Waket DPD RI Terima Audiensi Mace-Mace, Aktivis Perempuan Untuk Bicarakan Permasalahan Di Tanah Papua

Repost Beritasenator.com — Waket DPD RI Terima Audiensi Mace-Mace Aktivis Perempuan Untuk Bicarakan Permasalahan Di Tanah Papua

Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin bersama Anggota DPD RI dari Papua Yorrys Raweyai menerima audiensi dari mace-mace aktivis perempuan Papua dan Papua Barat, Jumat (15/10).

Audiensi tersebut bertujuan untuk menyampaikan aspirasi dan berbagai permasalahan yang terjadi di Tanah Papua.

Salah satu aktivis dari Papua Barat Sofia Mipauw merasa prihatin atas apa yang terjadi di Tanah Papua.

Yang menjadi keprihatinan, banyak Orang Asli Papua (OAP) yang tidak memperoleh hak dan kesejahteraan yang selama ini dijanjikan pemerintah, terutama kelompok perempuan dan anak.

BACA JUGA: FB, WA Down Karena Ulah Manusia?

Sofia berharap terdapat mekanisme agar keterwakilan perempuan dapat ditingkatkan di Tanah Papua, sehingga dapat menyelesaikan persoalan-persoalan perempuan dan anak di Bumi Cenderawasih tersebut.

Lebih lanjutnya dikatakannya, banyak perempuan yang menerima pelanggaran HAM berat di Papua dan sampai sekarang tidak terselesaikan kasusnya.

Selain itu, banyak ‘anak rumput’ di Papua yang tidak mendapatkan hak ulayat, termasuk pendidikan. Akibatnya tingkat pendidikan di Tanah Papua sangat rendah.

“Beasiswa hanya diperuntukkan untuk anak pejabat dan yang punya orang tua,” ucapnya dalam audiensi yang diterima di Ruang Kerja Wakil Ketua Sultan B Najamudin tersebut.

“Banyak anak-anak yang lahir tanpa orang tua tidak memperoleh pendidikan. Seharusnya anak-anak asli Papua yang orang tuanya tidak mampu diprioritaskan memperoleh pendidikan,” Sultan berujar.

Senada, aktivitas perempuan lainnya, Anike Sabumi memaparkan bahwa sampai saat ini tidak ada perhatian yang cukup bagi OAP, bahkan ketika otonomi khusus (otsus) dijalankan.

BACA JUGA: Bisnis Media Cetak Terus Eksis, Ini Buktinya

Menurutnya otsus selama ini tidak memperhatikan pemberdayaan, perlindungan, dan keberpihakan kepada OAP. Bahkan porsi keterwakilan untuk OAP sangat sedikit dan hampir tidak ada.

“Untuk keterwakilan perempuan, kasih ke orang asli Papua, jangan non Papua. Bagaimana bisa merawat Papua dalam ke-Indonesian. Negara wajib membina dan menghormati hak-hak orang asli Papua,” ucapnya.

Dia berharap negara harus memberikan solusi atas permasalahan di Tanah Papua melalui konsep win-win solution secara sah. Pemerintah juga dituntut untuk menyelesaikan masalah pelanggarah HAM yang sampai saat ini masih terjadi di Tanah Papua.

“Dan belajar dari kegagalan negara kemarin, hari ini, dan esok, maka mesti dilakukan dialog konstruktif Papua-Jakarta untuk mencari win-win solution atas segala permasalahan yang terjadi,” imbuhnya.

BACA JUGA: Siapa Yang Punya Rp 120 Triliun, Temuan Rekening Jumbo dari PPATK?

Terkait hal itu, Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin mengatakan bahwa dirinya mendukung adanya peningkatan keterwakilan perempuan di Tanah Papua.

Ia menjelaskan, mekanisme peraturan perundang-undangan dapat dilakukan perubahan untuk mengakomodir aspirasi daerah, dalam hal ini aspirasi perempuan di Tanah Papua.

“Sampai hari ini yang tidak bisa diubah hanya kitab suci, yang lain apa yang bisa tidak dirubah. Sepanjang menyangkut aspirasi masyarakat, sepanjang menyangkut kepentingan masyarakat, ada konsensusnya melalui perubahan undang-undang,” ucapnya.

Sementara itu, Anggota DPD RI dari Papua Yorrys Raweyai mengatakan bahwa DPD RI telah menyampaikan aspirasi masyarakat Papua dalam perubahan UU Otonomi Khusus Papua.

Beberapa aspirasi tersebut telah diakomodir melalui perubahan dalam ketentuan UU tersebut.

“Adanya perubahan tersebut memunculkan optimisme dalam pembangunan di Tanah Papua. Kalau konsisten kita laksanakan, akan ada perubahan mendasar yang terjadi di Papua,” ucapnya.

BACA JUGA: Buah Keperkasaan Pria? Ini Dia

Yorrys yang juga Ketua Komite II DPD RI ini menjelaskan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Otsus Papua akan segera ditandatangani Presiden pada tanggal 18 Oktober mendatang.

Tahapan selanjutnya adalah penyusunan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) dan Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi).

Ia pun menilai, penyusunan kedua peraturan daerah tersebut menjadi acuan pelaksanaan UU Otsus di Papua.

Oleh karena itu, keduanya harus disusun dengan berdasarkan pada kepentingan masyarakat Papua untuk memaksimalkan hasil dari pelaksanaan Otsus Papua.

Ia juga berharap agar semua pihak dapat berkomitmen melaksanakan Otsus Papua agar dapat menjadi solusi atas berbagai permasalahan di Tanah Papua.

“Permasalahan yang selama ini terjadi harus menjadi referensi dan menjadi tantangan hari ini. Kita harus bersatu untuk bersama-sama melaksanakan (Otsus Papua). Karena nanti akan menentukan 20 tahun kedepan,” pesannya. *

BACA JUGA: Majalah MATRA edisi Oktober 2021

 

Tinggalkan Balasan