ketua Umum Desa Cegah Narkoba ini,  sedang menyiapkan bisnis digital, urusan kesehatan dikaitkan
dengan Financial Tecnology (Fintech ).
“Tunggu tanggal mainnya,” ujar pemimpin muda, cerdas,  bersih dan disebut banyak membawa perubahan di provinsi  Bengkulu.
Kala menjadi Wakil Gubernur Bengkulu, Sultan  Najamudin melekat di hati masyarakat.
Sultan “disebut bertangan dingin” karena kerap membuat  sejumlah aturan baik dan gebrakan dalam menata Bengkulu.
Dengan gaya merangkul semua pihak, sangat hormat pada  senior dan mau mendengar ke kalangan yang lebih muda.
Lulusan ilmu sosial dan ilmu politik Universitas Indonesia ini,  pernah menempuh short course program leadership di  berbagai kampus dunia seperti Georgetown University
Washington DC, University of London (SOAS), London dan
Leiden University, Belanda.
Di bidang bisnis, ia CEO sebuah perusahaan induk bernama  PT. Asa Karya Group yang bergerak dalam industri bahan  peledak komesial, industri carbon, pertambangan, kehutanan,  perkebunan hingga property, baik dalam negeri maupun luar  negeri.
Pendiri dan Ketua Dewan Pembina Institute of Democracy  and Education (IDE) Indonesia bersama tokoh-tokoh pemuda  dalam dan luar negeri, mencoba mengangkat dan mendorong
anak-anak muda Indonesia bersaing di kancah global.
Motto hidup yang sering ia ungkapkan, “Kita harus terus  bersyukur dan berbuat baik sebanyak mungkin, serta
bermanfaat kepada sesama. InsyaAllah, Tuhan juga selalu  akan berikan yang terbaik untuk kita,” Sultan berujar dengan santun.

12 tahun,  Pemimpin Perusahaan Media Kesehatan HealthNews  mengurus bunda, yang dirawat menggunakan tabung oksigen.

Loh mengapa menikah, setelah ibunya meninggal? Pertanyaan ini harus diakui, melingkupi rekan-rekan Sultan saat ini.

 

 

baca juga: Wawancara Sultan di majalah Eksekutif edisi cetak

 

Tinggalkan Balasan