Dugaan Pemalsuan Surat Negara oleh Keluarga Sinarmas Group Macet di Polri?

repost Majalah EKSEKUTIF edisi Juli 2022

Dugaan Pemalsuan Surat Negara oleh Keluarga Sinarmas Group Macet di Polri?
Freddy Widjaja, Jimmy Widjaja, Indra Widjaja, Muktar Widjaja

Viral Dugaan Pemalsuan Surat Negara oleh Keluarga Sinarmas Group. Benarkah Macet di Polri dan Dipantau Amnesti Internasional?

***

repost majalah EKSEKUTIF edisi Juli 2022, mengenai viral di media sosial, kasus Dugaan Pemalsuan Surat Negara oleh Keluarga Sinarmas Group Macet di Polri, Dipantau Amnesti Internasional.

Rabu, 29 Juni 2022 Pukul 12.30 WIB, bertempat di Kantor Amnesti, Gedung HDI HIVE Jl. Probolingo No. 18, Gondangdia, Jakarta Pusat.

Freddy Widjaja telah melaporkan kasus pemalsuan surat negara yang dilakukan oleh keluarga pemilik Sinar Mas Group, kepada kepolisian pada bulan November 2021.

Menurut Freddy ada yang mengganjal dibalik pengajuan yang dilakukan ketiga saudara tirinya yakni Indra Widjaja, Mukhtar Widjaja, dan Franky Oesman Widjaja. Freddy meyakini adanya pemalsuan dokumen akta dari ketiga saudara tirinya itu.

“Atas pemalsuan surat/dokumen ini, kami melaporkan kepada Kepolisian pada bulan November 2021. Namun hingga delapan bulan berlalu kami belum melihat ada kemajuan berupa penyidikan kepolisian,” ungkapnya.

Setelah melapor ke Kepolisian dan merasa tidak ada progres, Freddy melaporkan kasus ini juga ke Amnesti Internasional agar bisa membantu untuk mengawasi kinerja Kepolisian dalam penegakan hukum baginya.

“Oleh sebab itu lah saya meminta bantuan Amnesti Internasional untuk ikut bisa memonitor kinerja kepolisian kita yang saya rasa juga membantu hak saya, yang telah dipatahkan lewat MA oleh ketiga terlapor menggunakan bukti-bukti palsu,” ujarnya.

Freddy mengatakan, laporan kepada Amnesti Internasional diterima oleh Kepala Kantor Amnesti Internasional Lampita Siregar.

Lika-liku Hidup Eka Tjipta, Jualan Biskuit Sampai Bangun ‘Kerajaan’ Sinar Mas

Status hukum sebagai anak sah Eka Tjipta dibatalkan oleh MA karena kasasi yang diminta tiga saudara tirinya lewat Mahkamah Agung.

Maka keluarlah putusan MA Nomor 3561K/Pdt/2020 pada 10 Desember 2020. Putusan itu membatalkan penetapan anak sah Eka Tjipta untuk Freddy Widjaja.

“Harapan saya simple aja. Delapan bulan membuat laporan polisi saya minta kebenaran hukumnya saja.”

“Mereka ini (Indra, Muktar dan Franky Widjaja) kan, pemilik Sinarmas Group yang saham-sahamnya di perdagangkan di Bursa Efek Indonesia.”

“Jadi, apabila terbukti melakukan pemalsuan akta lahir, maka dapat dipastikan saham-sahamnya akan ambruk bisa di delisting dari BEI.”

“Kasihan para investor yang telah memiliki saham-saham Sinarmas Group,” papar Freddy Widjaja.

“Hukum jangan hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Jangan hanya orang kecil saja yang ditangkap, untuk kasus pemalsuan semacam ini,” ujar Freddy Widjaja melapor ke Amnesti Internasional.

Ini menurut Freddy tak hanya menyangkut dirinya, tapi juga hal orang banyak.

Namun hingga delapan bulan berlalu, Freddy Widjaja belum melihat ada kemajuan berupa penyidikan kepolisian.

Masalah Berujung Laporan Ke Amnesti Internasional

Kinerja kepolisian yang dipimpin oleh Jendral Polisi Listyo Sigit Prabowo dipuji, dengan tagline Polri Presisi (preidiktif, responsibilitas, transparasi, dan berkeadilan).

Baca juga :  Indonesia-Korea Medical Roadshow 2024 di Intercontinental Hotel Pondok Indah 11-12 Sept 2024

Kini terjadi perubahan besar terhadap institusi kepolisian ke arah yang lebih baik.

Pasca dilantik di awal tahun 2021 tepatnya pada tanggal 27 Januari, Jenderal Listyo Sigit Prabowo langsung diperhadapkan dengan berbagai permasalahan bukan cuma mengenai Kamtibmas, tetapi juga di internal institusi yang dia pimpin.

Polri Presisi inilah yang diminta Freddy Widjaja. Terkait pengaduan kepada Amnesty International. Karena ia yakin dengan Presisi Kapolri Listyo Sigit.

