Berita  

Moeldoko Kepala Staf Presiden Kembali Jadi Sorotan

Moeldoko Kepala Staf Presiden Kembali Jadi Sorotan

MATRANEWS.id — Kembali menjadi sorotan publik. Sosok Jenderal TNI Dr. H. Moeldoko, S.I.P yang disebut ahli strategi. Tapi bagi netizen ia diserang dengan sosok yang peragu.

Tiga Kali Moeldoko Kalah Gugatan, Demokrat: Menegaskan AHY Ketum Demokrat yang Sah

Tokoh yang merupakan pengusaha, politikus, dan purnawirawan perwira tinggi TNI Angkatan Darat.

Yang saat ini menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan Indonesia sejak 17 Januari 2018 pada Kabinet Kerja Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Moeldoko jadi bintang, saat menjadi bintang film sebuah film pendek.

Dalam film berjudul Air Susu Kau Balas Air Teh, Moeldoko berperan sebagai seorang petani bernama Kang Moel.

Adapun film yang dibintangi Moeldoko tidak tayang di bioskop, melainkan di akun YouTube Woko Channel.

Di film itu, Moeldoko diceritakan tengah sibuk bekerja di tengah sawah.

Dalam percakapannya dengan pemain lain dalam film tersebut, Moeldoko menyebut dirinya sebagai Panglima Tani.

Harta Kekayaan Moeldoko

Terlepas dari perannya sebagai sosok petani di film pendek itu, Moeldoko merupakan satu di antara pejabat negara.

Dari penelusuran di situs elhkpn.kpk.go.id, mantan Panglima TNI itu rutin melaporkan harta kekayaannya.

Pada laporan terbarunya, harta kekayaan Moeldoko mencapai Rp 50 miliar atau tepatnya Rp 50.021.733.924 per 30 Maret 2022.

Banyak yang kembali mengkaitkan Moeldoko dengan Partai Demokrat yang sedang ultah ke-21 tahun.

Partai yang didirikan Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY ini dibentuk pada 9 September 2001.

Baca juga :  Metode Baru Penggemukan Kerbau yang Hasilnya “Wow”

Tujuan awal didirikannya partai ini adalah untuk memboyong SBY sebagai Calon Presiden atau Capres, seperti dikutip dari laman resmi Partai Demokrat, demokrat.or.id.

Berkiprah selama dua dekade di perpolitikan Indonesia, seperti apa perjalanan naik-turunnya partai berlambangkan bintang segitiga merah putih ini?

Pasang Surut Partai Demokrat

Partai Demokrat mengawali debutnya dalam pesta demokrasi pada musim Pemilihan Umum atau Pemilu 2024.

Pada Pemilu Legislatif atau Pileg tahun tersebut, Partai Demokrat meraih peringkat ke 5 dengan total suara 7.45 persen dengan 57 kursi di DPR.

Sedangkan untuk Pemilihan Presiden atau Pilpres, SBY maju sebagai Capres didampingi Jusuf Kalla sebagai Calon Wakil Presiden atau Cawapres.

Pilpres 2004 terdapat dua putaran, pasangan ini menang di dua putaran Pilpres itu.

Pada Pilpres putaran pertama yang diselenggarakan 5 Juli 2004, dan diikuti oleh 5 pasangan calon.

Pasangan SBY dan Jusuf Kalla mendapatkan total suara 39.838.184 atau 33,57 persen. Pilpres putaran kedua diselenggarakan pada 20 September 2004.

Tersisa dua pasangan calon yaitu pasangan SBY-Jusuf Kalla duel pasangan Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi.

Pasangan SBY-Jusuf Kalla unggul dengan persentase 60,62 persen atau 69.266.350 suara. Sedangkan Megawati-Hasyim meraih total 44.990.704 suara atau 39,38 persen.

Kemudian pada 2009, tahun ini merupakan masa kejayaan Partai Demokrat. Partai Politik dengan ciri khas warna biru itu memenangkan Pileg 2009.

