MATRANEWS.id — Puisi ini tersebar, dari media sosial satu, ke grup media sosial lain.
Dari laman grup WhasApps: Eksekutif Club, puisi ini bisa dibaca oleh beberapa orang “penting di negeri ini.”
Sesungguhnya, puisi menurut Sapardi Djoko Damono: “Seseorang harus mengosongkan pikiran dari emosi-emosi sebelum menulis puisi.”
Di era digital, situasi kekiniannya adalah, jika sesuatu itu menarik, maka saling forward. Demikian juga, puisi ini menyebar dan viral.
Puisi itu, tak ubahnya alat untuk orang-orang menerjemahkan air mata yang sudah dipuncak sebagai kata-kata.
Puisi pula layaknya pesawat yang mengantar penumpang dari tempat satu ke tempat yang lain. Puisi bisa dimaknai berbeda tergantung siapa yang menggunakan.
Bahkan, puisi yang kita tulis hari ini bisa dimaknai berbeda saat kita membacanya di waktu yang lain.
Bagi seorang yang memang mengenal puisi dari sisi akademis, tentu berbeda dari seorang sastrawan, dimana puisi soal kejelian.
Puisi melihat hal-hal sekitar dan menghubungkannya dengan kejadian lain atau yang sedang dirasakan sekarang.
Menggunakan wawasan dan keahlian menulis kata-kata indah. Berbagi sesuatu yang bermanfaat, apakah itu informasi penting, atau pengetahuan lainnya, yang diselipkan dalam bait-bait puisi.
Semua puisi akan indah pada waktunya.
Menjadi menarik, jika tokoh yang menuliskan puisi itu, sesuai keadaan saat ini.
Mereka tidak lagi memilih kata-kata umpatan yang kasar sebagaimana dulu dilakukan antara sesama anggota dewan dalam sebuah persidangan di gedung rakyat.
Puisi adalah bentuk karya sastra yang terikat oleh irama, rima dan penyusun bait dan baris yang bahasanya terlihat indah dan penuh makna.
Puisi lama adalah pantun dan syair. Puisi modern tidak terikat pada bait, jumlah baris, atau sajak dalam penulisannya.
Inilah, Puisi H. Agus Santoso , Mantan Wakil Kepala PPATK. Silahkan lanjutkan atau share, jika dianggap menarik.
“
Rampok Di Negeri Sendiri
Di negeri antah berantah
Korupsi amatlah mudah
Ia datang sendiri
Menyambangi meja pejabat basah
Untuk minta rekomendasi
*
Di negeri antah berantah
Koruptor bukanlah si bodoh
Tapi pemegang kekuasaan
Yang tak tahan godaan
Yang terlena rayuan
Yang ingin cepat banyak uang
**
Di negeri antah berantah
Koruptor tak pernah henti melawan
Tak ingin dipagari
Tak mempan diperangi
Tak mau dicaci sebagai pencuri
Bahkan berbalik mengintimidasi
Walau jelas – jelas ada alat bukti
***
Akh, betapa sulit mempercayai
Mengaku bernurani
Tapi tega merampok negeri sendiri.
“
Agus Santoso, dikenal sebagai sebagai Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk masa tugas 2011-2016, dan masih menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Pegawai Bank Indonesia (IPEBI) sejak tahun 2010 sampai dengan sekarang.
Lahir di Purwokerto, Jawa Tengah, pada tanggal 9 Agustus 1960. Ia adalah anak pertama dari empat bersaudara. Agus lulusan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Bandung, Jurusan Hukum Perdata, berijazah Sarjana Hukum (SH) tahun 1983 dengan memperoleh penghargaan prestasi akademik.
Kemudian, ia melanjutkan ke bidang magister Faculteit der reschtswetenschap, Rijks Universiteit Leiden, Belanda, Jurusan Public International Law, berijazah Master of Law (LL.M) tahun 1997 dengan memperoleh penghargaan prestasi akademik. Kemudian ia melanjutkan di Faculteit der reschtswetencshap, Rijks Universiteit Leiden, Belanda, jurusan Meta Juridicia, sebagai peserta jenjang S3 (AIO-Asistent in Opleidingen) di bidang Hukum Kebanksentralan, tahun 1998-2001
baca juga: majalah Eksekutif Terbaru