Cenayang atau penulis buku? Hal ini menjadi ramai di luar negeri. Penulis Amerika, Sylvia Browne seakan telah membuat prediksi soal wabah virus corona atau Covid-19 dalam sebuah karya sastra.
Secara bahasa, judul buku itu berarti Berakhirnya Hari: Prediksi dan Ramalan Tentang Akhir Dunia. Diterbitkan pada 1981, kini menjadi menggegerkan publik, karena dinilai sudah meramalkan adanya wabah semacam virus yang bersumber di China.
“Pada sekitar 2020, penyakit seperti pneumonia akan menyebar ke seluruh dunia, menyerang paru-paru dan saluran bronkial dan sulit disembuhkan dengan semua jenis perawatan yang ada,” begitu bunti di salah satu halamannya.
Penyakit itu disebut akan mewabah kembali pada 2030 sebelum hilang sepenuhnya. “Lebih membingungkan lagi penyakit tersebut akan hilang secara tiba-tiba dan akan kembali menyerang sepuluh tahun kemudian, setelah itu menghilang sepenuhnya,” lanjut Sylvia Browne.
Di salah satu halaman buku terbitan 2008 tersebut memang terdapat prediksi yang mirip dengan wabah virus corona saat ini. Tahunnya pun tepat, yakni disebut muncul 2020.
Sylvia Browne memprediksi merebaknya penyakit yang berhubungan dengan pernapasan yang akan mendatangkan malapetaka di seluruh dunia.
“Pada sekitar tahun 2020, penyakit seperti pneumonia yang parah akan menyebar ke seluruh dunia,” tulis Sylvia Browne dalam bukunya.
“Menyerang paru-paru dan saluran bronkial dan menolak semua perawatan yang diketahui,” tambahnya.
“Hampir lebih membingungkan daripada penyakit itu sendiri adalah kenyataan bahwa penyakit itu akan tiba-tiba lenyap begitu tiba,” terangnya.
“Menyerang lagi sepuluh tahun kemudian, dan menghilang sepenuhnya,” tulisnya.
Di acara talkshow Amerika, Sylvia Browne diklaim memiliki kemampuan psikis.
Diketahui, Sylvia Browne telah meninggal pada 2013, lalu. Si penulis bernama lengkap Sylvia Celeste Shoemaker lahir di Kansas, Missouri, Amerika Serikat (AS) pada 19 Oktober 1936 silam. Ia meninggal dunia pada usia 75 tahun di San Jose, California, Amerika Serikat (AS).
Buku tersebut mengisahkan tentang laboratorium China yang menciptakan sebuah virus sebagai senjata biologis.
Virus tersebut diberi nama Wuhan-400 merujuk kota Wuhan, China, sebagai episentrum penyebaran Covid-19, nama resmi virus corona.
Dalam buku tersebut, Dean Koontz menceritakan seorang ibu bernama Christina Evans sedang melakukan perjalanan untuk mencari tahu kondisi putranya, Danny. Danny sedang mengikuti acara berkemah namun tidak ada kabar.
Christina berhasil melacak keberadaan sang anak di fasilitas militer. Danny ditahan secara tak sengaja lantaran terinfeksi mikroorganisme buatan manusia yang diproduksi di pusat penelitian Wuhan.
“Saya tidak tertarik dengan filosofi atau perang biologis. Saat ini aku hanya ingin mengetahui bagaimana bisa Danny berada di sini,” kata Christina kepada seorang pria bernama Dombey di laboratorium.
“Untuk memahaminya, kamu harus kembali 20 bulan lagi. Pada saat itu, seorang ilmuwan China bernama Li Chen membelot ke AS, membawa rekaman mengenai senjata biologis paling penting dan berbahaya dari Tiongkok ppada dekade terakhir.
Mereka menyebutnya Wuhan-400 karena dikembangkan di Laboratorium RDNA di luar kota Wuhan dan terdiri dari 400 strain mikroorganisme buatan manusia yang dibuat di pusat penelitian,” ungkap Dombey.
Pusat penelitian yang disebutkan dalam buku tersebut merujuk pada Institut Virologi WUhan, satu-satunya laboratorium keamanan hayati level empat milik China.
Laboratorium tersebut merupakan laboratorium tertinggi yang mempelajari virus mematikan dan berlokasi 32 kilometer dari tempat virus corona pertama kali ditemukan.
Lebih lajut, buku tersebut juga mengungkapkan virus tersebut sebagai ‘senjata sempurna’ karena tidak dapat bertahan diluar seorang penderita selama lebih dari satu menit.
baca juga: majalah MATRA edisi cetak — klik ini