MATRANEWS.id — Assalamualaikum.. Yuk, Buka Situs Terlarang
SEBAGAI warga jadul, kaum imigran digital, saya tak malu belajar dan berguru pada remaja masa kini, kaum milenial, dalam urusan ngoprek IT.
Untuk apa saja. Dari belajar ngedit video, olah Photoshop, download lagu yang ada copy right-nya, internet gratisan, tutorial ini dan itu, sampai nembus situs situs terlarang.
Yang bikin geli dan bikin prihatin para Youtuber zaman milenial, sebagiannya memulai tutorial mereka dengan “Assalamualaikum” dan “Bismillahi Rachman nir Rahim”.
Nampaknya sudah jadi protap – prosedur tetap – sebagian Youtuber muslim alim untuk mengawali semua kegiatan dengan itu. Meski buat ngubek situs haram jadah dan urusan nggak jelas lainnya.
Sejauh ini, saya belum pernah dapat Youtuber dari penganut agama lain menunjukkan ciri agamanya sebelum ngajar dan kasi tutorial. Misalnya, “dengan nama Jesus Kristus, Bapak Kami di Surga, saya mengajarkan tutorial ini”
Atau “Oom Shanti Shanti Oom… Teman teman, mari saya ajari cara nembus situs yang diblokir pemerintah.”
“Demikianlah, teman teman. Kita sudah bisa membuka situs terlarang. Salam kebajikan. Namo budaye. ”
Saya belum pernah nemu yang begitu.
Meski modus standarnya sama:
“Oh, ya, jangan lupa teman teman subscribe channel ini, klik centang merah – supaya channel ini lebih berkualitas, dan saya kasi konten bermutu berikutnya, ” begitu pesan langganannya.
Perut saya sering mules nahan ketawa.
Kenapa juga “Assalamualikum” dan “Bismillah” dibawa bawa buat ngakali buka situs XXX itu.
SAYA SALUT dengan Youtuber kita. Kalau lihat tampangnya, ndeso dan culun habis dan masih muda belia – khas anak warnet di kampung.
Youtuber yang nggak berani pamer tampang dari suaranya jelas orang udik. Kasih tutorial dengan gagap, bahasa Indonesianya belepotan aksen daerah. Kalau nyebut istilah Inggris hancur mina.
Akan tetapi, dalam kemampuan ngoprek teknologi informasi, dunia maya dengan segala perangkat lunak aplikasi-nya, mereka harus diakui jempol. Canggih!
Entah dengan cara apa, dimana nemu ilmunya – dan bagaimana mereka belajar. Nyatanya mereka bukan cuma bisa piawai mengerjakan, tapi ngajari saya: Orang kota, ganteng, wartawan bangkotan, kenyang baca buku, rajin gaul, dan banyak ngayap ini
Dan entah bagaimana – dan ngaji di mana, siapa ustadz-nya, mereka memulai ajakan untuk nembus blokir dunia maya, untuk masuk ke situs yang merusak iman dan diharamkan semua agama itu, tapi memulai dengan “Bismillah” dan “Assalamualaikum Warrahmatullahi wa Barakatuh”
Agama dan akhlak sudah dipisahkan. Bahkan agama jadi wajib, sedangkan akhlak pilihan. Aneh.
Belum lama ini ada anak muda di twiter membela koruptor dan netizen penyebar hoax yang berjilbab. Si pembela menyebut: “Jilbab itu wajib – akhlak itu pilihan”.
Padahal, selama ratusan tahun muslimah Indonesia tidak berjilbab. Islam Nusantara menutupi aurat dengan kerudung, sedikit kelihatan rambutnya. Seperti None Jakarta. Bukan hijab, jilbab. Apalagi burqa.
Ratusan tahun muslim dan muslimah di Bumi Nusantara diajari akhlak. Karena Muhammad jadi Nabi SAW diturunkan ke bumi untuk menyempurnakan akhlak manusia. Memperbaiki adab. Bukan maksa perempuan berjilbab.
