MATRANEWS.id — Seperti sedang menyusun sebuah puzzle. Inilah dunia kreativitas. Koleksi foto-foto dengan narasi dan eksistensinya. Natural dan mengesankan. Memikat untuk yang melihatnya berkomentar.
Menjadi menarik, terpampang unik. Saling usik diantara rekan di akun Facebook-nya, tatkala sang sosok ini menampilkan aksentuasi keseharian, pose selfie hingga gaya-gayaan di masa dulu. Tidak jaim, justru kelihatan sudah sadar diri seperti anak sekarang yang senang eksis.
Kekinian. Foto-foto yang ditampilkan di akun FB-nya, disertai caption, yang mengundang canda. Mereka saling berkomunikasi, berinteraksi, berbagi, networking, dan berbagai kegiatan lainnya. Kerajaan tanpa tapal batas.
Asri Hadi, pria kelahiran Lintau, 25 Mei 1958. Nama panggilannya di Jakarta adalah Uyung. Sedangkan oleh orang rumah dipanggil Yung. Ia jadi senang mengisi hari-harinya, untuk hal-hal yang bermanfaat bagi bidangnya, juga masyarakat luas.
Penerima penghargaan Satya Lencana Karya Satya berdasar Kepres nomor 31058/4-6/200 ini lumayan baik, gaji bagus, kariernya oke-oke saja. Bahkan, pendapatan yang lain di luar bidangnya lumayan.
Karena dianggap tahu masalah, ia kerap dijadikan rekannya untuk diskusi atau bertanya.
Bergolongan darah B, anak dari pasangan Sayang Sarif dengan Ramli Hadi ini lahir di desa Lintau Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat.
Keluarga mereka pindah ke Jakarta tahun 1960, dengan kapal laut dari Pelabuhan Teluk Bayur menuju Jakarta dengan perjalanan sekitar 10 hari. Ketika itu, dalam suasana konflik antara pemerintah pusat dengan sebagian masyarakat Sumatera Barat yang bergabung dalam PRRI.
Merantau ke Jakarta untuk menghindari konflik, Asri Hadi mengaku sempat tinggal di jl Pete kawasan Blok A, Kebayoran dimana narkoba jaman itu beredar luas sekitar lingkungan rumah. Di saat memasuki dunia remaja, tahun 1978-an, ia pindah rumah ke kawasan jalan Panglima Polim Blok M. Ternyata, lingkungan bergaulnya dengan “Geng Ganja Fly”.
Besar menjadi anak Kebayoran, Jakarta Selatan. Sekolah TK Melati, SD Ora Et Labora dan SMPN 13 serta SMAN 3, Jakarta.
Berbicara masa muda, Asri Hadi mengakui dirinya punya masa lalu seru, anak gaul.
Ya, suka nongkrong. Stamina dan semangatnya, tak hanya pada sekolah. Ada saja anak-anak pejabat masa itu, yang minta ditemani untuk goyang kanan dan kiri, ke diskotik.
Nonton peragaan busana, menikmati gairah suasana malam hingga lesehan. Kalau mau jujur ia, adalah refleksi kawula muda idaman wanita. Menikmati musik atau mengunjungi kafe, termasuk penjelajah kuliner.
Dulu kemana-mana diantar supir atau ikut teman. Tidak bisa nyetir mobil, baru bawa mobil setelah bekerja dan bisa beli bensin dari uangnya sendiri.
Jangan pilih-pilih tebu dalam bergaul juga dibuktikan.
Lulus SMA pada 4 Desember 1976. Selanjutnya pada 1977, ia terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Ia juga sebagai mahasiswa Institut Teknologi Bandung juga Pajajaran Bandung.
Uniknya, pada 1978 Asri Hadi menjadi mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia. Tamat dari FISIP UI tanggal 19 Juli 1984 dengan gelar Drs Sosiologi.
Mulai 24 September 1984, melanjutkan kursus bahasa Inggris di Giles College, 69, Marine Parade dan di Swan School English di 111 Banbury Rood, Oxford, England. Asri Hadi tinggal di Inggris sampai tahun 1985.
