MATRANEWS.id — Seminar Nasional dan Lokakarya Bahas RKUHAP sebagai Dasar Penegakan Hukum Konstitusional
Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin sukses menggelar Seminar Nasional dan Lokakarya bertajuk “RKUHAP sebagai Dasar Penegakan Hukum Menurut Konstitusi” pada Rabu, 26 Februari 2025 di Gedung Serba Guna (GSG) ULM.
Acara yang berlangsung pukul 09.00 WIB hingga selesai ini dipimpin oleh Ketua Pelaksana Daddy Fahmanadie SH LLM dan dihadiri oleh 135 peserta yang terdiri dari akademisi, praktisi hukum, mahasiswa, dan masyarakat umum, dengan tujuan mengkritisi perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam kerangka konstitusi.
Kegiatan ini menghadirkan pakar hukum terkemuka sebagai pembicara, antara lain: Prof. Dr. H. M. Hadin Muhjad, S.H., M.Hum. (Guru Besar Fakultas Hukum ULM), Dr. Febby Mutiara Nelson, S.H., M.H. (Sekretaris Program Doktor Pascasarjana FH UI) dan Dr. Septa Candra, S.H., M.H. (Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta/UMJ) serta Andi Sri Kumalarani, S.Sos., M.M.Inov (News Anchor TV ONE) sebagai moderator.
Diskusi mengulas lima pokok pembahasan krusial terkait revisi KUHAP, termasuk Urgensi penguatan asas legalitas dalam hukum acara pidana.
Pembahasan kedua pentingnya koordinasi antar lembaga penegak hukum untuk menghindari tumpang tindih wewenang.
Kemudian tentang Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam sistem peradilan pidana.
Posisi asas Dominus Litis yang tidak boleh dipaksakan dalam kondisi tertentu, melainkan harus selaras dengan teori subsistem peradilan pidana dan fungsi koordinasi.
Para narasumber menekankan bahwa RKUHAP harus menjadi momentum untuk menciptakan sistem koordinasi yang jelas, efektif, dan berkeadilan, sekaligus mencegah penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).
Seminar menghasilkan sejumlah rekomendasi strategis, di antaranya:
-Revisi KUHAP wajib mengedepankan prinsip keadilan material, transparansi, dan keselarasan dengan UUD 1945.
-Adopsi sistem hukum asing perlu disesuaikan dengan konteks lokal Indonesia, mengutamakan nilai-nilai keadilan berbasis kearifan nasional.
-KUHAP baru diharapkan menjadi payung hukum yang diikuti peraturan sektoral untuk menjamin konsistensi penegakan hukum.
-Asas Dominus Litis harus dikaji ulang agar tidak bertentangan dengan subsistem peradilan pidana dan fungsi koordinasi antar lembaga.
Menurut Prof. Hadin Muhjad, S.H., M.Hum., pembaharuan KUHAP melalui RUU Perubahan KUHAP mendesak dilakukan untuk menjawab dinamika hukum pidana materiil pasca terbitnya KUHP 1/2023.
Beberapa poin kritis yang disoroti:
Penghapusan tahap penyelidikan dalam RUU KUHAP berpotensi mengurangi akuntabilitas dan mengabaikan prinsip checks and balances, terutama karena tahap ini berperan memastikan indikasi awal tindak pidana sebelum penyidikan.
UUD 1945 mengamanatkan Kepolisian sebagai penegak hukum utama. Pengurangan kewenangan Polri dalam penyidikan bertentangan dengan mandat konstitusi dan perlu dihindari.
Diperlukan mekanisme checks and balances yang jelas antara Penyidik (Polri) dan Penuntut Umum (Kejaksaan). Kejaksaan sebaiknya berperan sebagai quality control tanpa intervensi langsung, kecuali pada kasus khusus sesuai UU.
KUHAP baru wajib menjadi payung hukum yang koheren, menghindari tumpang tindih dengan UU sektoral, serta menjunjung prinsip demokrasi, transparansi, dan perlindungan martabat manusia.
KUHAP yang baru diharapkan mampu menciptakan sistem peradilan pidana yang adil, efisien, dan konstitusional, dengan tetap mempertahankan kewenangan Kepolisian sebagai garda terdepan penegakan hukum sesuai amanat UUD 1945.
Dr. Septa Candra, Wakil Rektor UMJ, menutup diskusi dengan menekankan bahwa revisi RKUHAP harus mengutamakan koordinasi horizontal antara penyidik dan penuntut umum guna mencegah penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).
Sistem diferensiasi fungsional (pemisahan tugas antar lembaga) harus dipertahankan, dengan tetap memastikan kerjasama berbasis prinsip keadilan material dan transparansi.
Asas Dominus Litis tidak boleh memberi kewenangan tunggal kepada penuntut umum, melainkan tetap mengedepankan pengawasan horizontal demi menghindari monopoli dan rekayasa kasus.
Peserta seminar mendapatkan sertifikat serta wawasan baru terkait dinamika hukum acara pidana. Acara ini diharapkan menjadi langkah awal dalam memperkuat sinergi antar pemangku kepentingan untuk reformasi sistem peradilan pidana Indonesia.
Selain itu, peserta juga mendapatkan akses ke bahan materi diskusi dan kesempatan untuk berdialog langsung dengan para pakar hukum guna memperdalam pemahaman terkait implikasi revisi KUHAP bagi praktik hukum di Indonesia.
#RKUHAP #PenegakanHukum #SeminarNasional #ULM #KeadilanKonstitusi