Budaya  

Khairani Barokka Seniman Indonesia Yang Diapresiasi Dunia

Khairani Barokka Seniman Indonesia Yang Diapresiasi Dunia

“Difabelitas bukan penghalang untuk melakukan kreativitas dalam bidang apapun terutama seni.”

Khairani Barokka memang sosok yang membanggakan kita sebagai anak bangsa Indonesia. Keponakan saya ini dengan rendah hati memenangkan Hadiah ke-2 di Hawker Prize 2020 untuk Stheast Asian Poetry.

Prestasi dan dedikasinya itulah yang mentahbiskan dirinya sebagai salah satu “Pemimpin Muda yang Menginspirasi yang Mendorong Perubahan Sosial”.

Tentunya, atas karya internasional yang sangat produktif dan perintis dalam seni yang inklusif dan dapat diakses.

Diterbitkan secara internasional dalam antologi dan jurnal, anak muda yang kerap dipanggil Okka ini telah mempresentasikan karya secara luas, di ragam negara, sering menjadi pembicara publik, dan telah diberikan enam residensi dan berbagai hibah.

Seorang peneliti PhD-by-practice di Goldsmiths, sebagai Sarjana LPDP dalam Budaya Visual, Okka saat ini mengerjakan sebuah buku dan karya visual.

Penulis, artis sekaligus seniman pembaca puisi asal Indonesia itu juga sudah selesai S3.

Dalam London Book Fair tahun ini, ia bukan saja mengunjungi Paviliun Indonesia tapi ikut serta di Poetry Pavilion sebagai penyair.

Karya seni Indonesia memang dipandang memainkan peran di panggung dunia, laiknya saat ia tampil memukau  dengan puisi tunggal / pertunjukan seni di Edinburgh Festival Fringe 2014.

Festival  yang tersebar di 299 titik di kota Edinburgh ini sering disebut sebagai festival seni terbesar di dunia. Dengan tema wanita, disabilitas, dan Nusantara, Okka tampil di South Kilburn Studio di London utara.

Baca juga :  Kolom Rhenald Kasali: "Uang atau Meaning?"

Hal Yang Membanggakan, Tentu Saja. Bagaimana Kiprah Seninya Terus Berkembang

Penyuka makanan Indonesia ini,  menulis asyik dengan eksperimen kata-kata bahasa sehari-hari orang Indonesia. Ada kalimat metafora semacam ‘dong’, ‘kan’, dan ‘deh’, yang mungkin, sulit diterjemahkan oleh banyak orang.

Baru juga menyelesaikan terjemahkan sebuah cerita pendek bahasa Indonesia, yang keluar dalam antologi bahasa Inggris. Seni tak diejawantahkan dalam momen sempit, pembuatan  album band komedi musikal Indonesia bersama Project Pop juga dilakukan.

Ketika di Rumah Budaya Siku Keluang, tujuh tahun lalu sudah bekerja sama dengan Sekolah Tinggi Seni Riau dan Himpunan Wanita Disabelitas Indonesia Cabang Pekanbaru mengadakan workshop sekaligus sharing bagi komunitas difabel yang ada di Pekanbaru.

Dalam kesempatan itu, Okka yang menyelesaikan S1 dan S2-nya di Amerika itu mengakui dirinya mengalami difabel. Yang tidak dapat dilihat secara fisik, akan tetapi dalam keadaan tertentu terutama dalam kondisi lelah, sebahagian tubuhnya akan mati rasa bagian kanan.

Okka dengan tegas mengatakan, “Difabelitas bukan penghalang untuk melakukan kreativitas dalam bidang apapun terutama seni.”

Bahwa Indonesia sangat minim fasilitas yang mampu mendukung keberadaan komunitas difabel, itu memang diakuinya. Hal itu menurutnya bertolak belakang dengan kondisi di luar negeri yang banyak sekali fasilitas yang tersedia, bahkan dalam bidang pendanaannya.

Mendorong batas-batas puisi, seni pertunjukan, dan mendongeng, puisi performatif Khairani Barokka “terbang” untuk meneliti bagaimana teknologi menantang pemahaman tentang alam dan identitas.

Baca juga :  BNN Jalin MOU Dengan Kwarnas Pramuka di Hari Peringatan Pramuka ke 63

Karya-karyanya memandang kepedulian dan perhatian kolektif sebagai elemen kehidupan psikis yang bersinggungan dengan konstruksi identitas dan subjektivitas budaya, sejarah, dan sosial.

Followers-nya di medsos sudah lima ribuan, sudah semacam influencer yang hidupnya ditopang advertorial.

Aktivis seni atau bisa juga disebut juga seorang praktisi advokasi berpikir ini terus berkarya,  melakukan kesaksian di bidang seni. Bahwa, “Kecemasan adalah bahan Kreativitas. ”

Bagaimana Membuat Seni dalam Pandemi?

Secara  pribadi ia justru cemas dampak dari pandemic Virus Covid itu bila terdampak kepada banyak seniman yang bekerja sebagai freelancer telah kehilangan peluang signifikan untuk mendapatkan penghasilan.

Banyak orang menjadi miskin, pengangguran, dan bahkan tunawisma karena pameran dan acara dibatalkan atau ditunda.

Dalam tulisannya, ia melihat organisasi seni memang merespon pandemi tersebut, banyak organisasi seni yang akhirnya membuat kursus seni dan tur galeri ‘dapat diakses’ secara online.

Tetapi, menurutnya tanpa aksesibilitas dalam prosedur pendidikan, pekerjaan penyandang disabilitas tetap dibayangi oleh pekerjaan rekan non-disabilitas.

Berbicara dunia seni, menurutnya, kita semua berada dalam wilayah arus keuangan yang dipasarkan dan menyeluruh – dalam sifat material ‘dunia seni’. ‘

Normal’ pra-pandemi dunia seni bermanfaat bagi segelintir orang, membahayakan, melukai, dan membunuh banyak orang.

Okka mengajak kita merangkul ekspresi kreativitas melalui kejutan dan – berani kita ucapkan? – bentuk seni partisipatif yang memicu kecemasan. Yang karyanya telah disajikan secara luas, di lebih lima belas negara.

Baca juga :  Penyair Kita Kurang Riset

Sosok anak muda ini begitu menginspirasi jutaan anak muda di Indonesia, bahkan dunia.  Diri yang tak sempurna mampu memandang dunia lebih luas, berkarya lebih besar. Keterbatasan bukanlah halangan.

Perempuan yang besar di New York dan Melbourne ini, menggunakan seni sebagai media untuk menghancurkan stereotipe  dari kondisi langka kronis dirinya.

Walaupun perjuangannya menghadapi penyakit itu tidak mudah, tapi Okka tak ingin disabilitas sebagai “kekurangan”.

“Orang yang memiliki disabilitas menghadapi hambatan karena persepsi masyarakat, bukan karena kita lebih rendah,” ujar perempuan kelahiran 1985 ini menegaskan.

**Penulis adalah seorang Dosen, Coach dan Jurnalis Pemerhati Seni Budaya

“Khairani Barokka, Pemimpin Muda yang Menginspirasi yang Mendorong Perubahan Sosial” — Asri Hadi

 

baca juga: majalah MATRA edisi cetak — klik ini

 

Tinggalkan Balasan