Rhenald Kasali Bela CEO Garuda

MATRANEWS.id — Pria bergelar profesor ini bisa disebut akademisi dan praktisi bisnis.

Guru besar bidang Ilmu manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini, memang selalu melihat sisi yang luput disimak orang kebanyakan.

Bukunya, mengenai disruptif, laris manis.

Berikut komentarnya mengenai penerbangan Garuda Indonesia, yang kemarin dihujat habis-habisan. Termasuk soal laporan Garuda yang bermasalah, berdampak pada akuntan publik kena sangsi, hingga ribut sama youtuber.

Pak Rhenald, Anda sepertinya membela sekali terhadap apa yang terjadi di Garuda Indonesia?

Begini.  Kalau soal Garuda, kita harus bicara dengan kepala dingin. Sebab, jangan-jangan banyak yang salah dan gagal paham dalam banyak hal.

Maksudnya?

Pertama, urus airlines itu memang rumit.  Selain harus utamakan keselamatan penumpang, juga urus servis dan high tech.

Anda menyebut soal harga pesawat juga persoalan?

Ya. Harga pesawat berubah-rubah, tergantung siapa yang kuasai pesawat dan keadaan supply demand saat kita beli atau saat negosiasi.

Dan itu, menggunakan dollar, sementara penghasilan rupiah dan mayoritas penumpang kita price sensitive.

Jadi,  karena ini berkait investasi besar?

Benar.  Investasinya besar, resiko besar, sudah begitu airlines adalah industri yang sudah semakin sulit meraih untung.

Itu sebabnya, Anda sempat mengusulkan, kalau tak mau urus sendiri, bisa saja Garuda dijual ke Gojek atau Grab, pasti lantas usaha BUMN itu disambar sebagai investasi mereka?

Begini.  Hampir tak ada airlines corp di dunia yang stand alone, hanya hidup dari traffic penumpang atau cargo dan bisa untung.

Anda menyebut model bisnis semacam ini,  sudah tak bisa lagi?

Ya.  Maka, CEO harus berpikir dan mencari, cara-cara baru.

Oke. Apa yang Anda ingin gambarkan?

Value creation dalam dunia bisnis, maaf ini agak teknis,  sudah tidak bisa lagi dari supply chain karena mahal. Business model dunia baru menandaskan, semua bisnis harus explore value dari ekosistemnya.

Jadi, itu sebenarnya yang saya lihat sedang dilakukan oleh Ari Askara, anak muda yang dibesarkan oleh zamannya.

Maka, dia “gandeng” Mahata, sebuah startup.

Artinya, Anda menegakan bisnis airline memang tak bisa lagi hidup dari pendapatan tiket?

The main is no longer the main.  Sama seperti suratkabar, tak bisa lagi hidup dari jualan koran. Nokia saja sebagai standalone ponsel mati.

Semua bisnis sudah berpindah ke Superaps, karena ini adalah eranya mobilisasi dan orkestrasi.

Hidup berubah, didapat keuntungan di masa depan hanya kalau kita menciptakan network value.

Ini yang belum dipahami oleh banyak pihak?

Benar.  Celakanya ini belum dipahami orang-orang lama, baik sebagai eksekutif, pengusaha lama, atau regulator yang tak mau sabar melihat cara baru tumbuh.

Ditambah, banyak mental “menghakimi” yang hidup di sini.

Anda mem-back up CEO Garuda, dengan segala permasalahannya?

Mungkin dia salah, mungkin juga tidak. Semua debatable.

Ari Askhara sebagai  #newpower seperti tengah berhadapan dengan #oldpower yang punya uang,  jabatan atau kekuasaan.

Kita masyarakat, harus lebih jernih dan menghargai sosok-sosok exploratif.

Perlu waktu dan saling memahami what’s going on. Mungkin, dia salah kalau pakai kriteria lama. Mungkin juga tidak kalau pakai kriteria baru.

Dunia yang saling meng-orkestrasi dan tak harus menguasai asset.

