Kedahsyatan Energi Seks

Pilih Kuantitas atau Kualitas?

Kedahsyatan Energi Seks

MATRANEWS.id — Siapa yang bisa menjamin bila seseorang melakukan hubungan seks setiap hari, maka otomatis akan memperoleh kebahagiaan?

Lantas, mitos dalam masyarakat tumbuh dengan mengklaim, jika kuantitas hubungan intim berkurang maka pelakunya sudah “dingin” dan tak punya gairah. Siapa pula yang bisa menggaransinya?

Sesungguhnya, masalah seks justru hendaknya tidak dilihat secara kuantitas, tapi kualitas. Dan, kualitas seks itu bisa ditingkatkan sedemikian rupa sehingga sekali melakukan hubungan seks, kepuasan yang didapat oleh pasangan bisa dirasakan sampai berminggu-minggu.

Jadi, kuantitas itu bisa dikurangi, tapi kualitas hendaknya terus ditingkatkan. Sehingga, tak menjadi pemborosan energi juga.

Sekarang ini banyak sekali iklan obat-obatan atau suplemen penambah daya “gempur” lelaki, dan apakah itu pertanda kepercayaan diri dan kemampuan seksual pria makin menurun.

Masalah yang muncul kemudian setelah pria mengonsumsi obat kuat itu adalah apakah ia bisa membahagiakan pasangannya?

Dari penelitian kecil-kecilan yang dilakukan, ternyata tak sedikit wanita yang tak merasakan kebahagiaan ketika pria-nya menggunakan obat semacam itu.

Artinya, kuantitas hubungan seksual bisa meningkat, tetapi kualitasnya tidak demikian.

Mengapa terjadi demikian?

Hal tersebut tentu harus dilihat dari sisi psikologis si wanita. Kebutuhan seks perempuan itu lain. Seorang pria, begitu ejakulasi maka ia merasa telah selesai, sedangkan seorang wanita untuk mencapai orgasme mengalami proses yang lebih panjang daripada pria, mulai dari sentuhan awal hingga orgasme.

Jika selanjutnya obat-obatan dan suplemen penambah gairah itu dikonsumsi pria, selain karena kurang percaya diri, salah satu penyebabnya adalah stres.

Baca juga :  Anang Iskandar: Menkes Bertanggung Jawab Memberikan Layanan Rehabilitasi Bagi Penderita Sakit Adiksi Narkotika di Seluruh Indonesia

Dengan memakannya, seolah ia telah menyembuhkan fisiknya yang lemah. Padahal, itu bukan soal fisik, tapi lebih kepada psikis.

Kalau mental emosionalnya bisa dibenahi, tentu dia tak butuh obat, dan kualitas kehidupan seksnya akan membaik. Jadi, obat-obatan semacam itu bukan solusi terbaik.

Saat seseorang melakukan hubungan seks, tentu itu bukan semata-mata hanya kebutuhan biologis, tetapi suatu seni dan permainan.

Pandangan tentang seks perlu diperbarui. Sehingga, kepuasan yang tercipta itu merupakan release of energy, yang bisa membuat daya kreatif kita makin meningkat.

Masalahnya, bila seorang pria dalam keadaan stres, maka seks itu sebagai pelampiasan saja. Dia sebetulnya tak lagi menikmati seks, dia cuma ingin membebaskan diri dari belenggu stres.

Cukup sering terdengar ungkapan seseorang, kalau tidak melakukan hubungan seks beberapa lama, ia akan pusing. Padahal, sakit kepala itu tak ada kaitannya dengan seks. Sebenarnya, kepala dia memang pusing.

Nah, pada saat ia melakukan hubungan seks, ada energi yang keluar. Dan, stres-nya ikut keluar sedikit hingga dia merasa lebih baik.

Padahal, itu tak ada hubungannya dengan seks. Sebaiknya, justru sebelum memasuki hubungan seks, streslah yang lebih dulu dihilangkan.

Sesungguhnya, beban pikiran atau apa pun namanya yang berhubungan dengan mental dan emosional manusia itu erat kaitannya dengan jantung dan otak.

