
Majalah MATRA dan EKSEKUTIF Hadir di Indonesia Digital Conference 2025. Menyusuri Arus Kecerdasan Buatan dan Kedaulatan Digital.#IDC2025
Di tengah derasnya arus kecerdasan buatan yang melanda dunia, media kini berdiri di persimpangan jalan: antara beradaptasi dengan teknologi atau kehilangan ruh kemanusiaannya.
Pertemuan dua arus besar itulah yang menjadi nadi perhelatan Indonesia Digital Conference (IDC) 2025, yang digelar oleh Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) di Hub Epicentrum Kuningan, Jakarta, pada 22–23 Oktober 2025.
Tahun ini, IDC mengusung tema “Sovereign AI: Menuju Kemandirian Digital”—sebuah refleksi mendalam tentang bagaimana teknologi buatan manusia justru menantang eksistensi manusia di ruang digital.
Dan di antara para pelaku industri media yang hadir, dua nama legendaris mencuri perhatian: Majalah MATRA dan Majalah EKSEKUTIF.
Dari Era Cetak ke Dunia Digital
Bukan sekadar tamu undangan. Kehadiran S.S. Budi Raharjo, MM, Pemimpin Redaksi MATRA sekaligus CEO EKSEKUTIF, menjadi simbol transformasi: media klasik yang tak menyerah pada waktu.
Budi jojo tampak berbincang hangat dengan para pimpinan media digital dan ketua serta anggota AMSI, membicarakan masa depan industri yang kini tengah bersahabat—namun juga bergulat—dengan algoritma.
“Media kini bukan hanya menyampaikan berita, tapi juga menjaga nilai dan kredibilitas di tengah derasnya arus algoritma,” ujar Budi Raharjo, yang juga menjabat Ketua Forum Pimpinan Media Digital Indonesia, saat berbincang santai di sela forum.
Bagi MATRA dan EKSEKUTIF, hadir di IDC bukan hanya urusan reputasi. Ini adalah perjalanan ideologis—menjaga semangat jurnalisme di tengah dunia yang makin dikendalikan mesin. Bahwa di balik layar AI, suara manusia masih harus terdengar.
Regulasi, Etika, dan Kedaulatan Data
Acara dibuka oleh Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, yang menegaskan pentingnya etika dan regulasi dalam pemanfaatan kecerdasan buatan.
“Kemandirian digital harus dimulai dari kedaulatan data dan integritas informasi,” tegasnya.
Dari sisi industri, Angela Tanoesoedibjo, CEO iNews Media Group, berbagi tentang bagaimana redaksi kini bekerja berdampingan dengan mesin—dengan segala dilema etis dan produktivitas yang menyertainya.
Anggini Setiawan, Communication Director TikTok Indonesia, menyoroti bagaimana algoritma menentukan arah konsumsi konten publik. Sementara Arya Dwi Paramita dari Corsek PT Pertamina (Persero) menekankan pentingnya kolaborasi antara korporasi dan media untuk membangun literasi digital yang sehat, di tengah maraknya penyebaran hoaks berbasis AI.
“Berselancar” di Tengah Gelombang AI
IDC 2025 juga menghadirkan kisah inspiratif dari pelaku media di berbagai daerah.
Erik Somba (Valid News), Hana Novitriani (VP ICE IDN Media), dan Dwi Eko Lokononto (CEO Berita Jatim) berbagi pengalaman mereka “berselancar” di tengah gelombang teknologi baru.
Ada pula kisah dari Media Serayu, media lokal yang kini telah memiliki 75 jurnalis aktif berkat peta jalan transformasi digital yang konsisten.
“AI bisa menjadi alat, bukan ancaman, jika media tahu bagaimana memanfaatkannya,” ujar salah satu pembicara dengan nada optimistis.
Media Masih Menggoda Investor
Menariknya, di tengah kegelisahan terhadap kecerdasan buatan, IDC 2025 justru menampilkan semangat baru: media belum kehilangan pesonanya di mata investor.
Dalam sesi “Media Bongkar Resep Raih Cuan Miliaran di Tengah Gempuran AI”, dua nama besar dunia investasi, Wilson Cuaca (East Ventures) dan Martin Hartono (GDP Ventures), menegaskan bahwa media masih seksi—selama mampu beradaptasi, menjaga integritas, dan tetap berpegang pada nilai-nilai jurnalisme.
Kolaborasi dan Masa Depan
Tahun ini, IDC 2025 didukung oleh sejumlah korporasi besar yang menjadi mitra ekosistem digital nasional: Sinar Mas Land, Astra International, Djarum Foundation, BNI, Pertamina, Harita Nickel, Telkom Indonesia, BRI, Indofood, MIND ID, PLN, Merdeka Copper Gold, Bank Mandiri, Indosat, dan lainnya.
Di tengah semaraknya diskusi dan kolaborasi, kehadiran MATRA dan EKSEKUTIF menjadi pengingat bahwa media bukan sekadar kanal informasi—melainkan penjaga nurani dan identitas bangsa di tengah dunia yang makin didefinisikan oleh kode dan algoritma.
Dan seperti yang diyakini S.S. Budi Raharjo, “Teknologi boleh mengubah cara kita bekerja, tapi jurnalisme sejati akan selalu berakar pada manusia.”