Siapa sangka, ternyata, Asri Hadi merupakan member Metropole Group of Casino dengan nomor id 06943. Serulah, pokoknya.
Tak menjadikan Asri Hadi “katak di bawah tempurung”. Tapi, mahir bersilat dengan budaya global.
Pertama kali kerja sebagai pimpinan After Care Program kegiatan rehabiltasi korban penyalahgunaan narkoba yang disponsori oleh UNDP (Lembaga Internasional).
Banyak negara juga yang sudah dikunjunginya dalam rangka studi banding lokakarya tentang penanggulangan bahaya narkotika. Dari Brunei, Taiwan, Jerman hingga Perancis dan Italia.
“Saat dewasa tinggal jalan Brawjaya, sekitar tahun 1981. Baru saya aktif di BERSAMA, kampanye pencegahan bahaya penyalahgunaan narkoba,” ujar Asri Hadi menyebut beberapa jenderal yang aktif kala itu.
Menjadi socialpreneur, kampanye BERSAMA cegah narkoba dengan Brigjen Pol (p) Alm Soekardjo Subandi, Letjend Pol (p) Alm Sukahar serta Mayjend Pol (p) Putera Astaman. Bergandeng dengan Irjend pol Hadiman juga Jendera Pol (p) Roesdihardjo dan Komjen pol (p) Ahwil Lutan.
Mantan Ketua Hotline Service Bersama (organisasi yang didirikan oleh ibu Benny Moerdani) dengan ibu Anne Mambu — istri Des Alwi. Asri Hadi hingga kini telah aktif 38 tahun di organisasi BERSAMA di bawah Koordinasi Bakolak Inpres 6/1971.
Jenderal Z.A Mulaini, Kepala BakinJaman itu, penanganan masalah narkoba ditangani Bakolak Inpres, sebelum ada Badan Narkotika Nasional (BNN) seperti sekarang. Wajar, jika ia akrab dengan para petinggi BAKIN.
Berteman dengan jenderal juga akrab dengan ibu Benny Moerdani di jaman itu. Pria yang pernah menjadi staf khususnya ibu Suparjo Rustam (istri Mendagri jaman itu), Asri Hadi tetap saja orang yang asyik.
Tak merasa dekat dengan pejabat. Justru, ia juga kerap bergaul dengan kegiatan berbagai kelompok.
Pada 1 Maret 1986, menjadi Pegawai Negeri Sipil departemen Dalam Negeri dengan NIP 010204367. Dunia baru dengan semangat baru, ia menjadi birokrat, jauh panggang dari api.
Di tahun 1987 diangkat dengan golongan III/b. Menjadi dosen tetap Sosiologi Politik dengan SK 46 nomor 1988. Di 1989, mengikuti pendidikan internasional training metodologi Course di National Institut of Public Administration (Intan) selama tiga bulan di Kuala Lumpur.
Pernah menjadi Manager Personalia di PT Rekso Abadi Grup MRA tahun 1996-1998. Kemudian menjadi advertising manager Majalah HealthNews, tahun 2006, media againts drug yang direkomendasi oleh Badan Dunia UNDOC. Kantor PBB urusan obat-obatan dan kejahatan atau yang dalam Bahasa Inggris disebut United Nations Office on Drugs and Crime.
Nuansa ramah dan memikat banyak orang. Sebagai anak orang berada, pakaiannya tak harus bermerek, tapi keren. Mantab. Percaya diri.
Pada 1992 mendapatkan beasiswa dari pemerintah Australia untuk melanjutkan pendidikan S2 di Monash University, Clayton Victoria, Australia dan mendapat gelar Master Of Arts pada 5 Oktober 1994.
“Saya pernah keliling dunia bersama sepupu, keliling dunia selama 40 hari, hadiah dari orang tua karena mendapat beasiswa, lulus ujian yang diselenggarakan pemerintah Australia,” ujar pria yang pada 16 Agustus 1994 diangkat menjadi Sekretariat Jurusan Tata Praja.
