Masjid Istiqal dirancang Presiden Sukarno. Di bangun di bekas Taman Wilhelmina, masjid yang berdiri di atas lahan 12 hektare ini dari waktu ke waktu makin membanggakan saja. Persis harapan Bung Karno.
“Saya ingin Masjid Istiqlal tidak hanya tahan ratusan tahun, tetapi ribuan tahun!” begitu tekad Bung Karno.
Di bawah kepemimpinan imam besar Prof. KH. Nasaruddin Umar, MA, Ph.D, Istiqlal terus mengaktualisasikan diri. Usai renovasi yang menelan dana lebih Rp 500 miliar, kini masjid itu makin “kinclong”.
Tidak hanya itu, lintasan anak sungai Ciliwung juga ditata. Pepohonan lama dipertahankan. Ruang terbuka, ditanam pohon baru.
Bagian tak berpohon, rapi dengan keramik hitam. Selain berbagai fasilitas yang ramah lansia, masjid ini juga ‘ramah milenial’.
Kaum lansia dan penyandang disabilias dimanjakan dengan dua elevator khusus.
Sementara, kaum milenial dijamin betah karena fasilitas wi-fi. Nararuddin Umar ingin, masjid menjadi pusat aktivitas masyarakat, seperti yang dicontohkan Nabi SAW.
Masjid juga harus adaptif dengan lingkungan dan kebencanaan. Kegiatan terbaru terkait hal itu, berlangsung Jumat pagi (26/2/2021), yakni peresmian Istiqlal Disaster Management Center (IDMC).
Hadir dalam kesempatan itu, Menko PMK Prof Muhadjir Effendi dan Kepala BNPB/Ketua Satgas Covid-19 Letnan Jenderal TNI Doni Monardo.
Nasaruddin Umar dan Doni Monardo sepertinya satu frekuensi. Keduanya memiliki persamaan perhatian terhadap lingkungan hidup.
“Rasulullah sangatlah konsen terhadap alam. Beliau tegas melarang membuang kotoran ke air yang mengalir,” kata Nasaruddin ketika berpidato.
Relevan dengan tema acara, semua dalil terkait alam, lingkungan, dan kebencanaan disitir Nasaruddin dengan sangat baik.
Ini membuka cakrawala berpikir banyak orang, utamanya kaum muslimin yang mayoritas di negeri ini.
Nasaruddin kembali menukil riwayat Rasulullah saat berpesan empat hal kepada para prajuritnya sebelum berperang.
Pertama, jangan menganggu perempuan dan anak. Kedua, jangan mengganggu orangtua atau lansia. Ketiga, jangan mematahkan ranting (apalagi menebang atau membakar pohon). Keempat, jangan merusak rumah ibadah.
“Bahkan dalam riwayat lain nabi juga mengatakan bahwa ibarat esok akan terjadi kiamat hendaklah tetap menanam pohon,” ujar Nasaruddin.
Tidak berhenti pada statemen itu, Nasaruddin kembali menyitir tradisi Islam yang diwariskan Nabi SAW.
Bahwa, menyiram tanaman atau rumput yang menguning (mengering) merupakan suatu sedekah, demikian pula jika tanaman itu dimanfaatkan oleh hewan maka termasuk sedekah bagi kita.
“Rasulullah bahkan memarahi sahabat yang membakar sarang semut yang mengigitnya. Rasulullah juga senantiasai menegaskan untuk selalu menjaga keasrian lingkungan,” tandas pria asal Ujung-Bone, Sulawesi Selatan itu, seraya menambahkan, “betapa Rasulullah sangat sayang dan peduli terhadap alam dan lingkungan hidup.”
Ada kisah menarik yang dilansir Nasaruddin. Selama hidupnya, Nabi menjalani tak kurang dari 27 kali peperangan.
Nah, suatu hari, di medan perang, Rasul hendak buang hajat. Mengetahui hal itu, para sahabat hendak menebang pohon untuk menutup dan melindungi Nabi. Tapi, Rasulullah melarang sahabatnya menebang pohon.
Dengan mukjizat Allah SWT, pohon-pohon di sekitar Nabi bergerak mendekati dan melindungi Nabi. Nabi begitu menjaga pohon, sehingga pohon-pohon pun menjaganya. Mirip pernyataan familiar Doni Monardo dalam banyak kesempatan, “Kita jaga alam, alam jaga kita”.
Paralel dengan kutipan-kutipan hikayat Nabi Besar Muhammad SAW, Nasaruddin dan pengelola Masjid Istiqlal pun membentuk Istiqlal Disaster Management Center (IDMC).
“Sudah sering kita ketahui, masjid menjadi salah satu tempat evakuasi masyarakat yang tertimpa bencana. Itu bagus, tapi belum cukup. Masjid juga harus mengambil peran lebih di bidang mitigasi kebencanaan,” ujarnya.
“Semoga dengan diresmikan IDMC ini mengispirasi para pengelola masjid di Tanah Air untuk menjadikan masjid sebagai faktor pengeliminir risiko bencana,” paparnya.
Moral harapan yang dikemukakan Nasaruddin adalah, masjid tidak saja menyuarakan gema kalam Illahi, tetapi juga menyerukan umat untuk cinta alam dan jaga lingkungan, serta tanggap bencana.
Bahasa keagamaan diharapkan lebih mudah meresap ke relung sanubari umat.
“Ingat, menolong itu kewajiban umat Islam. Dalam menolong, tidak mengenal ras dan agama. Siapa pun yang wajib ditolong, harus ditolong,” tandasnya.
*Hablul Minal Alam*
Kepala BNPB Donardo tak bisa menyembunyikan rasa senangnya, hadir dan menyaksikan peresmian Istiqlal Disaster Management Center. Terlebih, dalam banyak hal, apa yang disampaikan Imam Besar Nasaruddin Umar, segaris dengan pemikiran Doni Monardo.
Doni sering mengatakan, utamanya saat berbicara di hadapan umat Islam, bahwa kewajiban kita tidak hanya menjaga hubungan baik dengan Allah dan sesama manusia, tetapi juga dengan alam.
Karenanya, konteks kalimat dalam bahasa Arab pun menjadi, hablum minallah, hablum minannas, dan hablum minal ‘alam.
“Hablum minal ‘alam, maknanya juga memakmurkan lingkungan hidup. Dalam konteks kebencanaan alam, hal paling utama justru bukan pada penanganan pasca bencana atau masa tanggap darurat, tetapi justru pada faktor mitigasi. Faktor pencegahan. Semakin kita memakmurkan lingkungan, semakin alam bersahabat dengan kita. Kita jaga alam, alam jaga kita,” papar Doni Monardo.
Atas paparan Imam Besar Nasaruddin Umar, Doni pun langsung menyambut dan mengaitkannya dalam tataran aplikatif di lapangan.“Jika ajaran hablum minallah dan hablum minannas sudah sering disampaikan para ustadz pada da’i, maka kiranya ke depan, bisa ditambakan satu pesan Islami yang lain, yakni hablum minal ‘alam,” pungkas Doni.
(*/Egy Massadiah)