Hukum  

Viral Kembali, Putusan Majelis Hakim PTUN Jakarta Memberikan Keadilan

“Atasan dia yang mencopot tadi sebenarnya hanya seorang migran. Dia bukan anak kandung organisasi, jadi tidak paham akan tugas pokok dan fungsinya.”

MATRANEWS.id — “Kami sekeluarga terzolimi. Sejak November 2018 hingga Februari 2020,  sudah lebih dari satu tahun, saya tidak menerima gaji,” ujar Sapari, mantan Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BB POM) Surabaya, dengan penuh syukur menanggapi putusan dari hakim yang punya nurani Keadilan.

Putusan yang dibacakan oleh majelis hakim PTUN Jakarta yang dipimpin oleh Hakim Ketua, M Arief Pratomo SH MH dan dua anggota majelis, yakni Bagus Darmawan SH MH dan Nelvy Christin SH MH, Rabu, 8 Mei 2019 di Jakarta.

Viral mengenai, majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengabulkan gugatan Sapari yang kemarin, menggugat putusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito di PTUN.

Dalam amar putusannya, majelis hakim memerintahkan lima poin, yakni mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya. Putusan itu mengabulkan seluruh gugatan dari penggugat.

Ada 5 poin yang diputuskan Hakim PTUN, diantaranya mengembalikan kedudukan atau jabatan Sapari seperti sebelumnya, membebankan biaya pengadilan kepada tergugat.

Perkara gugatan yang didaftarkan pada 17 Desember 2018, berjalan baik dengan saksi-saksi yang kompeten, berbagai pembuktian yang diajukan oleh Sapari terkait dengan pemberhentian dirinya yang dinilai tidak sesuai ketentuan prosedur yang diatur dalam UU ASN no 5 tahun 2014.

Salah satu yang menguatkan gugatan Sapari adalah kesaksian dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) di persidangan.

“Saya mencari keadilan dan kebenaran demi keluarga, karena selama tujuh bulan ini, tidak mendapatkan gaji dan diberhentikan secara sepihak,” ujar Sapari.

“Kami memberikan apresiasinya kepada Majelis Hakim PTUN yang telah menjalankan tugasnya dengan baik, dengan penuh tanggung jawab, sesuai hati nuraninya di bulan suci Ramadhan ini,” tutur Sapari, juga berterima kasih kepada semua pihak yang memberikan dukungan dan memantau jalannya sidang.

“Hati nurani dan hukum di atas segalanya,” kata Sapari yang di hari putusan banyak didampingin banyak Alumnus Apoteker, rekan seprofesi serta rekan kerja sesama Aparatur Sipil Negara (ASN) di Surabaya.

Diketahui, dukungan kuat mengalir dari berbagai pihak pengamat kesehatan seluruh Indonesia. Apalagi, ketika kasus pencopotan ini disebut ada oknum BPOM dan tim sukses Presiden “ikut bermain.”

Informasi beredar disebut-sebut Sapari menjadi korban sebagai pejabat yang dilengserkan, karena “ngeyel” membongkar suatu perusahaan di Surabaya, yang ber-backing.

Semua sudah selesai, fakta dijabarkan. Hakim PTUN, memberi suatu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

“Tuhan itu baik, memberi hikmat kepada orang benar. Kehidupan pun terus berjalan,” kata Sapari yang sesungguhnya, tak mau mencari masalah dalam hidup ini. Tapi, “Kalau ada ketidakbenaran. Akan saya, ungkap sampai kapanpun.”

“Perlu diingat juga. Menjadi pejabat pemerintahan itu, harus amanah,” tutur Sapari menegaskan di hadapan para jurnalis.

“Bersyukur, ternyata di negeri ini masih ada pengadilan yang jujur dan mengadili berdasarkan fakta yang obyektif,” demikian cuitan mantan petinggi Badan POM, ikut senang.

Dalam akun medsosnya, petinggi Badan POM yang terkenal santun dan ramah itu memperhatikan, kemudian meng-upload pendapat dan komen di Facebook.

“Ya, dia beberapa bulan ini tidak jelas, SK pensiun juga tidak ada dan dia tidak menerima gaji. Keluarganya ikut menderita karena terputusnya nafkah halal.”

“Di dalam Islam, men-zalimi dan berlaku tidak adil itu, haram hukumnya,” masih dalam cuitan sosok idealis di BPOM itu di dalam akun medsos-nya.

“Mencopot seseorang dari jabatan itu ada aturannya, tidak berdasarkan rasa tidak senang,” cuit dengan rangkaian lain memuji hakim yang diberi hidayah, mengadili berdasarkan fakta dan obyektif.

Yang menarik adalah pernyataan spontan ini dan menjadi viral di jajaran aparatur sipil negara (ASN) dan personil BPOM seluruh Indonesia.

Bahwa, “Atasan dia yang mencopot tadi sebenarnya hanya seorang migran. Dia bukan anak kandung organisasi, jadi tidak paham akan tugas pokok dan fungsinya.”

baca juga: Relawan Jokowi Disebut Ikut Bermain

Lima (5) Putusan Hakim PTUN:

1. Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menyatakan batal atau tiudak sah Surat Keputusan Kepala BPOM RI Nomor KP.05.02.1.242.09.18.4592 tgl 19 September 2018, tentang Memberhentikan dengan Hormat PNS atas nama Drs. Sapari, Apt., M.Kes NIP 195908151993031001 Pangkat/Gol. Pembina Tk. I (IV-b);

3. Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Kepala BPOM RI Nomor KP 05.02.1.242.09.18.4592 tanggal 19 September 2018, tentang Memberhentikan dengan Hormat PNS atas nama Drs. Sapari, Apt., M.Kes, NIP 195908151993031001 Pangkat/Gol. Pembina TK.I (IV-b);

4. Mewajibkan kepada Tergugat untuk merehabilitasi Penggugat berupa pemulihan hak Penggugat dalam kemampuan, kedudukan, harkat dan martabatnya seperti semula sebagai Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Surabaya;

5. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini.

 

 

 

Tinggalkan Balasan