Total 150 kursi atau 26,4 persen di DPR RI berhasil diraih setelah mendapat 21.703.137 total suara atau 20,4% persen.

Baca juga :  Masyarakat Bangkalan Dijejali Semangat Positif, Diinspirasi Oleh Ajaran Pj Bupati Arief M Edhie

Tak hanya itu, SBY yang diusung kembali oleh partai sebagai Calon Presiden menang lagi.

SBY bersama pasangannya, Boediono berhasil mengalahkan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Muhammad Jusuf Kalla-Wiranto. Perolehan suaranya sebanyak 73.874.562 atau 60,80 persen.

Pada 2010, Partai Demokrat mengadakan musyawarah untuk pemilihan Ketua Umum. Anas Urbaningrum terpilih dan akan menjabat selama lima tahun atau hingga 2015. Namun pada 2013, Anas tersandung korupsi dan didepak dari jabatannya.

Anas terlibat kasus korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang. Awal 2014, Anas ditahan karena kasus tersebut. Tak lama, dia hengkang dari Demokrat.

SBY kemudian menjadi Ketum Partai Demokrat setelah Anas lengser pada 2013. Rencananya SBY menjabat dalam kurun sementara hingga pemilihan Ketum selanjutnya pada 2015.

Namun dalam musyawarah pemilihan Ketum periode 2015-2020, SBY kembali terpilih secara aklamasi.

Dalam proses pemilihan, SBY sebagai calon tunggal Ketum hanya membutuhkan 10 menit untuk memikirkan kembali maju sebagai ketua umum partai berlambang mercy tersebut.

Pada Pileg 2014, Partai Demokrat tak semoncer Pemilu musim sebelumnya. Bahkan partai politik ini menempati posisi keempat dari 10 partai di DPR.

Posisi tersebut didapat setelah meraih suara nasional sebanyak 12.728.913 atau 10,19 persen. Lalu pada 2016, Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY, anak SBY, keluar dari TNI. AHY jadi kader Demokrat dan ikut Pilkada DKI Jakarta pada 2017, namun kalah.

Baca juga :  Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin Tentang Hukuman Mati, Repost Beritasenator.com,

Elektabilitas Partai Demokrat pada Pileg 2019 makin menurun.

Dari sebelumnya di posisi 4 pada musim Pileg 2014, Partai Demokrat menempati posisi ketujuh dari sembilan partai di DPR pada Pileg 2019. Perolehan suaranya yaitu sebanyak 7,77 persen suara nasional atau 10.876.507.

Pada 2020, AHY terpilih menjadi Ketum Partai Demokrat Periode 2020 hingga 2025. AHY menggantikan SBY yang telah menjabat sejak 2013.

Sama seperti terpilihnya sang ayah pada pemilihan Ketum periode sebelumnya, AHY juga terpilih secara aklamasi. Pada 2021, Partai Demokrat diterpa isu internal.

Beberapa kader partai itu menggelar Kongres Luar Biasa atau KLB, dan menetapkan Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Moeldoko sebagai Ketum.

KLB Demokrat dilakukan karena beberapa kader tersebut dipecat dan dituduh terlibat dalam kudeta. Tujuan pengambilalihan itu disebut untuk kepentingan terkait calon presiden 2024.

Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah atau DPD Partai Demokrat Jawa Barat Asep Wahyuwijaya menyatakan pihaknya tak merestui KLB Demokrat yang diinisiasi oleh beberapa kader partai tersebut.

Menurutnya, aturan KLB setidaknya mempersyaratkan dua hal, ada permohonan dari Dewan Pimpinan Cabang dan DPD dalam jumlah tertentu.

Serta mengharuskan ada persetujuan dari Majelis Tinggi Partai. Asep mengklaim, DPD Partai Demokrat se-Indonesia telah berikrar untuk tetap solid bersama para pengurus Partai Demokrat di bawah kepemimpinan AHY.

BACA JUGA: majalah EKSEKUTIF edisi September 2022, klik ini

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan