MATRANEWS.id โ Teror dalam Lensa Jurnalisme: Sebuah Narasi Kebenaran yang Tak Terbungkus
โAda yang terganggu kepentingannya,โ ujar S.S. Budi Raharjo, Ketua Asosiasi Media Digital Indonesia, dengan tenang dan penuh makna.
Kalimat itu menggema di ruang perbincangan, bukan sekadar sebuah pengamatan, tetapi sebuah cermin atas apa yang tengah terjadi dalam dunia jurnalistik. Teror yang menghantui para jurnalis, seperti dikirimi kepala babi dan tikus oleh pihak yang merasa terganggu dengan sebuah laporan, seolah mengungkapkan sisi gelap dari dunia pers yang tidak pernah absen, meskipun sering kali tak terlihat oleh publik.
Bentuk teror terhadap jurnalis memang beragam. Mulai dari surat ancaman yang diiringi dengan telepon mengerikan, pelemparan bom molotov, hingga serangan oleh gerombolan preman. Selain itu, tak jarang media juga harus menghadapi tindakan sensor atau pembredelan atas laporan yang dianggap โmengancamโ kekuasaan tertentu.
S.S. Budi Raharjo, salah seorang tokoh pers yang telah mengarungi dunia jurnalisme dan media digital, tidak sekadar berbicara dari sudut pandang teori belaka.
Dirinya adalah CEO Majalah Eksekutif, Pemred Majalah MATRA, dan Pemimpin Umum HarianKami.com, yang punya pengalaman panjang dalam menjalani liku-liku dunia jurnalistik.
Pernyataannya bukan hanya sekadar angin lalu; ia menyuarakan sebuah renungan bagi para jurnalis yang berdedikasi dan berjuang di dunia yang penuh risiko ini.
Menurut Budi, teror semacam ini kerap muncul sebagai respons terhadap karya jurnalistik yang menyentuh, khususnya laporan investigasi.
โWartawan investigasi makanya suka disebut kastanya lebih tinggi dibanding jurnalis biasa,โ ungkapnya.
Menurutnya, jurnalis yang melakukan liputan investigasi bukan hanya mencatat sejarah, tetapi juga berani menyingkap tabir kegelapan yang sering kali disembunyikan dari pandangan publik.
Karya jurnalistik investigasi yang berintegritas memang memiliki peran penting dalam masyarakat. Ia bukan sekadar laporan, tetapi juga menjadi alat untuk mendorong masyarakat berpikir lebih kritis.
Seperti yang diungkapkan oleh Budi Raharjo, โLiputan investigasi di media terpercaya mampu mendorong partisipasi publik.โ Ini adalah panggilan bagi setiap jurnalis untuk tidak takut mengungkapkan kebenaran, meskipun sering kali harga yang harus dibayar begitu mahal.
Budi Raharjo, yang juga seorang lulusan S2 dari STIE Bisnis Indonesia, bukan orang asing dalam menghadapi ancaman.
Bahkan, dirinya pernah menerima teror seiring dengan tulisan-tulisan investigasinya. Salah satu pengalaman mengerikan yang pernah dialaminya adalah ketika tulisan Budi dianggap mengganggu pihak tertentu.
Dirinya menerima sebuah bunga papan ucapan selamat ulang tahun yang sangat besar, berukuran 3ร4 meter. Namun, bunga papan tersebut bukan hanya sekadar ucapan. Pesan yang tertulis jelas: โGue tahu rumah dan keluarga elo.โ
Pesan tersebut mengungkapkan bahwa sang peneror ingin memberi sinyal bahwa mereka tahu siapa yang berani mengungkapkan kebenaran.
Budi Raharjo tidak merasa takut. Ia menyadari bahwa pesan tersebut adalah ancaman agar ia mundur. Namun, bagi seorang jurnalis yang menganggap integritas sebagai prinsip utama, mundur bukanlah pilihan.
Papan bunga yang besar itu hanyalah simbol dari ancaman yang lebih dalam, sekaligus sebuah tantangan untuk terus maju dengan keteguhan prinsip.
Budi Raharjo menganggap teror semacam itu bukanlah alasan untuk berhenti berjuang. Sebaliknya, itu justru semakin menguatkan tekadnya untuk terus melawan ketakutan dan mengungkapkan kebenaran, meskipun dunia luar kadang tak siap menerimanya.
Dalam dunia jurnalistik, teror mungkin datang dari pihak yang merasa kepentingannya terganggu, tetapi kebenaran akan selalu menemukan jalannya.
Setiap kata yang ditulis, setiap laporan yang disusun, menjadi keberanian untuk mempertaruhkan sesuatu yang jauh lebih besar daripada sekadar popularitas atau pengakuan. Itu adalah keberanian untuk mempertahankan kebenaran, meskipun dunia tidak selalu siap menerimanya.
Pada akhirnya, seperti pesan yang disampaikan melalui papan bunga itu, kita semua memiliki pilihan: mundur atau maju. Namun, bagi mereka yang menjunjung tinggi integritas, mundur bukanlah pilihan.
Sebab, sejatinya, teror itu sendiri adalah cerminan dari kepentingan yang merasa terancam oleh kebenaran yang terungkap. Dalam dunia yang sering kali berbelit ini, kebenaran adalah senjata yang paling tajam.
Respon (1)
Komentar ditutup.