“Dengan hilangnya hak hukum kami sebagai anak dari alm. Eka Tjipta Widjaja yang meninggal pada Januari 2019. Adapun alasan pelaporan dan pengaduan kami adalah, karena kami dizalimi oleh putusan MA.”

“Yang membatalkan status hukum kami sebagai anak dari almarhum Eka Tjipta Widjaja,” ujar Freddy Widjaja yang sangat menyayangkan bahwa putusan MA tersebut.

Kenapa?

“Karena putusan Mahkamah Agung itu justru memperkuat tuduhan bahwa kami adalah anak zina dari alm Eka Tjipta Widjaja,” demikian Freddy Widjaja dalam wawancara  ke sejumlah media massa.

Freddy mengaku, akibat hukumnya adalah dirinya kehilangan hak-hak asasi yang dijamin oleh UUD 1945 dan UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

“Yang hilang atau terlanggar bukan hanya hak perdata kami yang oleh sebagian pihak dianggap sebatas hak-hak waris,” ujar Freddy memaparkan, yang terlanggar adalah hak yang lebih mendasar lagi, “Yaitu hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum.”

Padahal Pasal 4 UU Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa “hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun,” masih kata Freddy.

HAM Dilanggar Anak Konglomerat Sinar Mas

Freddy menyebut tentang hak yang telah dijamin UU ini juga diperkuat oleh UUD 1945 hasil amandemen II pada tahun 2000.

“Kami perlu menegaskan bahwa kami bukan anak zina, melainkan anak yang sah,” ujar Freddy.

“Tuduhan bahwa kami adalah anak zina semula bermula dari tiga orang saudara tiri kami yang juga merupakan anak dari alm. Eka Tjipta Widjaja dari perkawinan dengan ibu berbeda,” Freddy memaparkan.

Ketiga orang tersebut adalah Indra Widjaja, Muktar Widjaja, dan Franky Oesman Widjaja.

“Menurut kami, tuduhan tersebut sama saja dengan menghina dan merendahkan harkat dan martabat ayah biologis kami, yang juga ayah biologis mereka, yaitu almarhum Bapak Eka Tjipta Widjaja adalah orang yang berzina atau pelanggar hukum kriminal berupa zina. Ini tuduhan tidak benar,” ujar Freddy Widjaja.

Semua pihak, terutama anak-anak biologis almarhum, terlepas dari siapa istri almarhum dan terlepas dari tercatat/tidaknya pernikahan mereka, seharusnya menghormati nama baik almarhum, apalagi ketika telah meninggal dunia,” masih kata Freddy Widjaja.

“Kalau pun kami terlahir dari seorang ibu yang pernikahannya dengan almarhum Eka Tjipta Widjaja tidak tercatat oleh negara, itu tidak berarti bahwa negara dapat begitu saja tanpa alasan yang adil dapat menghilangkan hak kami,” ujar Freddy Widjaja.

Baca juga :  Airlangga: Perusahaan/ Pengusaha Tidak Boleh PHK saat Pemberlakuan PPKM Darurat

Tidak Berarti Sama Sekali Tidak Memiliki Hak-Hak Hukum Apa Pun

Sesuai putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010, setiap anak yang terlahir secara biologis dengan laki-laki dan perempuan yang pernikahannya tidak resmi tercatat negara.

“Tetap memiliki hubungan perdata dengan ibu biologis dan ayah biologis beserta keluarganya,” demikian Freddy mengutip bunyi putusan MK:

“Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya.”

“Dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan.”

“Berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.”

Sayangnya, atau bahkan parahnya, pembatalan status hak hukum kami di MA didasarkan pada bukti-bukti surat/dokumen yang palsu.

Pemalsuan surat/dokumen ini Dilaporkan November 2022, Belum Ada Kemajuan Hingga Kini

Atas pemalsuan surat/dokumen ini, kami telah melaporkannya kepada Bareskrim Polri November 2021. Namun, proses hukumnya seperti jalan di tempat dan belum naik  ke tahap Penyidikan sejak dilaporkan.

Hingga berita diturunkan, majalah MATRA belum menerima info lanjutan dari Kepolisian atau pihak keluarga Eka Tjipta.

Delapan Bulan Berlalu Belum Ada Kemajuan Berupa Penyidikan Kepolisian

Oleh karena itu, “Kami ingin mengadukan masalah ini kepada Amnesti Internasional dan memohon bantuan untuk mengawasi kinerja Kepolisian.”

Dalam penegakan hukum yang adil, melayani setiap warga negara tanpa dibeda-bedakan secara diskriminatif.

“Mohon kiranya rekan-rekan Amnesti Internasional bersedia mendorong jajaran kepolisian untuk meningkatkan status penyidikan atas pengaduan kami yang sebelumnya, melalui pemeriksaan saksi-saksi, ahli, serta alat bukti lainnya,” kata Freddy yang menyebut pembuatan akte palsu dari kakaknya sudah dilaporkan juga ke PoldaMetro Jaya.