Jilbab lah yang pilihan dan baru jadi trend belakangan ini. Sejak dekade 1980-90an. Bagian dari proyek Arabisasi – penyebaran Wahabisme. Perluasan hegemoni Arab di negeri negeri mayoritas muslim.
Sekarang sudah terbalik balik.
Dasar kadal gurun – buta sejarah!
SEBAGAI Muslim Abangan – yang tidak taat ibadah – saya justru memuliakan kata “Bismillah” dan “Assalamuaalaikum” .
Juga “Allahu Akbar”, “Subhanallah” dan “Alhamdulillah”
Buat saya, di atas itu semua kata kata “keramat” yang tak sembarang tempat diucapkan. Dan tidak ditujukan kepada semua orang. “Hanya untuk kalangan sendiri” – mengutip penganut agama sebelah.
Kata kata “keramat” itu hanya untuk hal baik baik saja, tentunya. Misalnya saat berangkat kerja, memulai tugas mulia, mengawali proyek yang hasilnya buat anak isteri, ketemu ustadz, Pak RT, Pak Lurah, tetangga alim yang lewat depan rumah, sarungan, dst, menghadiri acara warga, majelis taklim, dll.
Saya tidak “assalamualaikuman” dengan teman di mall, di bioskop atau cafe. Aoalagu di tempat dugem. Soalnya teman teman saya di sana dari beragam agama, banyak yang kurang beragama – seperti saya, bahkan juga ada yang tidak beragama sama sekali.
Saya tidak “bismillah” saat menuang bier dari botol ke gelas dan menenggaknya. Atau saat nyanyi di karaoke atau mojok bareng gebetan, gombal- gombal di remang remang sembari pegang pegang ini dan itu. Grepe grepe.
Saya tidak bilang “Subhanallah” saat angkat gelas cocktail, dry gin, Singapore slink, botol Corona kepada cewek cewek yang sedang mondar mandir dan goyang di atas meja bar dalam kondisi “tinggi” alias mabuk berat.
Juga saat mojok di remang-remang. “Assalamualaikun, Sayang. Kamu sexy banget malam ini” – (sekarang saya membayangkan) .
“Tumben asalamualaikum, tumben mau pegang bilang bilang, ” katanya.
“Saya anggap kamu ikhlas, nggak keberatan, kalau gitu, ” (saya membayangkan lagi).
“Bissmillahir rachman nir rahim” bisik saya sambil naruh telapak tangan di paha mulusnya, mengelus elusnya lembut, dan pelan pelan naik ke atas. Sambil melumat bibirnya.
Nggak pernah saya begitu! Nggak pernah! Sumpah!
Demi Allah! Nggak pernah saya lakukan itu!
Maksudnya, nggak pernah saya memulai dengan mengucap kata kata “keramat” itu.
WAKTU masuk spa dan dipijat, setelah berendam di air hangat – yang dicampur rempah rempah – lalu masuk sauna, menghirup oksigen murni, dan dipijat, seingat saya, yang massage nggak ngucapin “Assalamualakum” juga.
Cewek sexy yang handukan doang itu cuma bilang, “mau punggung, apa kaki dulu, Bang? ” lalu mijit aja. Nggak bilang “Bismillah” juga.
Biasanya saya melihat postur dan bentuk badannya : kurus atau berisi. Kalau kurus, saya bilang, “langsung injak aja dekat leher!” kalau padat berisi, “injek punggung pelan pelan dulu, ya. Coba pakai satu kaki”
Kalau pemijatnya berpengalaman, dia bisa dapat titik yang sekali, dua kali injek, langsung bunyi “krek – krek”. Dan itu nikmatnya selangit.
Senikmat orgasme.
Dan saya tidak menyebut “Alhamdulillah” sesudahnya.
Sumpah nggak pernah!
Saya belum pernah, tidak pernah – dan tidak akan pernah – menyebut kata kata itu di spa.
Maksudnya, di spa plus plus ***