MATRANEWS.ID – Tentara Nasional Indonesia (TNI) tengah mempertimbangkan perekrutan warga sipil untuk memperkuat Matra Siber, yang akan menjadi matra keempat setelah Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU).
Rencana ini menuai tanggapan dari berbagai pihak, salah satunya dari pengamat militer dan Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi.
Khairul menegaskan bahwa meski Angkatan Siber merupakan bagian dari TNI, personel yang tergabung tetap harus menjalankan prinsip dasar sebagai prajurit.
Namun, ia juga menekankan bahwa TNI tidak hanya dihuni oleh prajurit militer, melainkan juga Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memiliki tugas serta tanggung jawab serupa.
“Personel Angkatan Siber di TNI tetaplah prajurit, tetapi ada juga PNS TNI yang menjalankan peran yang sama pentingnya,” ujar Khairul dalam keterangannya kepada media, Kamis (12/9/2024).
Khairul menggarisbawahi, jika TNI ingin merekrut lebih banyak tenaga sipil, mereka harus dipilih dari kalangan ahli teknologi informasi (IT) dan keamanan siber, untuk kemudian dilatih menjadi PNS TNI atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) TNI.
Alternatif lain yang disarankan adalah melalui mekanisme kontrak kerja dengan durasi tertentu, yang memungkinkan perekrutan tenaga ahli dengan kemampuan teknis tinggi.
Namun, dia mengingatkan bahwa ada tantangan besar dalam mengintegrasikan tenaga sipil ke dalam struktur komando militer, termasuk isu loyalitas yang perlu dipertimbangkan dalam konteks pertahanan negara.
Model Kolaborasi Militer-Sipil
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Khairul menyarankan model kolaborasi antara personel militer dan sipil.
Dalam model ini, personel militer akan memimpin operasi, sedangkan tenaga sipil berfokus pada aspek teknis dan pengembangan.
“Pendekatan ini memberikan fleksibilitas yang lebih besar dalam pemanfaatan keahlian, tanpa mengabaikan pentingnya struktur komando militer yang teratur,” jelas Khairul.
Ia juga menanggapi pernyataan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengenai rencana merekrut lulusan SMA dan universitas untuk mengisi Matra Siber.
Menurutnya, rekrutmen lulusan SMA perlu didukung dengan pelatihan khusus yang intensif, mengingat ancaman siber yang semakin kompleks.
“Pendidikan khusus seperti sekolah militer dengan fokus pada kejuruan siber atau akademi khusus siber bisa menjadi solusi yang tepat,” tambahnya.
Sedangkan untuk lulusan universitas, Khairul menyarankan agar perekrutan difokuskan pada mereka yang memiliki latar belakang studi di bidang ilmu komputer, teknik informatika, keamanan siber, atau matematika.
Namun, ia menegaskan bahwa gelar akademik saja tidak cukup; pengalaman nyata dalam menangani ancaman siber, serta kemampuan coding, forensik digital, dan operasi siber menjadi faktor yang sangat penting.
Kolaborasi dengan Akademisi dan Industri Teknologi
Khairul juga menyoroti pentingnya kolaborasi antara Matra Siber TNI dengan akademisi dan industri teknologi.
Ia menilai, membangun hubungan strategis dengan universitas dan perusahaan teknologi akan berdampak positif pada pengembangan kemampuan Matra Siber secara keseluruhan.
“Program pertukaran dan pelatihan bersama dengan akademisi serta industri teknologi akan sangat membantu, karena mereka seringkali memiliki inovasi terbaru di bidang keamanan siber,” jelasnya.
Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengungkapkan bahwa komposisi Angkatan Siber akan berbeda dari matra lain dalam TNI.
Agus menyatakan bahwa Matra Siber akan lebih banyak melibatkan tenaga sipil atau aparatur sipil negara (ASN) yang ahli dalam bidang teknologi dan informasi, khususnya terkait keamanan siber.
“Memang matra siber ini berbeda dengan satuan lainnya, mungkin akan lebih banyak melibatkan warga sipil,” ungkap Agus usai mengikuti Rapat Kerja bersama Komisi I DPR RI, Selasa (3/9/2024).
Ia juga menekankan perlunya merekrut lulusan SMA dan universitas untuk memperkuat Matra Siber dalam menghadapi tantangan era digital.