Meta Platforms Tidak Akan Bayar Penerbit Berita di Indonesia

Apa Implikasinya?

Meta Platforms Tidak Akan Bayar Penerbit Berita di Indonesia

MATRANEWS.id — Meta Platforms Tidak Akan Bayar Penerbit Berita di Indonesia: Apa Implikasinya?

Meta Platforms, perusahaan induk dari Facebook, mengumumkan pada Kamis (22/2) bahwa mereka tidak akan diharuskan membayar penerbit berita di Indonesia untuk setiap konten yang diunggah secara sukarela ke platform mereka.

Pengumuman ini mengikuti tandatangan Peraturan Presiden Indonesia Joko Widodo pada Rabu (21/2), yang mewajibkan platform digital untuk membayar media penyedia konten.

Setelah melalui proses pembahasan yang cukup panjang dan dibarengi kontroversi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) tentang hak penerbit atau yang lebih dikenal dengan publisher rights.

BACA JUGA:  Google Buka Suara Terkait Aturan Publisher Rights

Dalam Perpres tersebut, platform digital seperti Facebook, Google, Instagram, dan lainnya akan diwajibkan untuk berkolaborasi dengan perusahaan-perusahaan media.

Akan tetapi Meta langsung merespon begini, percaya bahwa undang-undang baru tidak memaksa mereka membayar untuk konten yang diterbitkan secara sukarela oleh penerbit.

Rafael Frankel, Direktur Kebijakan Publik Meta untuk Asia Tenggara, menyatakan bahwa setelah berbagai konsultasi dengan pemerintah, Meta memahami bahwa tidak akan diwajibkan membayar konten berita yang dipublikasikan secara sukarela oleh penerbit ke platform mereka.

Catatan lain adalah, masih banyak yang belum jelas mengenai bagaimana perjanjian baru ini akan dijalankan dalam praktiknya, karena Peraturan Presiden ini hanya menyatakan bahwa platform digital dan penerbit berita harus menjalin kemitraan yang dapat berbentuk lisensi berbayar, bagi hasil, atau berbagi data.

Baca juga :  Sejumlah Hal Penting Disepakati Usai Pertemuan Pemimpin TNI AL dan AL Belanda, Benarkah?

Hal ini menjadi sorotan karena kekhawatiran pemerintah di berbagai negara akan ketidakseimbangan kekuatan antara platform digital dan penerbit berita serta konten lainnya.

Australia telah menjadi pelopor dalam hal ini dengan menerapkan News Media Bargaining Code pada Maret 2021.

News Bargaining Code (kode tawar-menawar media berita) memaksa perusahaan teknologi besar seperti Meta dan Google untuk membayar kompensasi kepada outlet media atas konten yang mereka gunakan, baik yang menghasilkan klik maupun iklan.

Bagaimana dengan keputusan Meta untuk tidak membayar penerbit berita di Indonesia? Apakah bisa menimbulkan dampaknya bagi industri media di negara ini.

Apakah hal ini akan mengurangi insentif bagi penerbit untuk menghasilkan konten berkualitas?

Ataukah ini akan membuka jalan bagi lebih banyak inovasi dalam kemitraan antara platform digital dan penerbit?

Sebagian pihak mungkin akan melihat keputusan Meta sebagai upaya untuk menjaga kebebasan platform digital, sementara yang lain mungkin mengkritiknya sebagai tindakan yang tidak adil terhadap penerbit berita yang memainkan peran penting dalam menyediakan informasi kepada masyarakat.

Penerbit berita di Indonesia dan ekosistem media digital belum bereaksi. Hanya Asosiasi Media Digital Indonesia (AMDI) yang kemudian  kembali bersuara mengenai dampak Publisher Right terhadap Eksistensi Media di Indonesia.

Sebenarnya, jurnalisme berkualitas tidak hanya muncul dari media yang telah disetujui oleh Dewan Pers.

Aturan Dewan Pers Memverikasi Media Yang Punya 10 Wartawan Adalah Aturan Kapitalis

Baca juga :  Perdana Menteri Timur Leste, Mundur

Banyak juga media massa digital yang belum mencapai syarat lolos verifikasi Dewan Pers, realitasnya adalah media yang baik dan mampu menghasilkan laporan yang berkualitas, menjunjung tinggi etika jurnalistik, dan memberikan sudut pandang yang berimbang.

Catatan pinggirnya adalah, regulasi seperti Publisher Right, jika diterapkan tanpa pertimbangan yang matang, dapat mengubur media-media yang memiliki integritas dalam kendala permodalan, tanpa mempertimbangkan semangat membangun masyarakat yang kuat melalui informasi berkualitas.

AJI dan LBH Pers juga menekankan perlunya keadilan bagi Media Kepentingan Publik yang selama ini konsisten dalam menyuarakan jurnalisme untuk kepentingan publik.

Dewan Pers diminta untuk membuat terobosan agar media-media berkualitas dapat lolos verifikasi dan mendapat perlakuan yang adil dari regulasi ini.

Kritik juga ditujukan pada komposisi komite dalam regulasi ini, jangan didominasi oleh perwakilan pemerintah.

AJI dan LBH Pers mengingatkan bahwa proses seleksi anggota komite dari pemerintah harus melalui proses yang kredibel agar anggota yang terpilih dapat menjalankan tugasnya secara independen.

Klik ini untuk majalah MATRA edisi cetak

Tinggalkan Balasan