Hukum  

Ternyata Perusahaan Besar Dalang Kabut Asap, Konglomerat Kita

Ada memang dari perusahaan asal Singapura dan Malaysia yang disegel. Tapi,  perusahaan kayu yang menginduk pada properti tenang-tenang saja. Itu milik orang kaya kita.

MATRANEWS.id — Persebaran kabut asap kian meluas. Dari pantauan satelit kemarin, asap sudah menutupi Riau, Sumatera Barat, Jambi, terus memanjang ke selatan, hingga perbatasan Sumatera Selatan dan Lampung.

Asap juga tersebar merata di hampir seluruh Semenanjung Malaya. Sementara di Pulau Kalimantan, persebaran asap memanjang hingga Kalimantan Timur.

Karhutla yang terjadi sejak awal pekan September kemarin, menyebabkan kualitas udara di beberapa kota dan kabupaten memburuk. Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan kualitas udara di Pekanbaru ada di level berbahaya.

Hal yang sama juga terjadi di Palangkaraya dan Sampit di Kalimantan Tengah. Pemerintah melakukan berbagai upaya menanggulangi masalah ini. Selain melakukan pemadaman, pemerintah juga melakukan penindakan terhadap perusahaan yang melakukan pembakaran lahan.

Jajaran direksi hingga petugas lapangan perusahaan perkebunan sawit yang berlokasi di Kabupaten Pelalawan sudah diperiksa.  Setelah diselidiki pemerintah, ternyata ada perusahaan asing asal Singapura dan Malaysia yang terlibat dalam pembakaran hutan dan lahan di Sumatera.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut, ada 43 perusahaan yang disegel. Terdapat empat perusahaan yang sudah ditetapkan sebagai tersangka karhutla.

Dari catatan Majalah Matra, empat perusahaan itu ada di antara pembudidaya minyak sawit yang paling dihormati.  Merupakan produsen kertas terbesar kedua di dunia. Ujung-ujungnya adalah pemilik sosok yang masuk jajaran terkaya di Indonesia.

Ada memang dari perusahaan asal Singapura dan Malaysia yang disegel. Perusahaan sawit diduga sengaja membakar hutan untuk membuka lahan, karena biayanya lebih murah. Sejumlah perusahaan tetap nekad lakukan land clearing dengan cara bakar lahan.

BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) menyebutkan bahwa kebakaran di Indonesia rata-rata karena pembukaan lahan yang dilakukan oleh perusahaan.

Sementara korporasi besar kerap berdalih,  pelaku pembakaran dilakukan warga miskin peladang. Mereka biasanya membuka lahan dengan cara membakar hutan hingga menyebabkan kebakaran.

Hukum Masih Berpihak Pada Si Kaya

Yang ironis juga, hakim Pengadilan Negeri Pelalawan memvonis bebas Manajer Operasional PT yang menyebabkan atas perkara kebakaran hutan dan lahan. Hakim menilai perusahaan swasta tak bersalah, atas   kasus kebakaran hutan dan lahan,  sebagaimana dakwaan Kejaksaan Negeri Pelalawan.

Pasal-pasal ini “hangus”. Adapun pertimbangan hakim di antaranya, yakni hakim tidak memandang adanya unsur kelalaian dilakukan terdakwa sebagaimana dakwaan jaksa penuntut.

Di mana perusahaan disebut tidak memiliki sarana dan prasarana pemadam api yang lengkap sesuai dengan luas lahan konsesinya. Perusahaan telah memiliki menara api sebagai pencegahan dini kebakaran lahan dilengkapi radio komunikasi, kendaraan patroli dan memiliki kantor yang selalu ditunggu karyawan.

Di lain sisi, sejumlah perusahaan perkebunan yang divonis bersalah karena terbukti membakar hutan sejak 2009 hingga kini belum membayar uang denda bernilai trilyunan Rupiah.

Perusahaan sawit dan kertas di Indonesia berhutang senilai USD 220 juta atau sekitar Rp. 3,1 trilyun kepada pemerintah. Jumlah tersebut membengkak menjadi USD 1,3 milyar atau setara dengan Rp. 18 trilyun jika ditambahkan dengan vonis denda dalam kasus pembalakan liar.

10 perusahaan terbesar sudah terbiasa “main mata”. 

KLHK sendiri mengklaim telah mencatat kemajuan dalam menjalankan putusan pengadilan dan mendenda perusahaan yang terlibat pembakaran. Namun dua perusahaan yang menurut laporan KLHK telah membayar denda senilai USD 2 juta atau Rp. 28 trilyun dihukum lantaran aktivitas tambang terbuka, bukan kebakaran hutan.

Warga berupaya terus melaksanakan aktivitas walaupun kabut asap mencengkeram kawasan tempat tinggal mereka. Pemerintah masih berusaha memadamkan titik api, sementara perusahaan kayu yang menginduk pada properti tenang-tenang saja.

Pemerintah mengerahkan 50 helikopter dari berbagai kementerian dan lembaga, TNI, Polri, dan swasta untuk melakukan water bombing guna memadamkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di wilayah Provinsi Riau.

“BNPB sendiri mengerahkan 42 helikopter untuk pemadaman karhutla,” kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo, Minggu (15/9/2019).

Namun Doni mengingatkan, memadamkan lahan gambut bukanlah hal yang mudah. Ia menunjuk contoh ada satu daerah di Sumatra Selatan yang selama satu bulan kebakaran hutan dan lahan terjadi tanpa henti, belum bisa dipadamkan hingga hari ini.

“Pemadaman melalui water bombing maupun selang air bukan upaya yang efektif untuk memadamkan kebakaran hutan. Hanya hujan yang bisa memadamkan api di sejumlah wilayah karhutla,” jelas Doni.

Karena itu, lanjut Kepala BNPB, pihaknya bekerjasama dengan Badan Metereologi Klimatologi dna Geofisika (BMKG) selalu bersiap sedia apabila ada kemunculan awan agar bisa segera dibuat hujan buatan.

Dua perusahaan yang menurut laporan KLHK telah membayar denda senilai USD 2 juta atau Rp. 28 trilyun dihukum lantaran aktivitas tambang terbuka, bukan kebakaran hutan.

 

 

Tinggalkan Balasan