MATRANEWS.id — Capres Elektabilitas Tinggi Dipertanyakan, Capres Alternatif Bisa Muncul
Syndicate Update – Forum Diskusi Publik tentang nama-nama capres dengan elektabilitas tinggi kembali muncul menjelang Pemilu 2024.
Tapi, elektabilitas hasil survei hanya salah satu variabel dalam menentukan paket capres-
cawapres, selebihnya adalah otonomi partai dan hasil pemufakatan koalisi partai.
Arah dan skenario koalisi menuju kontestasi 2024 akan ditentukan oleh pemufakatan dalam
kandidasi paket capres-cawapers yang akan diusung oleh koalisi partai.
Beberapa nama capres unggulan memiliki elektabilitas tinggi menurut berbagai lembaga
survei.
Meski demikian, Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo menekankan
bahwa paket capres-cawapres untuk Pemilu 2024 ditentukan oleh konfigurasi dan arah
koalisi partai yang masih bergerak dinamis.
Kondisi ini, pada ujungnya, selain capres unggulan itu, bisa saja memunculkan nama-nama baru sebagai capres alternatif.
“Penentuan paket capres-cawapres selebihnya dipilih berdasarkan otonomi partai dan
pemufakatan koalisi partai,” lanjut Ari.
Ari mengatakan bahwa hasil survei elektabilitas hanyalah salah satu variabel yang akan
menentukan.
Bagaimana paket capres-cawapres bisa diusung oleh partai atau gabungan
partai.
Faktor elektabilitas memang penting, tapi terlepas dari itu, perlu dipastikan juga
bagaimana kapasitas dan kepemimpinan capres-cawapres itu.
“Bagaimana kapasitasnya?”
“Apakah figur itu mampu menjawab kebutuhan masyarakat, mampu menjawab tantangan
zaman di masa mendatang, dan sebagainya?”
Namun, Ari mencatat bahwa peluang ini bergantung pada arah pergerakan politik menuju Pemilu 2024: linear atau nonlinear.
“Kalau linear, politik akan berjalan sesuai diagnosa lembaga survei yang menempatkan capres/cawapres unggulan.
Sementara itu, kalau nonlinear, bisa terjadi perubahan arah politik dari hasil pemufakatan
partai-partai, bisa saja memunculkan capres-cawapres alternatif, untuk memastikan
paket ini bisa menjawab kebutuhan negara, tantangan zaman, dan sebagainya,” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Peneliti Senior Litbang Kompas Toto Suryaningtyas
memaparkan hasil survei Litbang Kompas pada Juni lalu.
Ia mengatakan bahwa ada tiga nama capres yang elektabilitasnya paling tinggi, yaitu Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan.
Masing-masing elektabilitasnya 25,3 persen, 22 persen, dan 12,6 persen. Jumlah ketiganya mencapai sekitar 60 persen suara.
Sementara itu, pemilih yang merahasiakan pilihannya hingga responden yang berencana
tidak memberikan suaranya mencapai 15,1 persen.
Adapun yang menjawab lain-lain yaitu 9 persen. Persentase total keduanya mencapai sekitar 24 persen.
Jika digabungkan sudah ada sekitar 85 persen suara yang sudah diidentifikasi terbaca oleh survei.
“Ini artinya 100 persen pemilih dikurangi 60 persen (responden pemilih tiga kandidat capres unggulan ) dan 24 persen (responden yang tak menjawab hingga menjawab lain-
lain), sisanya hanya berkisar 15 persen,” tutur Toto.
“Lima belas persen inilah yang menjadi peluang untuk capres alternatif.”
Menurut Toto, celah 15 persen itu menunjukkan bahwa ruang elektabilitas untuk capres
alternatif begitu sempit.
Belum lagi, celah tersebut juga diperebutkan oleh capres yang elektabilitasnya di bawah 10 persen – seperti Ridwan Kamil, Tri Rismaharini, Basuki Tjahaja Purnama, Agus Harimurti Yudhoyono, Mahfud MD, dan Gatot Nurmantyo.
“Jadi jika ada partai-partai yang berkoalisi mampu menembus presidential threshold dan
mengajukan nama tertentu sebagai capres alternatif.”
‘Maka, akan terbentur situasi yang realistis: celah secara statistik sangat kecil, cuma 15 persen.”
“Ini akan sangat sulit untuk menaikkan elektabilitas, dan kalau nekat, ini ibarat menyalahi hukum alam,” pungkas Toto.
“Tapi mengenai alternatif itu, saat ini rasanya lebih realitis ada cawapres alternatif
daripada capres alternatif.”
Meski begitu, Ray Rangkuti menuturkan bahwa bukan tidak mungkin akan muncul capres
alternatif.
Sebab publik saat ini merasa jenuh dengan capres yang itu-itu saja.
Di samping itu, masih ada waktu setahun lebih yang memungkinkan capres alternatif menonjolkan eksistensinya, sebelum Pemilu 2024 digelar.
Ditegaskan Ray, diskursus capres alternatif ini perlu disuarakan ke publik untuk mendorong substansi Pilpres 2024.
Ray memperingatkan bahwa perihal penentuan capres alternatif ini, semestinya publik
memastikan terlebih dahulu apa saja kebutuhan, keinginan, tantangan, dan tuntutannya
untuk menjawab apa yang dibutuhkan negara.
“Baru cari capres atau cawapres-nya. Bukan sebaliknya, mencari tokohnya dulu baru mengidentifikasi hal-hal tadi,” imbuhnya.
Publik perlu ikut mendorong munculnya nama-nama alternatif agar dipertimbangkan
oleh partai menjadi capres atau cawapres.
“Saya juga tekankan, publik jangan ragu untuk mengajukan nama yang dianggap bisa memenuhi kebutuhannya,” pungkasnya.
Lebih lanjut, Ray mengatakan bahwa capres alternatif mesti menonjolkan dan
menunjukkan dirinya mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan publik.”
“Paling tidak, setahun menjelang Pemilu 2024, “mereka bisa menaikkan elektabilitas. Tapi pastikan apakah mereka mampu memenuhi yang diharapkan publik.”