Rezekinya dari jejaring yang saling menciptakan create value seperti Gojek yang tak harus bermodal besar. Tetapi, valuasinya bisa lebih besar dari yang punya asset kendaraan banyak.

Kasus youtuber, mengkritisi Garuda, yang kemudian dibalas Garuda dengan laporan ke polisi, itu bisa diselesaikan oleh CEO Ari Askara ya?

Saya dengar dan amati anak ini,  Ari Askara, orang baik, lurus, pandai, dan pekerja keras.  Dia mau mengotori tangannya untuk lakukan hal-hal yang belum tentu orang mau melakukannya demi memajukan Garuda.

Hanya saja, dia adalah #newpower yang berhadapan dengan logika-logika lama, #oldpower.

Jadi, kita harus sedikit sabar dan mau lebih terbuka. Jangan gegabah, jangan salah tembak.

Jadi, soal ributnya orang mengenai pergantian CEO, Anda menilai itu salah tembak?

Memangnya gampang cari yang mau kerja dan mau dicaci maki sebagai CEO Garuda, seperti Ari Askhara?

Kalau diganti saja sih, gampang. Cari penggantinya yang sulit, apalagi yang mau mikir dan cari alternatif.

Sudah begitu, perusahaan ini sulit sekali meraih untung.

Mana ada, insentif utk eksekutif hebat duduk di sana, kecuali tentunya yang punya pikiran lain atau ada misi lain. Baiknya kita jernih melihat ini.

Anda sempat komen, beberapa waktu lalu,  setiap ada perbaikan di Garuda, selalu ada yang ribut?

Itu yang harusnya kita bertanya, mengapa?

Sekarang zamannya tak ada stand alone business model hidup. Cari cari sumber lain. Itu sebenarnya yang dilakukan Ari Askhara.

Namanya dalam airlines: ancillary income.

Pendapatan lain-lain dari network effect.

Nah, ini yang ramai saat dia dapat kontrak dari Mahata. Debatable tentang sesuatu yang baru.

Ya, wajar saja kan.  Gojek saja dulu diributkan waktu masuk menjadi sharing ride. Orang tak kenal model business-nya. Wajar saja.

Tapi kan, realitasnya, laporan Garuda bermasalah?

Orang ribut soal revenue recognition yang diakui tahun 2018 dan dicatat oleh kantor akuntan publik.  Ini juga debatable. Namanya juga startup.

Mahata itu, model bisnisnya benar-benar baru bagi banyak orang.

Cara pembayarannya juga banyak yang belum dikenal orang.

Sewaktu Gojek, valuasinya dinilai melebihi Garuda yang asset-nya segambreng dan riil itu, sebagian orang juga ribut kok.

Debatable, tapi mereka tidak mencuri. Masing-masing, punya logikanya sendiri, ada cara lama dan ada cara-cara baru yang belum banyak dikenal orang lama.

Dan ini yang membuat selalu ribut?

Setelah itu, ribut soal lain-lain.

Semua terjadi saat dunia airlines sedang melakukan konsolidasi. Saat jumlah penumpang di Asia sedang menurun, harga tiket full service airlines naik.

Di kala,  penumpang Indonesia lagi takut naik Lion dan Air asia yang kecelakaan tahun lalu, saat Sriwijaya tak bisa bayar hutangnya ke garuda di GMF, sehinga ia minta ditake over Garuda, saat jalan tol darat dan laut membaik (sehingga penumpang lebih suka lewat darat dan shifting)

Ditambah kemarin, saat pilpres… rame deh.

Bagaimana dengan ribut soal jabatan di Komisaris di Sriwijaya?

Hm, ini juga ramai.  Lagi-lagi di BUMN memang direksilah yang ditunjuk untuk mengawasi anak-anak perusahaannya.

Hanya saja, mereka berbeda layanan, beda segmen.

Yang satu full service, yang satunya minimum service. Market-nya beda. Kalau sama mah, sudah pasti dia akan beli pesawatnya saja, bukan perusahaannya.

 

baca juga: majalah MATRA edisi cetak — klik ini

 

Tinggalkan Balasan