Hidup Ini Gersang Tanpa Seni Oleh Hamidin

Hidup Ini Gersang Tanpa Seni Oleh Hamidin

MATRANEWS.idA de simples couleurs mon art plein de magie Sait donner du relief, de l’âme, et de la vie” adalah ekspresi banyak seniman Prancis tentang perasaan bahwa betapa dengan warna-warni sederhana saja, karya berseni adalah keajaiban yang mengerti dan tahu bagaimana memberi kelegaan padaa jiwa dalam sebuah kehidupan.

Jujur – bagi saya – ungkapan ini sangat mengena bagi orang orang yang menyukai dunia seni. Bahwa bahagia itu adalah sesuatu yang abstrak – betul.

Seni sangat menyangkut perasaan, yang tidak bisa dihitung secara kuantitatif, atau dengan deret ukur angka. Tapi seni dapat dirasakan.

Orang bahagia, bisa dilihat dari ekspresi wajah, keceriaan. Gerakan riang gembira, senyuman dan bahkan juga kepulasan tidur.

Nah, ini bagi kita yang hobby dunia seni, yang suka menari, dansa dansi, menyanyi, menulis, melukis dan seni lainnya, tentu akan sangat merasakan ini.

Saya, jujur saja, menyukai banyak hal tentang seni.

Sungguhpun bukanlah seniman profesional, tapi saya suka menulis, saya suka melukis, suka juga dansa dansi, bahkan sesekali menyanyi walau sebatas hobby saja “Art but no business”.

Dalam tulis menulis misalnya, sampai hari ini saya masih aktif menulis kolom dan artikel di berbagai media sosial.

BACA JUGA: Hidup Ini Gersang Tanpa Seni Oleh: Irjen Pol (P) Hamidin – Berita Senator

Baca juga :  Memilih Pemimpin Berkualitas untuk Masa Depan Indonesia: Alumni SMA TOP GAN Mendukung Ganjar-Mahfud

Utamanya yang berkaitan dengan situasi keamanan domestik regional dan global. Bahkan saya juga menulis beberapa buku, dan ada salah satu buku yang saya tulis tersebut sempat masuk dalam kategori laris pada percetakan nasional, yang sampai sekarang masih beredar di tengah masyarakat termasuk di ebook.

Pada suatu kesempatan, pada saat saya masih menjabat sebagai Deputy Kerjasama Internasional di salah satu badan Pemerintahan, dan jabatan itu mengharuskan saya harus banyak bertemu orang di luar negeri dan manca negara.

Pernah ada seorang ibu, pejabat di salah satu negara di Eropa, sambil makan malam mengajari saya tehnik dansa seperti cha cha cha, waltz dan salsa, dan Alhamdullilah hanya dalam hitungan menit saya bisa mengikuti dan menyesuaikan gerakan madame tèrsebut. Dia sangat puas.

Pernah juga sambil menunggu makan malam di restoran cruise di Sungai Nil Mesir saya berdansa mengikuti gerakan sang penari “Raqs sharqi” atau tarian oriental, yang tim peserta dari delegasi negara kita Indonesia terpingkal pingkal lucu.

Dan, mereka mengatakan..” lho…lho..koq bisa…eh lucu ..”

Saat pandemi covid yang lalu saya mencoba membuat lagu mix tentang himbauan priþokol mencegah penyebaran corona.

Dan tidak itu saja, bagi saya belajar bahasa juga adalah juga bagian dari seni. Orang lain bisa saja tidak sependapat. Tapi bagi saya bahasa adalah bagian dari seni.

Baca juga :  Laksamana TNI (Purn) Ade Supandi Gelar Halal bi Halal: Momentum Kebersamaan dan Persaudaraan

Dengan belajar singkat dan praktek komunikasi aktif, sampai hari ini setiap bertemu dengan orang Minang, orang Bugis, orang Manado, orang Jawa Timuran, Jawa Ngoko bahkan bahasa ” ngapak” saya akan gunakan bahasa mereka. Termasuk juga bahasa chinese lokal seperti Tiociu dan Kek, itu saya pràktekan.

Walau dengan serba keterbatasan tapi bagi saya adalah seni tersendiri dalam berbicara dengan bahasa ibu orang lain.

Bagaimana dengan melukis?

Dulu kala masih duduk dibangku Sd, di kampung saya kota pagar Alam, khusus untuk pelajaran melukis (dulu sebutannya menggambar ) saya selalu menjadi yang terbaik dan sering dijadikan contoh oleh guru.

Menggambar alam dan manusia ( termasuk karikatur ) adalah kesukaan saat itu. Bahkan sebelum masuk sekolahpun saya sudah sering dimarahin orang tua karena dinding rumah papan susun sirih milik kami penuh dengan coretan kapur dan arang dapur, yang selalu saya katakan kepada ibu bibi dan sepupuku bàhwa inilah gambar kampung kita.

Saat duduk dibangku smp rumah, dan ruang tamu, saya hiasi dengan lukisan karton berbingkai. Begitupun saat sekolah sma di Palembang, hobi melukis makin saya tekuni, bahkan kala itu dalam melukis saya sudah menggunakan cat oil Base dan water Base.

Sering untuk mencari pacarpun, lukisan sering saya jadikan media, misalnya membuat sketsa wajah atau membuat karikatur wajah calon pacar, saat itu menjadi jurus yang cukup jitu.

Baca juga :  Serbuan Vaksinasi Masyarakat Maritim di TPI Rembang

Setelah berdinaspun ada beberapa kali Pameran lukisan saya gelar, pernah tahun 2011 pameran lukisan digelar di Ballroom Grand Indonesia yang secara official diresmikan oleh Ketua DPR RI saat itu DR Marzuki Ali yang dihadiri pula oleh tokoh akademisi, artis dan beberapa tokoh nasional lainnya. Acara saat dipandu oleh artis Tukul arwana.

Pun pernah juga saya di Timur Central Park. Saat Bencana Alam Palu pameran juga kembali saya gelar di Cafe jetsky Pantai Mutiara yang hasilnya saya sumbangkan ke Palu Sulawesi Tengah yang saat itu mengalami bencana alam.

Itulah seni dia adalah jiwa, dia adalah perasaan, disitu ada cinta, disitu ada rasa kemànusian. Ayo kita kembangkan dunia seni. Hidup ini gersang tanpa seni.

Tinggalkan Balasan