“Kita tunggu saja, apakah hukum kita dilecehkan. Jangan mentang-mentang konglomerat, segala hal bisa dibeli. Hukum itu sama untuk setiap warga negara di kita, kalau salah ya dihukum,” ujar Freddy Widjaja tetap percaya kebenaran dan keadilan masih ada di republik ini.

                                                                      ****

Pemalsuan Dalam Gugatan Di Pengadilan, Pers Release: LQ Indonesia Lawfirm, Jakarta 15 Juni 2022

LQ Indonesia Lawfirm terus mendapatkan kepercayaan dari masyarakat yang terlibat perkara pidana.

Kali ini Freddy Widjaya, anak dari Almarhum Eka Tjipta Widjaja melaporkan ketiga saudaranya Indra Widjaja, Muktar Widjaja dan Franky Oesman Widjaja ke Mabes Polri.

Atas dugaan pemalsuan akta lahir yang digunakan dalam gugatan perdata di pengadilan untuk merebut warisan sang ayah, Alm. Eka Tjipta Widjaja dari Freddy Widajaja dengan LP No B/0705/XI/2021/SPKT Bareskrim Polri tanggal 24 Nopember 2021 atas dugaan pemalsuan pasal 263, 264 dan 266 KUH Pidana.

Baca juga :  Kebakaran Lapas Tangerang dan Kerugian Negara Akibat Penyalah Guna Dipenjara

Freddy dalam keterangannya kepada media menyampaikan bahwa atas pengunaan akta lahir tersebut dirinya merasa dirugikan, karena majelis hakim memutuskan perkara dengan mengunakan akta lahir tersebut yanh tertera mereka sebagai anak Eka Tjipta Widjaja.

“Awalnya saya curiga ada yang aneh dengan tanggal diterbitkannya akta lahir tersebut. Ternyata setelah di cek ke Disdukcapil tempat akta lahir dikeluarkan, tidak terdaftar/terdata dalam buku register mereka. Jadi jelas tidak sah, malah dipergunakan sebagai alat bukti.”

Advokat Alvin Lim, SH, MSc, CFP dari LQ Indonesia Lawfirm, selaku kuasa hukum Freddy Widjaja heran, “kekayaan yang ditinggalkan almarhum Eka Tjipta Widjaja sangat besar dan menjadikan beliau salah satu orang terkaya di Indonesia.”

“Kenapa saudara-saudara tua tidak dengan adil berikan dan bagikan harta warisan kepada adik-adiknya?”

“Harta pak Eka itu 7 keturunan tidak akan habis, seharusnya berbagi dengan adil, karena bagaimana pun juga mereka saudara sedarah.”

“Saya himbau agar bapak Indra, Muktar dan Franky Widjaja yang terhormat untuk menyelesaikan perkara secara kekeluargaan, saya rasa apabila almarhum Eka Tjipta Melihat dari Surga anak-anak beliau saling berebut harta akan sedih.”

“Harta tidak dibawa mati, baiknya sebagai kakak yang lebih tua bisa bertindak bijak dan berbagi secara adil. Apalagi saya dengar mereka bertiga sangat piawai dalam berbisnis kenapa harus takut berbagi dengan saudaranya sedarah, sama-sama anak sang ayah.”

Freddy menjelaskan bahwa kekayaan sang ayah, diperkirakan lebih dari 1000 Triliun dan dalam pembagian tidaklah adil. Dirinya tidak menuntut berlebihan namun agar di bagi secara adil, bukan dengan mengunakan akta lahir palsu yang tidak terdaftar disdukcapil.

Pengacara Alvin menjelaskan, bahwa mengunakan surat palsu melanggar Pasal 263 ayat 2 KUH pidana dengan ancaman penjara 6 tahun.

Apalagi konsekuensi digunakan akta lahir utk buat KTP menyebabkan dokumen yang dibuat berdasarkan surat palsu menjadi tidak Sah dan bisa dibatalkan demi hukum, apalagi pengunaan surat palsu dengan maksud dan sengaja untuk memenangkan perkara di Pengadilan.

“Pak Freddy Widjaja berharap, agar Mabes Polri berani menindak para penguna surat palsu sebagaimana Undang-undang menuliskan. Menurut KUHP pasal 263, 264 dan 266.”

“Masyarakat Indonesia melihat apakah anak-anak pendiri Sinarmas kaya akan moral selain kaya materi pula? Ataukah harta duniawi membuat mereka khilaf dan melakukan apapun demi harta, bahkan melalui pelanggaran hukum?”

Freddy Widjaja menghubungi LQ di 0818-0489-0999 untuk bantuan pendampingan karena percaya dan yakin kualitas dan integritas LQ yang selalu sepenuh hati mendampingi masyarakat pencari keadilan.

Proses hukum masih dalam Penyelidikan dan rencana tindak lanjut penyidik Tipidum Mabes akan memanggil saksi disdukcapil terkait sebelum melakukan gelar perkara.

 

 

 

Tinggalkan Balasan