Menjadi Atasan yang Disegani

Menjadi Atasan yang Disegani

MATRANEWS.id — Percaya atau tidak, bos yang tidak disegani bawahannya tak selamanya karena galak, angkuh, dan lain-lain. Terkadang, ada hal sepele yang membuat citra Anda jatuh di hadapan mereka.

Kalau sudah begitu, jabatan tinggallah predikat saja, hanya berlaku saat Anda menandatangani berkas.

Ya, apa gunanya duduk di ruangan ber-AC dengan meja mengkilat dan kursi empuk kalau ucapan Anda direspons dengan acuh tak acuh? Atau kalau Anda berjalan dan yang lain mencibir tanpa disadari?

Ini akan menjadi semakin rumit kalau Anda pun bertanggung jawab kepada orang yang posisinya lebih tinggi.

Artinya, tanggung jawab pekerjaan dalam divisi yang Anda pimpin berada di tangan Anda meskipun secara teknis hal itu dilakukan oleh bawahan. Repot, kan?

Jadi, intinya, Anda dan mereka yang berada di dalam divisi Anda merupakan satu tim. Nah, bagaimana sikap yang baik agar tim yang Anda pimpin menjadi satu napas?

Berikut ini beberapa hal yang bisa dilakukan, yang dikutip dari majalah cetak MATRA.

Tumbuhkan Empati.
Jangan karena merasa bertanggung jawab atas semua pekerjaan di dalam divisi Anda, lantas bersikap kaku dan tidak toleran.

Tumbuhkan sikap empati kepada bawahan dan berusahalah memahami kedudukan mereka. Misalnya, “Kamu terlihat agak pucat. Sakit?” Atau berkunjunglah selagi sempat kalau ada kerabat bawahan yang meninggal. Percayalah, perhatian kecil semacam itu akan membuat mereka senang.

Baca juga :  Integrity The Path Less Traveled

Jadilah Inspirator.
Sebagai atasan, nilai lebih Anda akan muncul kalau kerap memberikan inspirasi kepada karyawan atau bawahan.

Kemukakan hasil rapat antarpemimpin (tentu yang dipandang tidak rahasia) dan misi yang akan diemban selanjutnya. Beri mereka semacam koridor yang akan dilalui serta tujuan yang akan dicapai.

Berikan Solusi.
Tak semua pekerjaan berjalan dengan lancar. Ada saja hambatan yang kerap merintangi.

Kalau begini, ungkapkan saja apa yang menurut Anda baik, tanpa menutup ruang bagi bawahan untuk mengatakan pendapat mereka. Kalaupun Anda merasa bingung juga, adakan rapat kecil dan mintalah pendapat mereka seputar persoalan yang dihadapi.

Bersikap Tegas.
Tegas tak berarti harus galak. Ini dua hal yang berbeda.

Larang dengan keras kalau Anda melihat apa yang seharusnya tak boleh mereka lakukan, meski tak harus membentak. Sikap empati masih bisa Anda susupkan saat Anda melarang mereka. “Bob, ini kan ruangan ber-AC. Kok, merokok, sih? Lagian, kasihan kan teman-teman yang lain,” begitu misalnya.

Peringatan yang Wajar.
Kalau ada yang melanggar keras, berikan peringatan yang wajar sesuai dengan prosedur.

Jangan pernah menambahkan atau menguranginya. Contohnya, cermati dengan baik kapan seharusnya surat peringatan pertama (SP-1) dikeluarkan. Ini memang urusan bagian sumber daya manusia, tapi tentu pekerja di bagian tersebut akan berkoordinasi dengan Anda. Di situlah letak keterkaitan Anda.

Tanggung Jawab.

Tanggung jawab tak cuma kepada pekerjaan Anda dan divisi Anda, tapi juga terhadap orang-orang yang Anda pimpin di bagian itu.

Baca juga :  Denyut Nadi Kebudayaan Nasional Di Masa Pandemi Covid-19

Artinya, jangan menyalahkan orang per orang kalau hasil akhir pekerjaan yang telah Anda setujui ternyata tak sesuai dengan keinginan bos besar. Akui kesalahan (kalau itu memang sebuah kesalahan) sebagai sebuah kesalahan tim yang Anda pimpin.

Berpikir Positif.
Sebagian tanggung jawab Anda adalah mengawasi kinerja mereka. Tapi jangan membiasakan diri berprasangka buruk.

Prasangka buruk hanya akan menyudutkan Anda, suatu ketika. Sebab, belum tentu apa yang Anda pikirkan adalah apa yang terjadi.

Jangan bertindak sebelum memiliki bukti. Kalau bawahan terbukti salah, tegurlah apa adanya. Misalnya, “Dua hari ini kok di absensi kamu datangnya jam sembilan terus? Ada masalah apa?”

Jadilah Teladan.

Bagaimana mungkin mengharapkan bawahan masuk ke ruang rapat tepat waktu kalau ternyata harus menunggu Anda 30 menit sebelum rapat dimulai?

Mengharapkan mereka patuh tak cuma dengan kata-kata, tapi juga dengan sikap. Sesekali mungkin bisa dengan alasan yang masuk akal. Tapi kalau selamanya begitu? Jadilah teladan.

Berperan Lebih.
Tak cuma fasilitas dan gaji Anda yang melebihi mereka. Peran Anda di kantor pun demikian. Justru besarnya fasilitas dan tunjangan itu menegaskan peran lebih Anda.

Jadi, sadari, Anda tak dibayar hanya untuk duduk di belakang meja sambil memerintah sana-sini. Sebagai bos, posisi Anda multidimensi: sebagai tempat bertanya, lawan berdiskusi yang visioner, dan seseorang yang patut dicontoh. Maka jangan membayangkan jadi bos hanya enaknya. Banyak juga tidak enaknya.

Baca juga :  Tiga Pilar Solusi, Atasi Kejahatan Meresahkan Masyarakat

Tinggalkan Balasan