Pada 25 Desember 1995, ia menduduki Sekretaris Jurusan Pemerintahan di IIP Depdagri. Pemegang paspor dinas nomor 636751 tak hanya keliling dunia ke Singapura, Thailand, Hongkong, Korea Selatan, Taiwan dan Amerika Serikat serta Inggris. Ia dua kali umroh ke Arab Saudi, di tahun 1997 dan 1999.
Menikah dengan Marie Laurentia Loedin pada 24 Oktober 1999 di hari Minggu jam 09.30 di Aula Masjid Darul Adzaar, Lebak Bulus.
Asri Hadi menutup buku, cerita dan potret “buram” masa-masa mudanya yang indah. Yang kemerlap dan meletup, termasuk yang konyol.
“Tahun ini, gue ulang tahun yang ke 62 tahun di tanggal 25 Mei,” pria yang naik haji di 2000 lalu. Suami dari istri dua orang anak (Arini dan Dhita) ini menempati rumah dinas dosen Kampus di Institut Ilmu Pemerintahan Depdagri, Jl Ampera Raya sejak 2002.
Hidup bagi Asri Hadi mengikuti empat petuah sang ayah.
Pertama, jangan malu untuk meminta maaf, jika memang kita salah. Yang kedua, beri maaf tanpa syarat. Walau orang itu bersalah pada kita. Ketiga, jangan berpikir negatif kepada orang. Kemudian, hidup kita harus selalu bermanfaat bagi seseorang atau sekeliling kita.
Relatif ceria dan optimis. Kepiawaian dari pria yang sejak belia sudah membaca buku-buku tokoh, cerita silat hingga buku ilmiah. Tak hanya dibaca, namun dikoleksinya. Sederet pengalaman menjadi moderator pada pelbagai lembaga sejak 2000.
Ia memilih jalan berbeda, dengan pegawai negeri lain. Anggota redaksi Jurnal Ilmu Pemerintahan dan anggota redaksi Widyapraja IPDN ini, menerima tantangan untuk menjadi Penanggung Jawab dan Pemimpin Redaksi media yang disebut “corong” Jokowi.
Pengurus Pusat Porturin rajin liputan, dari seminar, sarasehan, hingga peserta Forum Diskusi dan Workshop. Ia tak sengaja menjadi punya kesenggangan, mengoleksi topi. Karena, setiap ia menjadi dosen atau peserta diskusi panel, ia kerap mendapat topi.
Hanya memang, untuk topi ini jumlahnya silih berganti. Jika ada yang meminta, ia kadang memberikan. Kecuali, topi dengan sejarah yang dianggap khusus. Saat ini ada 34 buah topi bernilai sejarah dan 157 pulpen serta 27 ID card, multi profesi. Ada juga ragam seragam.
Penyuka warna biru ini, saat work from home membuka database pribadinya untuk diumbar, mulai dari foto sama bule, sama penari, hingga pramugari dan juga caddy golf yang cantik-cantik. Foto pejabat Orba hingga kini, termasuk Presidennya. Semua ada.
Pengalaman di Istana Kepresidenan Yogyakarta, dengan “geng Solo” hingga anak muridnya ketika mengajar di Sesko. Bersalaman dengan Presiden Soeharto dan Ibu Tien, Megawati, termasuk mengawal Sri Mulyani ketika masih jadi seorang pengamat ekonomi. Pose dengan keluarga Jokowi
Hidup Asri Hadi memang penuh warna. Bernyanyi dengan pengamen di Rembrandtptlein Amsterdam. Anggota Korpri ini tak terpaku sebagai ASN di Kemendagri yang kaku.
Kini, Asri Hadi sibuk juga menjadi bendahara dari Asosiasi Media Digital Indonesia dan Forum Pimpinan media Digital Indonesia.
Pose bersama teman-temannya yang kini menjadi duta besar di beberapa Negara. Kemudian, ia baru saja, keliling bersama keluarga besar dan cucu, ke tembok Cina serta Jepang. Semua di upload ke FB. Jadi, ya jejak digital Asri Hadi terkuak, deh.
#S.S Budi Raharjo