Lantas, secara psikologis, berhubungan dengan napas kita. Seseorang dalam keadaan tenang, bernapas kira-kira 9–12 kali per menit. Kalau dia dalam kondisi bicara, sekitar 15–18 kali per menit.

Baca juga :  Sedang Diusulkan Lembaga Penelitian/Pengembangan Humor.

Untuk seseorang dalam kondisi emosi, stres, atau depresi, ia bisa bernapas 24–36 kali per menit. Akibat yang terjadi, napasnya menjadi pendek, jantungnya berdebar lebih kencang, dan otak pun berdenyut lebih cepat. Jadi, ada ketegangan di situ, dan ini harus diturunkan.

Caranya mudah sekali, misalnya sepulang kerja, duduk sebentar lalu menarik napas pelan-pelan lewat hidung, perut dikembungkan sehingga napas cukup tertahan di perut. Kemudian, buang napas pelan-pelan dengan mengempiskan perut.

Melalui olah latihan napas yang sederhana semacam itu, bisa mengurangi siklus napasnya. Selama 10 menit, dia bisa mengurangi 5–6 siklus per menit.

Lantas, setelah 10 menit dengan sendirinya jantung akan berdebar normal kembali, yang selanjutnya terjadi sinkronisasi antara napas, otak, dan jantung.

MENYATU DENGAN SEMESTA: Hubungan seks yang tidak bagus akan mempengaruhi kegiatan hidup sehari-hari. Masalah seks bukan soal kecil, dan kaitannya bisa sampai ke seluruh kehidupan sosiologi kita. Bahkan, psikologis.

Amsal, satu hal kecil dalam Kamasutra menyebutkan bahwa postur senggama yang paling memuaskan wanita adalah saat posisinya di atas pria.

Hal itu membuat si wanita dinamis, sehingga dia bisa mengalami orgasme berganda. Namun, bila dilihat dari sudut yang lain, bisa bermakna wanita yang menyukai posisi tersebut merasakan berada di tempat yang menentukan.

Nah, konon, istri yang merasa pada posisi menentukan saat berhubungan seks, dalam kehidupan sehari-hari dia tidak akan banyak menuntut dan rewel kepada suaminya, karena sudah merasa terkompensasi.

Baca juga :  Pemanfaatan Internet di Edukasi Covid 19, Kita Jadi Garda Tedepan Perubahan Perilaku

Perlakukan seks sebagai seni. Meskipun Kamasutra menjabarkan beberapa posisi senggama dan beberapa latihan yoga, tetapi sesungguhnya postur senggama itu sangat relatif, bukan itu point utama.

Tak semua orang bisa melakukannya, bila badan tidak lentur atau memiliki bentuk tubuh gemuk. Justru yang penting, bagaimana caranya membereskan stresnya sebelum melakukan “pertempuran”. Faktor penentu yang paling utama adalah pernapasan perut tadi.

Masalah pria dalam seks adalah soal napas. Kalau napasnya pendek, dalam keadaan stres, ejakulasi akan lebih cepat. Bila dibolak-balik, yang diperlukan tetap rileksasi diri.

Saat klimaks, secara alami terjadi pemberhentian napas, dan pada saat napas itu berhenti, ada saat tertentu sepersekian detik, kita menyatu dengan semesta sebagai gudang energi.

Jangan lupa, kekuatan energi seks itu sangat dahsyat. Itu adalah energi awal dalam diri manusia. Kita diciptakan dari energi seks bapak dan ibu.

Dan, bangsa besar di Mesir dan Italia pada zaman silam, bisa hancur karena energi seks yang dihambur-hamburkan, saat seks bebas meraja.

Kalau kita buang-buang energi seks ini, kita akan kekurangan kreativitas, dan bangsa ini bisa hancur.

Bayangkan, bila setiap hari orang di negeri ini melakukan kegiatan seks saja. Artinya, energi besar itu terbuang cuma utk  ejakulasi dan orgasme. Lantas, dari mana energi kreatif bisa tercipta?

  • sumber: Anand Krishna (Pakar meditasi dan humanis)

Tinggalkan Balasan